Ekonomi kreatif ditawarkan bagi masyarakat yang tercebur dalam praktik tambang liar. Salah satunya lewat budidaya madu. Usaha itu bisa jadi solusi menyetop praktik ilegal yang selama ini merusak lingkungan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Budidaya madu di areal sekitar tambang emas ilegal di Kabupaten Merangin, Jambi, didorong menjadi sentra budidaya madu. Bantuan lebah dan kotak madu pun secara bertahap disalurkan bagi para petambang dan eks pekerja tambang setempat.
”Masuknya gerakan budidaya madu kami harapkan menjadi langkah solusi bagi masyarakat,” kata Ajun Komisaris Besar Irwan Andy Purnamawan, Kepala Kepolisian Resor Merangin, Jumat (22/1/2021).
Program gerakan budidaya madu diinisiasi Polres Merangin. Program itu berjalan lewat kerja sama dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Merangin.
”Untuk tahun ini, dimulai pada 10 desa. Tiap desa dibantu 10 kotak budidaya madu,” lanjutnya. Harapannya budidaya terus meluas di desa-desa sehingga dapat mematikan praktik tambang emas liar di sana.
Bantuan awal diberikan kepada masyarakat Desa Muara Panco Barat, Kecamatan Sungai Manau. Para petambang membentuk kelompok tani pembudidaya madu. Mereka lalu dilatih petugas dari KPH Merangin.
Menurut Irwan, hasil budidaya madu sangat menjanjikan. Satu kotak budidaya itu menghasilkan 3 kilogram madu per bulan. Di tingkat petani, harga madu sekitar Rp 80.000 per kilogram. Itu berarti, untuk 100 kotak madu akan menghasilkan nilai Rp 24 juta per bulan.
Budidaya madu belakangan populer di Jambi. Madu diminati masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dan harganya pun menjanjikan. Petani karet yang sempat terpuruk perekonomiannya dan beralih menjadi petambang liar akan diajak beralih. Selain menjadi solusi ekonomi, budidaya madu juga mulai dikembangkan sebagai langkah penyelesaian konflik lahan dan hutan.
Salah satu lokasi budidaya madu yang berkembang pesat di kawasan hutan tanaman industri dikelola PT Agronusa Alam Sejahtera di Kabupaten Sarolangun. Budidaya madu semula 300 kotak, tetapi melesat dalam dua tahun terakhir. Kini, sudah lebih dari 3.000 kotak budidaya madu dikelola masyarakat di sekitar hutan.
Menurut Rusnal, budidaya madu merupakan ekonomi kreatif yang diharapkan bisa mengatasi persoalan maraknya pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah itu. ”Apalagi budidaya tersebut akan berjalan seiring dengan konservasi alam,” katanya.
Sebenarnya sudah sejak lama kami ingin berhenti dari tambang emas liar tetapi baru sekarang mendapatkan alternatif solusinya. (Musmayadi)
Dalam kondisi hutan terjaga dengan cadangan nektar yang memadai, komuni lebah akan memproduksi madu lebih banyak. Itu berarti jika hutan dirawat, akan mendatangkan manfaat ekonomi yang semakin besar bagi masyarakat sekitar.
Mantan pekerja tambang emas liar, Musmayadi, menyambut baik program itu. Ia bercerita sejak lama ingin membangun sumber ekonomi baru bagi keluarganya. ”Sebenarnya sudah sejak lama kami ingin berhenti dari tambang emas liar, tetapi baru sekarang mendapatkan alternatif solusinya,” katanya.
Hasil bekerja di tambang emas ilegal diakuinya tak sebanding dengan dampak negatif yang timbul. ”Air sungai kami jadi keruh sehingga kami harus membeli air bersih,” katanya. Maraknya tambang liar juga dikhawatirkan memicu longsor di desa itu.