Mengangkat Harkat Warga Pesisir ”Kota Batik”
Rob atau banjir limpasan air laut terus menghantui warga pesisir Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Hidup dalam kualitas lingkungan yang buruk, derajat hidup masyarakat perlahan terkikis. Pekerjaan rumah pemimpin baru.
Setidaknya satu dekade terakhir, bencana rob atau banjir limpasan air laut terus menghantui warga pesisir Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Hidup dalam kualitas lingkungan yang buruk, derajat hidup masyarakat perlahan terkikis. Persoalan mendesak untuk ditangani pemimpin daerah.
Sepuluh tahun terakhir, Khamdani (34) memaksa dirinya akrab dengan bencana rob. Hampir di setiap musim hujan, warga Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, itu tidak pernah bisa tidur tenang. Perasaan waswas jikalau air masuk ke dalam rumah selalu mengintai.
Tak kurang-kurang upaya Khamdani melepaskan diri dari belenggu rob. Mulai dari melebarkan saluran air, membuat tanggul di depan rumah, hingga meninggikan rumah. Untuk melakukan semua, biaya yang diperlukan juga tak sedikit.
”Selama 10 tahun ini, setidaknya sudah empat kali saya meninggikan rumah. Total biaya yang saya keluarkan kira-kira Rp 20 juta,” ujar Khamdani, Rabu (4/11/2020).
Baca juga: Pekalongan, Warisan Batik Dunia
Kendati sudah beberapa kali meninggikan bangunan, rob masih selalu menerobos rumah Khamdani. Jika air sudah masuk ke dalam rumah, tidak ada pilihan selain mengungsi. Selama ditinggal mengungsi, barang-barang elektronik dan sejumlah barang lain yang tak dibawa akan cepat rusak karena korosi akibat terkena air rob.
Korosi akibat terkena air rob juga menimpa sepeda motor milik Kuncoro (40). Warga Kelurahan Panjang Wetan, Kecamatan Pekalongan Utara, itu lebih sering ke bengkel memperbaiki sepeda motornya akibat kerap terendam air rob. Sekali servis, Kuncoro menghabiskan minimal Rp 250.000. ”Dalam setahun, bisa 4-5 kali motor saya rusak akibat rob. Yang paling sering, onderdilnya karatan,” ucapnya.
Penderitaan serupa dirasakan Utomo (52), warga Kelurahan Panjang Baru, Kecamatan Pekalongan Utara. Tak hanya menderita karena harta bendanya rusak dikikis rob, Utomo juga harus kehilangan mata pencariannya sebagai buruh tani. Sebab, lahan pertanian seluas 1 hektar yang biasa ia garap terendam rob. ”Empat tahun terakhir, saya banting setir jadi buruh di tambak bandeng,” kata Utomo.
Ia mengaku, upah menjadi buruh tambak lebih kecil daripada buruh tani. Dalam sebulan, Utomo memperoleh upah Rp 600.000 dari pekerjaannya di tambak. Padahal, saat bekerja menjadi buruh tani, upahnya minimal Rp 800.000 per bulan.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pekalongan Anita Heru Kusumorini mengakui, pemetaan menyeluruh terkait dampak rob terhadap masyarakat belum pernah dilakukan. Namun, ia menyebutkan, hampir seluruh kelurahan di wilayah Kecamatan Pekalongan Utara dan Pekalongan Barat terdampak rob.
”Selain permukiman, rob juga merendam dan merusak lahan pertanian serta tambak. Padahal, sebelum tahun 2010, hasil pertanian padi di Kota Pekalongan itu bagus,” kata Anita.
Hampir seluruh kelurahan di wilayah Kecamatan Pekalongan Utara dan Pekalongan Barat terdampak rob.
Berdasarkan pemetaan Bappeda, kerugian akibat rob pada aspek ekonomi meliputi penurunan produktivitas lahan sawah, penurunan pendapatan akibat terhambatnya aktivitas, kenaikan pengeluaran keluarga, kenaikan biaya servis kendaraan, serta hilangnya pekerjaan.
Dari aspek sosial, sejumlah kegiatan rutin seperti pengajian dan kegiatan sosial di sejumlah titik juga terganggu setiap rob melanda. Adapun dari aspek kesehatan dan lingkungan, gangguan penyakit kulit, kerusakan sanitasi dan toilet, serta matinya sejumlah tanaman harus ditanggung warga.
Baca juga: Pembangunan Tanggul Hanya Bersifat Sementara
Faktor pemicu
Peneliti Geodesi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung, Heri Andreas, mengatakan, dari hasil kajiannya, rob di pesisir Kota Pekalongan disebabkan penurunan muka tanah (land subsidence). Hasil pengukuran rutin menunjukkan, beberapa titik di Kota Pekalongan memiliki ketinggian minus 2 meter dari permukaan air luat.
”Selain karena tanah di Kota Pekalongan memang masih terus memampatkan diri, pengeboran sumur air bawah tanah turut berkontribusi mempercepat penurunan muka tanah. Salah satu cara menghambat laju penurunan muka tanah dengan menghentikan pengeboran sumur air bawah tanah,” tutur Andreas.
