Gubernur dan Wagub Sulteng Positif Covid-19, Opsi PSBB Mesti Dikaji
Gubernur Sulteng Longki Djangggola dan Wakil Gubernur Rusli Baco D Palabbi positif terinfeksi Covid-19. Keduanya tidak menunjukkan gejala klinis. Hal ini terjadi di tengah kasus penularan di Sulteng yang terus bertambah.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola dan Wakil Gubernur Sulteng Rusli Baco D Palabbi positif terinfeksi Covid-19. Keduanya tertular tanpa mengalami gejala klinis di tengah terus bertambahnya kasus Covid-19 di wilayah tersebut. Ombudsman setempat menyarankan opsi pembatasan sosial berskala besar di beberapa daerah dengan tingkat penularan tinggi.
Longki dan Rusli dinyatakan positif Covid-19 pada Selasa (5/1/2021). Sampel usap tenggorokan (swab) mereka diambil pada Senin (4/1/2021) sebagai bagian dari deteksi rutin. Saat ini keduanya menjalani isolasi mandiri di Rumah Dinas Gubernur Sulteng.
”Kondisi keduanya sehat secara medis. Mereka tak merasakan sakit atau keluhan apa pun. Sesuai dengan saran dokter, keduanya menjalani isolasi sampai dinyatakan negatif dari pemeriksaan sampel usap,” kata Pelaksana Tugas Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Sulteng Haris Kariming, di Palu, Sulteng, Kamis (7/1/2021).
Berdasarkan video yang dibagikan di salah satu grup percakapan untuk penanganan Covid-19, Longki dan Rusli berolahraga pagi secara terpisah. Keduanya lari santai di sekitar rumah dinas dengan memakai masker.
Sampel tes usap istri Longki dan istri Rusli telah diperiksa dengan hasil negatif. Keduanya tinggal di rumah pribadi masing-masing.
Haris menyebutkan, berdasarkan keterangan dokter yang menangani keduanya, virus sudah kurang aktif dan cenderung melemah sehingga risiko terhadap kesehatan berkurang. Selain itu, tingkat penularan terhadap orang lain juga kecil.
Terkait roda pemerintahan, Haris menyatakan, Longki dan Rusli masih tetap bekerja penuh. Keduanya bekerja dari rumah (work from home). ”Semuanya tetap berjalan dengan baik. Roda pemerintahan dijalankan secara virtual,” ujarnya.
Sementara itu, semua pegawai di lingkungan Sekretariat Daerah Sulteng sudah menjalani tes cepat metode pemeriksaan antigen dengan hasil nonreaktif. Dengan hasil itu, semuanya tetap beraktivitas normal. Sebagian besar bekerja dari rumah. Hanya 25 persen pegawai bekerja di kantor, terutama yang berumur lebih dari 50 tahun.
Terus bertambah
Positifnya Longki dan Rusli sekaligus mengonfirmasi terus bertambahnya kasus penularan di Sulteng. Jumlah kasus per Rabu (6/1/2021) 4.038 kejadian. Dari jumlah tersebut, 2.312 orang dinyatakan sembuh atau setara dengan 57 persen dan 118 orang meninggal (2,9 persen). Sebanyak 1.628 orang dirawat di rumah sakit dan fasilitas karantina/isolasi yang disediakan pemerintah. Secara umum, lebih banyak pengidap menjalani karantina daripada perawatan di rumah sakit.
Sebanyak 4.038 kasus tersebut merupakan lonjakan eksponensial dibandingkan dengan akhir September 2020 yang baru tercatat 344 kasus. Secara harian, tambahan kasus tak pernah kurang dari 50 kejadian. Bahkan, sudah tiga kali jumlah kasus tercatat lebih dari 100 kejadian, yakni pada 30 dan 31 Desember 2020, masing-masing 195 kasus dan 169 kasus serta pada 6 Januari 2021 sebanyak 162 kasus.
Kasus-kasus tersebut menyebar hampir di seluruh wilayah Sulteng dengan episentrum Palu, Morowali, Banggai, Poso, dan Parigi Moutong. Kelima daerah itu ditetapkan sebagai zona merah atau risiko tinggi penularan Covid-19.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulteng Sofyan F Lembah menyatakan, PSBB ketat untuk wilayah Jawa dan Bali semestinya bisa dijadikan peluang bagi daerah lain untuk menerapkan kebijakan serupa. ”Tinggal Pemerintah Provinsi Sulteng berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota yang kasusnya tinggi untuk berdiskusi kemungkinan PSBB. PSBB ini penting untuk menekan kasus karena ada pembatasan aktivitas dan mobilitas warga,” katanya.
Ia memastikan Ombudsman akan menyurati Pemprov Sulteng dan sejumlah kabupaten/kota yang kasusnya terus bertambah untuk memikirkan opsi PSBB. Kalaupun tidak diambil, mereka harus menjelaskannya kepada publik.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Palu, Rachmat Yasin, menyatakan, kasus-kasus di Palu merebak karena warga belum disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Masih banyak warga mengabaikan pencegahan dasar 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan/menjaga jarak). Edukasi kepada warga menjadi pekerjaan utama yang diharapkan bisa diemban semua elemen masyarakat.
Pengamatan Kompas mengonfirmasi pernyataan tersebut. Banyak pengendara sepeda motor tak memakai masker. Penjual dan pedagang kios di pinggir jalan juga terlihat tak memakai masker saat melayani pembeli.
Selain rendahnya disiplin pada protokol kesehatan, lanjut Yasin, saat ini pihaknya makin gencar menelusuri (tracing) kontak erat setiap kasus positif. Meskipun tak menyebutkan jumlah atau rasio, kasus-kasus di Palu yang bertambah signifikan disebutnya juga hasil pelacakan kontak erat yang masif tersebut. Hal itu diharapkan bisa memutus mata rantai penularan kasus.
Terkait kemungkinan Palu menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), Yasin menyatakan kebijakan yang diberlakukan saat ini sebenarnya juga bentuk PSBB. Kebijakan itu, misalnya, operasi yustisi pendisiplinan protokol kesehatan dan pemberlakuan surat keterangan hasil tes nonreaktif dengan metode pemeriksaan antigen untuk pelaku perjalanan yang memasuki Sulteng di titik-titik masuk. Selain itu, masih dibicarakan soal pemberlakuan jam malam berupa pemberhentian aktivitas pada malam hari.
Operasi yustisi berlaku sejak akhir September 2020. Operasi ini diterapkan serentak di Sulteng dengan sasaran menegakkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19, terutama pola dasar 3M. Sementara pemberlakuan aturan surat keterangan nonreaktif pemeriksaan antigen untuk pelaku perjalanan berlaku mulai 29 Desember 2020.