Kota Banjarmasin Bangun Kesiapan Bencana Inklusif Difabel
Dokumen Kayuh Baimbai, panduan kesiapan bencana inklusif difabel, diluncurkan di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·4 menit baca
Video panduan kesiapan bencana inklusif difabel ditayangkan saat diskusi dan peluncuran dokumen Kayuh Baimbai, rancangan bersama panduan kesiapan bencana inklusif difabel di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (25/4/2024).
BANJARMASIN, KOMPAS — Sebuah panduan kesiapan bencana inklusif difabel diluncurkan di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dengan adanya panduan tersebut, warga difabel bisa diprioritaskan saat terjadi bencana. Mereka juga akan terlatih menyelamatkan diri sehingga jatuhnya korban jiwa bisa dihindari.
Peluncuran dokumen Kayuh Baimbai, rancangan bersama panduan kesiapan bencana inklusif difabel, dilaksanakan di Banjarmasin, Kamis (25/4/2024). Dokumen ini merupakan hasil penelitian Desy Ayu Pirmasari dan Katie McQuaid dari Universitas Leeds, Inggris, bersama Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Kota Banjarmasin.
Katie McQuaid mengatakan, proyek Kayuh Baimbai menerjemahkan hasil penelitian mereka terhadap disabilitas, perubahan iklim, dan bencana di Banjarmasin. Hasilnya diuraikan menjadi intervensi kreatif, yang dimotori para difabel sendiri untuk membentuk proses kesiapsiagaan bencana yang inklusif dan produksi pengetahuan dalam berbagai skala.
Dengan ini, kita memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang tertinggal, termasuk saudara-saudari kita yang difabel.
Proses kesiapsiagaan bencana itu mulai dari keterlibatan pemerintah kota dan praktisi kebencanaan serta petugas pemadam kebakaran, hingga bekerja secara kolaboratif dalam komunitas di antara para pemimpin, tetangga, serta keluarga besar ataupun dekat.
”Misinya untuk membangun kesiapan kelompok difabel dalam menghadapi bencana. Kami mengembangkan perangkat untuk menolong masyarakat dan keluarganya agar lebih siap menghadapi bencana, terutama banjir dan kebakaran,” kata Katie McQuaid.
Menurut Katie McQuaid, proyek Kayuh Baimbai berupaya menyelesaikan permasalahan sosial yang dihadapi kaum difabel. Mereka mencoba menghilangkan stigma yang melekat pada kelompok difabel dan membuat para difabel lebih percaya diri dalam menghadapi bencana.
”Tujuan kami ialah menyelesaikan permasalahan sosial terlebih dahulu. Kalau sudah selesai, baru masuk ke teknologi. Pendekatan teknologi itu tentu saja sangat penting, sama seperti pendekatan pada manusia,” kata antropolog dan lektor kepala (associate professor) di Universitas Leeds itu.
Ketua PPDI Kota Banjarmasin Slamet Triyadi mengatakan, Banjarmasin masih kerap dilanda bencana banjir dan kebakaran. Situasi itu membuat pihaknya merasa wajib ikut merumuskan panduan kesiapan bencana inklusif difabel di Banjarmasin.
”Kita semua harus siap menghadapi bencana. Terlebih bagi kaum difabel, mereka sendiri harus memahami bagaimana menyelamatkan diri saat terjadi bencana. Masyarakat juga diharapkan bisa menyelamatkan kaum difabel, yang termasuk kelompok rentan,” kata disabilitas netra ini.
Terlibat
Menurut Slamet Triyadi, kaum disabilitas terlibat dalam survei proyek Kayuh Baimbai. Mereka melakukan survei lapangan di tujuh kelurahan yang tersebar di lima kecamatan di Kota Banjarmasin. Jumlah warga disabilitas yang disurvei di tujuh kelurahan itu sekitar 300 orang.
”Rumah warga difabel itu juga telah ditempel dengan stiker. Tujuannya, agar masyarakat sekitar atau tim evakuasi di lapangan bisa langsung mengetahui keberadaan warga difabel dan memprioritaskan penyelamatan difabel,” katanya.
Slamet Triyadi mengatakan, panduan kesiapan bencana inklusif difabel akan dibagi-bagikan kepada para pemangku kepentingan, warga masyarakat, dan kelompok difabel. Harapannya, panduan tersebut diketahui oleh semua orang sehingga semua bisa mempersiapkan diri saat terjadi bencana. ”Kita harus bisa meminimalisir korban, tidak terkecuali dari kelompok difabel,” ujarnya.
Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina dalam sambutan yang disampaikan oleh Staf Ahli Bidang Kerja Sama dan Investasi Sekretariat Daerah Kota Banjarmasin Iwan Fitriady menyambut baik terlaksananya proyek penelitian Kayuh Baimbai, yang berbasis di Universitas Leeds, Inggris.
Proyek ini merekrut 15 difabel untuk melakukan survei terkait dengan keberadaan dan kondisi difabel di Banjarmasin. Selanjutnya, memproduksi rancangan bersama panduan kesiapan bencana inklusif difabel yang berfokus pada bencana banjir dan kebakaran.
”Panduan yang diluncurkan ini merupakan langkah strategis dalam membangun kesiapsiagaan terhadap bencana. Dengan ini, kita memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang tertinggal, termasuk saudara-saudari kita yang difabel,” kata Ibnu Sina.
Lebih siap
Menurut Ibnu Sina, visi proyek Kayuh Baimbai sangat mulia. Proyek penelitian ini tidak sekadar menciptakan panduan, tetapi juga mendukung pemberdayaan kelompok difabel untuk memiliki karakter yang tangguh dan percaya diri. Proyek ini layak menjadi contoh bagi kota dan kabupaten lain dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi masyarakat.
”Kami yakin, proyek ini dapat menjadi fondasi yang kuat untuk memastikan bahwa aksesibilitas dan inklusi tidak hanya kata-kata, tetapi dapat menjadi kenyataan yang bisa dirasakan bersama. Mudah-mudahan panduan ini membuat kita lebih siap dalam menghadapi bencana,” katanya.
Iwan Fitriady menambahkan, panduan kesiapan bencana inklusif difabel yang sudah dibuat akan ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan yang lain. ”Satuan kerja perangkat daerah terkait dan para pemangku kepentingan lain akan berkolaborasi menindaklanjuti produk ini agar bisa diimplementasikan dan dibuat langkah-langkah riil,” kata Iwan.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Banjarmasin Husni Thamrin menyampaikan, risiko bencana di Banjarmasin tergolong paling kecil di Kalimantan Selatan. Berdasarkan rekam jejak dan potensi bencana, tiga bencana utama di Banjarmasin ialah banjir, kekeringan (kebakaran lahan), dan cuaca ekstrem (angin puting beliung).
”Panduan kesiapan bencana inklusif difabel tentu akan sangat membantu kami dalam penanganan bencana di lapangan. Yang diutamakan saat terjadi bencana adalah evakuasi kaum rentan, termasuk kaum difabel, dan juga perempuan, ibu hamil, anak-anak, dan lansia,” kata Husni Thamrin.