Cuaca panas yang akhir-akhir ini melanda Yogyakarta bukan karena anomali tertentu, melainkan pengaruh pola musim normal.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mulai memasuki musim kemarau yang ditandai dengan peningkatan suhu udara di siang hari. Namun, suhu udara saat ini disebut masih dalam taraf normal. Meski begitu, suhu udara masih dapat meningkat hingga puncak musim kemarau pada Oktober nanti.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, Romadi, Senin (6/5/2024), mengatakan, awal Mei ini DIY memasuki musim kemarau. Awal kemarau ini mundur 10-20 hari dari pola normal, salah satunya karena dipengaruhi El Nino.
Romadi memaparkan, beberapa hari terakhir, BMKG Yogyakarta mencatat suhu maksimum di DIY mencapai 32-34 derajat celsius. Meski udara terasa panas, suhu itu disebutnya masih dalam taraf normal untuk DIY.
”Setiap daerah memang berbeda-beda suhu maksimumnya. Untuk DIY, suhu dikategorikan ekstrem jika di atas 35 derajat celsius. Untuk Jakarta, suhu dikatakan ekstrem kalau di atas 37 derajat celsius,” ujar Romadi.
Dia menjelaskan, peningkatan suhu pada siang hari bukan karena adanya anomali cuaca, melainkan disebabkan kelembaban lapisan atmosfer yang saat ini sangat kering. Kondisi itu menyebabkan tidak ada pertumbuhan awan di pagi hingga siang sehingga sinar matahari tak terhalang hingga permukaan bumi.
Romadi pun mengatakan, seiring makin jauh memasuki musim kemarau nanti, suhu maksimum di DIY juga akan meningkat hingga bisa mencapai 35 derajat celsius. Sebaliknya, pada malam hari, suhu bisa turun hingga rata-rata 22 derajat celsius.
”Peningkatan suhu diperkirakan terjadi pada Agustus-September dan puncak musim kemarau diprediksi pada Oktober,” ucap Romadi.
Meski telah memasuki musim kemarau, dia menambahkan, potensi hujan dengan durasi pendek di DIY masih ada. ”Hingga akhir Mei masih dimungkinkan turun hujan,” ucapnya.
Kepala Bidang Penanganan Darurat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Lilik Andi Aryanto mengatakan, pihaknya mengantisipasi potensi bencana seiring peralihan musim ini. Dua bencana yang paling sering terjadi di DIY pada musim kemarau adalah kekeringan dan kebakaran.
Lilik menjelaskan, tahun lalu, beberapa wilayah di empat kabupaten di DIY mengalami kekeringan. Keempat kabupaten itu adalah Sleman, Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul.
Beberapa kabupaten pun telah menyiapkan bantuan air bersih jika kekeringan kembali melanda. “Namun, berdasarkan prakiraan yang disampaikan BMKG, tahun ini adalah kemarau basah sehingga harapannya tidak terjadi kekeringan,” katanya.
Adapun untuk potensi kebakaran, Lilik menyebut, semua lima kabupaten/kota di DIY telah memiliki perjanjian kerja sama untuk penanganan kebakaran. Potensi kebakaran yang diantisipasi termasuk kebakaran hutan dan lahan.