Gunung Ile Lewotolok di NTT Keluarkan Abu, Warga Mengungsi
Gunung Ile Lewotolok di Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, mengeluarkan abu dan kerikil. Warga di dua kecamatan di kaki gunung itu mengungsi ke kantor-kantor Pemkab Lembata.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·4 menit baca
LEWOLEBA, KOMPAS — Gunung Ile Lewotolok di Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur, mengeluarkan abu vulkanik disertai kerikil dan batu-batuan. Warga dua kecamatan di bawah kaki gunung Ile Lewotolok diungsikan ke Lewoleba, pusat kabupaten.
Wakil Bupati Lembata Thomas Ola Langoday, yang dihubungi di Lewoleba, Lembata, Minggu (29/11/2020), mengatakan, sekitar pukul 05.57 Wita Ile Lewotolok kembali mengeluarkan abu dan debu vulkanik dengan ketinggian 500 meter. Selain abu vulkanik, Ile Lewotolok juga mengeluarkan kerikil dan batu-batuan.
”Wilayah dua kecamatan di bawah lereng gunung, yakni Ile Ape dan Kecamatan Ile Ape Timur, dihujani abu vulkanik. Abu menyelimuti rumah penduduk, merusak sumber air, dan juga merusak tanaman pertanian milik warga,” kata Langoday.
Gunung Ile Lewotolok (1.432 meter) disebut juga Ile Ape. Terjemahan harfiah, ’ile ape’ (bahasa daerah Lamaholot) artinya gunung api, sementara ’ile lewotolok’ artinya gunung kampung-kampung berjatuhan. Gunung ini meletus pertama tahun 1666, kemudian tahun 1800-an, dan 1920-an. Letusan terdahsyat tahun 1966 dan 1985 yang meluluhlantakkan Pulau Lembata dan pulau-pulau di sekitarnya.
Mengutip data Pos Pengamatan Gunung Lewotolok Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana dan Geologi, tinggi kolom abu teramati sekitar 500 meter di atas puncak atau 1.923 meter dari permukaan laut. Kolom abu itu berwarna kelabu hingga hitam dengan intensitas tebal, condong ke arah barat.
Erupsi abu vulkanik Ile Lewotolok, menurut Langoday, berlangsung sejak Jumat (27/11/2020), diawali dengan erupsi ringan sampai mencapai ketinggian 500 meter pada Minggu (29/11/2020) dini hari. Erupsi itu terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 34 mm dan durasi kurang lebih 2 menit.
Erupsi masih berlangsung sampai saat ini berupa embusan asap tebal kehitaman. Tidak ada lava panas atau gempa bumi dahsyat yang mengiringi erupsi itu. Saat ini Ile Lewoletolok berada pada level II (Waspada).
Ia mengingatkan agar masyarakat sekitar lereng Gunung Ile Lewotolok, pengunjung, pendaki, atau wisatawan agar tidak beraktivitas dalam zona perkiraan bahaya di dalam area kawah gunung Ile Lewotolok. Peringatan itu juga berlaku dalam radius 2 km dari area atau puncak kawah Ile Lewotolok.
Akibat erupsi itu, pada pukul 06.00 Wita ratusan warga panik dan mengungsi secara mandiri ke Lewoleba. Pukul 09.00 Wita, warga dievakuasi ke Lewoleba, pusat kota kabupaten Lembata, atau sekitar 30 km dari rumah mereka.
”Ada sekitar 30.500 warga yang berada di rumah jabatan lama bupati Lembata dan kantor-kantor pemerintah. Kebetulan hari ini Minggu sehingga pengungsi masih bisa menempati kantor itu, esok akan dibangun tenda darurat agar mereka bisa dievakuasi dari kantor ke tempat itu,” kata Langoday.
Pemda dan Satgas Covid-19 Lembata tetap menerapkan protokol kesehatan, yakni mengenakan masker dan sedapat mungkin menjaga jarak. Kecuali saat evakuasi di dalam kendaraan, para pengungsi ini sulit menjaga jarak, tetapi tetap mencuci tangan dan mengenakan masker.
Ada sekitar 30.500 warga yang berada di rumah jabatan lama bupati Lembata dan kantor-kantor pemerintah.
Saat di lokasi pengungsian, upaya menjaga jarak dan menghindari kerumunan serta mengenakan masker diterapkan. Mereka ditempatkan sesuai anggota keluarga.
Pemda telah mengalokasikan bantuan berupa beras 1 ton, mi instan 50 dus, terpal 25 lembar untuk tenda darurat, dan 50 dus air mineral gelas. Jumlah ini masih jauh dari yang dibutuhkan. Jumlah 30.500 pengungsi ini minimal 5 ton beras untuk satu pekan ke depan, demikian pula kebutuhan lain.
Pengungsi masih membutuhkan bantuan berupa terpal, selimut, sikat gigi, odol, sabun, air mineral, masker, susu bayi, makanan bayi, mi instan ,dan bahan hand sanitizer.
”Saya harap terjadi hujan deras di sekitar lereng gunung Ile Lewotolok sehingga bisa membersihkan abu vulkanik yang ada. Pengungsi terutama kaum pria bisa kembali mengambil hasil pertanian, seperti sayur dan buah-buahan di sana,” kata Langoday.
Kantor-kantor desa di dua kecamatan, di bawah lereng Gunung Ile Ape, puskesmas, dan fasilitas umum lain di dua kecamatan, di bawah lereng Gunung Ile Ape, ditutup sementara. Para kepala desa, dokter, perawat, dan bidan di dua kecamatan itu diarahkan juga ke Lewoleba untuk melayani pengungsi.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lembata Kanisius Making mengatakan, selain erupsi yang mengeluarkan abu dan batu vulkanik, juga terjadi longsor di beberapa titik di bawah kaki gunung Ile Lewotolok.
”BPBD Lembata sedang melakukan pendataan dampak yang ditimbulkan akibat erupsi itu, seperti rumah penduduk, korban luka, lahan pertanian warga, sumur warga, ternak peliharaan, dan fasilitas umum di wilayah itu,” kata Making.
Anggota DPRD NTT daerah pemilihan Lembata, Viktor Mado Watun, mengatakan telah berkoordinasi dengan Sekda Lembata agar para pengungsi tidak digabung di satu titik. Pemkab berusaha membangun tenda darurat dengan sekat berukuran 3 x 4 meter untuk setiap kepala keluarga.
Satgas Covid-19 juga mengatur antrean ke mandi, makan, dan kegiatan lain di lokasi pengungsian agar jarak antarpengungsi tetap terjaga. Satgas juga mengingatkan pengungsi agar tetap mengenakan masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan.
”Lembata saat ini sedang dalam zona merah Covid-19 dengan jumlah 27 kasus, 1 orang sembuh, 26 masih dirawat. Semua masyarakat Lembata harus waspada. Jangan anggap remeh. Jika tidak pascaerupsi ini, jumlah kasus bakal meledak,” kata Mado.