Meski demikian, menurut Anita, pengambilan air tanah di Kota Pekalongan belum bisa sepenuhnya dihentikan. Sebab, Kota Pekalongan belum memiliki suplai air memadai. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Petanglong yang diharapkan bisa menyuplai air sebanyak 350-400 liter per detik baru bisa menyuplai 150-200 liter per detik. Terkait persoalan tersebut, Andreas berpendapat, jika SPAM Regional belum maksimal, masih ada upaya lain yang bisa dilakukan, yakni pemanenan air hujan dan daur ulang air.
Baca juga: Tatanan Kehidupan Warga Terdampak Rob Berubah
Selama ini, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya, seperti membuat rumah pompa, meninggikan tanggul laut, membuat tanggul raksasa, dan membuat kolam retensi. Walakin, upaya itu belum bisa membebaskan masyarakat dari bencana rob.
Beberapa bulan berikut ini, banjir dan rob masih berpotensi melanda Kota Pekalongan. Hal itu akibat peningkatan curah hujan sebagai dampak fenomena La Nina. Prakirawan Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Tegal, Sri Nur Latifah, mengatakan, dalam kondisi normal, curah hujan di Kota Pekalongan 100-150 milimeter per bulan. Dengan adanya La Nina, curah hujan diperkirakan meningkat hingga 40 persen menjadi 140-190 milimeter per bulan.
Rob besar terakhir kali terjadi Februari-Maret 2020. Sedikitnya, 1.500 orang mengungsi karena rob merendam hampir 80 persen wilayah Kota Pekalongan. Kala itu, ketinggian air di beberapa titik mencapai 1 meter.
Tantangan
Penanganan masalah rob menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, Provinsi Jateng, ataupun Pemerintah Kota Pekalongan. Meski tak bisa bergerak sendiri, pemerintah daerah tetap punya tanggung jawab mengangkat harkat hidup warga pesisir yang selama ini terkoyak bencana rob.
Hal ini menjadi persoalan krusial bagi pemimpin daerah yang akan dipilih dalam pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember. Pemimpin baru yang terpilih dalam kontestasi tersebut diharapkan mampu menyelesaikan persoalan rob yang sudah bertahun-tahun melanda Kota Pekalongan.
Meski tak bisa bergerak sendiri, pemerintah daerah tetap punya tanggung jawab mengangkat harkat hidup warga pesisir yang selama ini terkoyak bencana rob.
Pilkada Kota Pekalongan diikuti dua pasangan calon. Pasangan calon wali kota dan wakil wali kota nomor urut 1, Afzan Arslan Djunaid dan Salahudin, diusung PDI Perjuangan, PPP, Partai Hanura, serta PAN. Koalisi empat parpol itu mengantongi 13 kursi di DPRD Kota Pekalongan. Afzan merupakan calon petahana karena menjabat wakil wali kota Pekalongan periode 2016-2021. Adapun Salahudin merupakan pengusaha yang juga ketua DPRD Kota Pekalongan 2004-2009.
Baca juga: Tanggap Darurat Banjir Rob di Kota Pekalongan
Sementara paslon nomor urut 2 adalah Balgis Diab-Machrus Abdullah. Balgis Diab menjabat ketua DPRD Kota Pekalongan 2019-2024, sedangkan Machrus Abdullah adalah seorang pengusaha. Bakal paslon ini bermodalkan dukungan koalisi Partai Golkar, PKB, PKS, Partai Gerindra, dan Partai Nasdem dengan 22 kursi DPRD.
Mengenai pemecahan persoalan rob, Afzan mengemukakan, pihaknya akan membuka komunikasi dengan pemerintah provinsi dan pusat. Selama ini, anggaran pemerintah daerah Kota Pekalongan tidak cukup untuk menyelesaikan persolan rob hingga tuntas. Agar proyek-proyek pembangunan besar terkait penanganan rob bisa terlaksana, suntikan dana dari pemerintah provinsi ataupun pusat diperlukan.
Afzan meyakini, dengan komunikasi intensif, kondisi terkini serta kebutuhan mendesak Kota Pekalongan akan lebih dipahami pemerintah provinsi ataupun pusat. Dengan begitu, Kota Pekalongan akan mendapat bantuan lebih optimal.
”Selain membuka komunikasi intensif, kami juga akan memperbaiki sistem drainase dan mencari sumber mata air baru. Dengan begitu, pengambilan air tanah yang memicu penurunan tanah tidak perlu lagi dilakukan,” ucap Afzan.
Sementara itu, penantangnya, Balgis Diab dan Machrus Abdullah, menyiapkan rencana jangka pendek dan jangka panjang dalam penanganan rob. Rencana jangka pendek, antara lain, membuat dinding tanggul sungai, meninggikan tanggul sungai, dan memompa air di permukiman kemudian mengalirkannya ke sungai atau laut.
Adapun rencana jangka panjang adalah membuat kajian komprehensif terkait rob berikut penyebabnya dan cara-cara mengatasinya. Cara-cara mengatasi rob yang paling memungkinkan dari hasil kajian tersebut akan direalisasikan.
”Kami juga akan melakukan penanaman kembali mangrove di sepanjang pesisir Kota Pekalongan. Hasilnya memang tidak akan dirasakan langsung, tetapi oleh generasi selanjutnya, beberapa tahun ke depan,” kata Balgis.
Persoalan lingkungan seyogianya tak disepelekan pemimpin baru wilayah berjuluk Kota Batik tersebut. Jangan menunggu semakin banyak rumah terbenam limpasan air laut, seiring terpuruknya peradaban warga pesisir.