Warga Belum Mau Mengungsi, Desa Sidorejo Siagakan Tim 24 Jam
Belum ada satu pun warga dari kawasan rawan bencana erupsi Gunung Merapi di Desa Sidorejo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang mau mengungsi. Pengalaman mengungsi berbulan-bulan pada 2006 dan 2010 membuat warga kapok.
Oleh
mohamad final daeng
·3 menit baca
KLATEN, KOMPAS — Hingga Jumat (13/11/2020), belum ada satu pun warga dari kawasan rawan bencana erupsi Gunung Merapi di Desa Sidorejo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang mau mengungsi. Kondisi ini membuat pemerintah desa mengaktifkan tim pemantau Merapi selama 24 jam setiap hari untuk menjaga kewaspadaan masyarakat.
Desa Sidorejo merupakan salah satu dari tiga desa di Klaten yang masuk daerah rawan bencana erupsi Merapi. Dua desa lainnya adalah Balerante dan Tegalmulyo. Ketiga desa itu berada di Kecamatan Kemalang, sisi tenggara Merapi.
Sekretaris Desa Sidorejo Sri Widagdo, Jumat, mengatakan, warga belum ada yang mau mengungsi meski pemerintah desa telah mengimbau dan mendatangi langsung ke rumah-rumah. Prioritas pengungsi saat status Siaga Merapi ini adalah kelompok rentan, yakni warga lanjut usia, anak-anak, orang sakit, serta ibu hamil dan menyusui. Status Siaga Merapi berlaku sejak 5 November 2020.
”Alasan warga karena merasa belum ada pergerakan signifikan dari (aktivitas) Merapi. Jadi, warga menganggap kondisi saat ini masih aman,” ujar Sri.
Terdapat tiga dukuh yang masuk kawasan rawan bencana Merapi (radius 5 kilometer dari puncak Merapi) di Sidorejo, yakni Deles, Mbangan, dan Petung Lor. Total penduduk di ketiga dukuh itu sebanyak 365 jiwa. Dari jumlah itu, warga kelompok rentan sebanyak 92 jiwa.
Sri mengatakan, warga juga mengaku trauma dengan pengalaman mengungsi saat erupsi Merapi pada 2006 dan 2010. Kala itu, warga mengungsi berbulan-bulan. Kondisi itu berdampak pada kehidupan warga. ”Tahun 2006 warga mengungsi selama 3 bulan. Pada 2010 mengungsi selama 1,5 bulan,” katanya.
Saat dua erupsi besar Merapi itu, ujar Sri, kawasan permukiman Desa Sidorejo tak pernah terkena dampak besar, seperti awan panas atau lontaran material vulkanik. ”Dampaknya hanya hujan abu,” ucapnya.
Meski begitu, lanjutnya, pemerintah desa tetap menyiapkan antisipasi segala kemungkinan terburuk. Lokasi pengungsian telah disediakan di Gelanggang Olahraga (GOR) Kalimosodo, yang disebut Sri dapat menampung seluruh warga dari ketiga dukuh rawan bencana.
Untuk memantau kondisi Merapi, pemerintah desa juga telah mengaktifkan semua pos ronda selama 24 jam setiap hari di semua dukuh. Pos itu akan memperingatkan warga untuk mulai mengevakuasi diri jika sewaktu-waktu aktivitas Merapi menunjukkan gejala kritis.
Setiap pos juga dibekali dengan sarana komunikasi radio handy talky agar dapat bertukar informasi terkait Merapi. ”Kami juga memiliki tim siaga desa sejak tahun 2006. Tim di antaranya terdiri dari perangkat desa, dukuh, relawan, dan karang taruna. Mereka jadi motor mitigasi bencana,” kata Sri.
Terlalu lama mengungsi susah dan jenuh, kami juga sulit cari nafkah.
Warga Sidorejo, Nyartono (32), mengatakan belum mau mengungsi karena saat ini belum tampak tanda-tanda yang genting dari Merapi. Rumah Nyartono berjarak 4 kilometer dari puncak Merapi. ”Kalau sudah makin sering terdengar gemuruh dan longsoran dari Merapi, baru kami mengungsi. Sekarang suara gemuruh masih jarang,” ujarnya.
Menurut Nyartono, jika terlalu cepat mengungsi, warga akan terlalu lama tinggal di pengungsian. Kondisi itu membuat warga tak nyaman. ”Terlalu lama mengungsi susah dan jenuh, kami juga sulit cari nafkah,” ujar warga yang pada 2006 dan 2010 juga turut mengungsi itu.
Kondisi berbeda terjadi di Desa Balerante, tetangga Sidorejo. Hingga Jumat, telah terdapat 262 pengungsi dari empat dusun zona bahaya Merapi di desa itu. Jumlah tersebut telah mencapai lebih dari separuh total penduduk di keempat dusun itu yang sebanyak 509 jiwa.
Pengungsi dipusatkan di aula Balai Desa Balerante yang difungsikan sebagai tempat evakuasi sementara. Namun, karena pengungsi terus bertambah dan demi menjaga protokol jaga jarak untuk menghindari Covid-19, aparat desa memfungsikan ruang kelas SDN 2 Balerante sebagai barak tambahan.
”Sejak Kamis (12/11) malam sebagian pengungsi telah menempati gedung SD. Kalau pengungsi terus bertambah, kami sudah menyiapkan tenda besar di halaman SD,” ujar Koordinator Posko Evakuasi Balerante Jainu.