Gunung Merapi Keluarkan Empat Kali Lava Pijar dalam Semalam
Gunung Merapi terus mengeluarkan guguran lava pijar. Bahkan, pada Selasa (5/1/2021) malam, Gunung Merapi teramati mengeluarkan empat kali guguran lava pijar. Meski begitu, status Merapi masih Siaga (Level III).
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terus mengeluarkan guguran lava pijar. Bahkan, pada Selasa (5/1/2021) malam, Gunung Merapi teramati mengeluarkan empat kali guguran lava pijar. Meski begitu, status Merapi masih Siaga (Level III) karena belum ada peningkatan potensi bahaya.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), guguran lava pijar pada Selasa malam awalnya teramati pada pukul 18.47. Guguran yang teramati dari kamera pemantau (CCTV) milik BPPTKG itu tercatat di seismogram dengan amplitudo 3 milimeter (mm) dan durasi 32 detik.
Setelah itu, pada pukul 19.11, Gunung Merapi kembali mengalami guguran lava pijar yang juga terpantau dari CCTV milik BPPTKG. Pada pukul 22.37 dan 23.00, Merapi lagi-lagi mengeluarkan guguran lava pijar. Dua guguran lava pijar tersebut teramati dari Pos Pemantauan Gunung Merapi di wilayah Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY.
Selain guguran lava pijar, Gunung Merapi juga mengalami guguran material biasa pada Selasa malam kemarin. Berdasarkan data BPPTKG, pada Selasa pukul 18.00-24.00, total terjadi 23 kali guguran di Merapi. Guguran-guguran tersebut tercatat dengan amplitudo 3-41 mm dan durasi 11-127 detik. BPPTKG memperkirakan, jarak luncur guguran itu maksimal 500 meter ke arah barat daya.
Sementara itu, pada Rabu (6/1/2021) pukul 00.00-06.00, Merapi tercatat mengalami dua kali guguran lava pijar dengan intensitas kecil dan jarak luncur 400 meter. Pada periode tersebut, total terjadi 24 kali guguran di Gunung Merapi dengan amplitudo 4-55 mm dan durasi 14 detik hingga 75 detik.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyatakan, saat ini Gunung Merapi telah memasuki fase erupsi karena magma dari dalam tubuh gunung api tersebut sudah sampai di permukaan. Meski begitu, erupsi yang terjadi saat ini di Merapi masih merupakan fase awal. ”Secara teknis, Gunung Merapi saat ini sudah memasuki fase erupsi. Namun, ini baru merupakan awal. Proses ekstrusi (keluarnya) magma masih akan terjadi,” katanya.
Hanik menjelaskan, saat ini, proses ekstrusi magma terjadi di ujung bibir kawah sisi barat daya puncak Gunung Merapi. Oleh karena itu, sebagian magma yang keluar tersebut langsung runtuh dan menghasilkan lava pijar. ”Sekarang ini, munculnya material (magma) baru itu ada di ujung bibir kawah sehingga pada saat muncul langsung runtuh ke bawah,” tuturnya.
Dengan kondisi tersebut, Hanik menyatakan, Gunung Merapi sangat mungkin mengeluarkan guguran lava pijar lagi ke depan. Selain terus mengamati guguran lava pijar, BPPTKG juga memantau kemungkinan terbentuknya kubah lava baru di puncak Merapi. Apalagi, berdasarkan hasil pantauan BPPTKG dari citra satelit, saat ini sudah terdapat gundukan di puncak Merapi yang diduga merupakan material magma baru yang keluar dari dalam tubuh gunung.
Meski begitu, Hanik memaparkan, BPPTKG belum bisa memastikan apakah gundukan yang diduga material baru itu akan membentuk kubah lava baru atau tidak. Oleh karena itu, BPPTKG akan terus memantau gundukan material tersebut. ”Ini harus terus kita perhatikan. Kalau memang ini berkembang, ya, berarti ini kubah lava baru,” paparnya.
Berdasarkan data BPPTKG, pada Selasa pukul 18.00-24.00, total terjadi 23 kali guguran di Merapi. Guguran-guguran tersebut tercatat dengan amplitudo 3-41 mm dan durasi 11-127 detik.
Status Siaga
Hingga kini, BPPTKG belum menaikkan status Gunung Merapi sehingga status gunung api tersebut masih Siaga sejak 5 November 2020. Selain itu, BPPTKG juga belum memperluas radius bahaya karena potensi bahaya akibat erupsi Merapi juga masih sama dengan sebelumnya, yakni dalam jarak maksimal 5 kilometer (km) dari puncak.
Meski begitu, Hanik juga mengingatkan, aktivitas vulkanik Gunung Merapi saat ini masih tinggi. Oleh karena itu, masyarakat yang tinggal di lereng Merapi harus terus meningkatkan kesiapsiagaan. Apalagi, jika dibandingkan dengan kondisi erupsi tahun 2006, kondisi Merapi saat ini agak berbeda.
Hanik menuturkan, pada 2006, intensitas gempa vulkanik dangkal dan deformasi di Gunung Merapi cenderung menurun setelah magma dari dalam tubuh gunung mulai keluar. Namun, saat ini, intensitas gempa vulkanik dangkal dan deformasi di Merapi masih relatif tinggi meski magma telah mulai keluar.
Kepala Seksi Gunung Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso menyatakan, tingginya aktivitas vulkanik itu menunjukkan masih ada kemungkinan terjadi erupsi eksplosif di Gunung Merapi. Dengan kondisi tersebut, masyarakat dan pihak-pihak terkait diminta tetap siaga mengantisipasi aktivitas Merapi.
”Data pemantauan menunjukkan aktivitas Merapi masih tinggi. Jadi, probabilitas (kemungkinan) untuk erupsi eksplosif masih tinggi sehingga masyarakat harus tetap siaga,” ujar Agus.