Pengungsi Bertambah di Klaten, Ternak Mulai Dievakuasi
Jumlah pengungsi Gunung Merapi di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, terus bertambah. Ternak sapi milik warga pun mulai dievakuasi dari zona bahaya erupsi.
Oleh
Mohamad Final Daeng
·3 menit baca
KLATEN, KOMPAS — Jumlah pengungsi Gunung Merapi di Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, terus bertambah. Ternak sapi milik warga pun mulai dievakuasi dari zona bahaya erupsi.
Desa Balerante merupakan salah satu dari tiga desa yang masuk kawasan rawan bencana erupsi Merapi di Klaten. Dua desa lainnya adalah Tegalmulyo dan Sidorejo. Ketiganya berada di lingkar Merapi sisi tenggara.
Pantauan Kompas di sejumlah dusun di Balerante, Rabu (11/11/2020), suasana jalan sepi. Sejumlah rumah pun terlihat kosong. Namun, di berbagai sudut lain di desa, warga masih beraktivitas seperti biasa di ladang, warung, maupun pekarangan rumah.
Koordinator Posko Evakuasi Balerante Jainu mengatakan, hingga Rabu, sebanyak 88 warga telah menempati barak pengungsian di Posko Balai Desa Balerante. Mereka berasal dari tiga dusun yang masuk dalam radius 5 kilometer bahaya erupsi Merapi, yakni Gondang, Sambungrejo, dan Ngipiksari. Barak pengungsian terletak 9 kilometer dari puncak Merapi.
”Jumlah pengungsi terus bertambah sejak posko dibuka lima hari lalu. Waktu itu hanya 55 orang yang mengungsi,” kata Jainu. Mayoritas pengungsi, sesuai prioritas saat status Siaga Merapi ini, adalah warga lanjut usia, ibu hamil, dan anak-anak.
Untuk mencegah penularan Covid-19 di pengungsian, tempat untuk tidur di barak dibuat berjarak satu sama lain. Hal ini membuat kapasitas barak terbatas hanya bisa menampung 20 keluarga. Untuk itu, Jainu mengatakan, pihaknya telah menyiapkan lokasi lain jika pengungsi terus bertambah, yakni di SDN 2 Balerante. Selain bangunan sekolah, dua tenda besar juga telah didirikan di halaman sekolah itu untuk menampung pengungsi.
Selain itu, menurut Jainu, sebagian warga juga sudah mulai mengevakuasi ternaknya hari Rabu ini. Ada yang mengevakuasi mandiri, ada pula yang dibantu oleh tim sukarelawan. Sebanyak 14 ekor sapi yang dievakuasi ditempatkan di kandang bersama di dekat barak pengungsian.
Untuk mencegah penularan Covid-19 di pengungsian, tempat untuk tidur di barak dibuat berjarak satu sama lain.
Karni (45), warga Dusun Sambungrejo, ikut mengungsi hari Rabu. Dia juga membawa tiga ekor sapinya dengan dibantu oleh sukarelawan. ”Kalau siang saya masih kembali ke dusun untuk cari rumput. Malam hari tidur di pengungsian bersama keluarga,” ujarnya.
Hal serupa diungkapkan Paidi (60). Warga Dusun Sambungrejo ini mengungsikan dua ekor sapinya sebagai antisipasi awal jika terjadi erupsi Merapi. ”Jaga-jaga saja supaya aman. Tabungan keluarga saya, ya, hanya sapi ini,” ujarnya.
Didik Suparno, sukarelawan Desa Balerante, mengatakan, sejauh ini proses evakuasi warga maupun ternak dari tiga dusun zona bahaya berjalan lancar. Warga yang masuk dalam kelompok rentan bersikap kooperatif untuk dievakuasi. ”Kami akan terus siaga dan membantu warga yang membutuhkan evakuasi,” ujarnya.
Balerante juga memiliki komunitas pemantau Merapi yang digerakkan secara swadaya oleh masyarakat. Hasil pemantauan komunitas itu kemudian disebarkan ke masyarakat luas melalui radio dan berbagai kanal media sosial, seperti Facebook, Whatsapp, Youtube, dan Twitter.
Koordinator Radio Komunitas Induk Balerante Agus Sarnyata mengatakan, anggota komunitas selalu ada yang berjaga selama 24 jam setiap hari untuk memantau aktivitas Merapi.
Menurut Agus, sejak status gunung itu ditingkatkan menjadi Siaga, secara visual belum tampak aktivitas yang menonjol dari Balerante. ”Sejauh ini juga baru terdengar tiga kali gemuruh dari Merapi,” ujarnya.