Para atlet membutuhkan kepastian nasib mereka di pemusatan latihan nasional menyusul ditundanya ASEAN Para Games Filipina 2020 hingga batas waktu tidak tertentu. Mengembalikan atlet ke daerah masing-masing menjadi opsi.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sudah sepuluh bulan atlet nasional mengorbankan waktu dan tenaga berlatih untuk ASEAN Para Games Manila 2020. Namun, ajang yang sudah dinanti itu kembali mundur tanpa batas waktu ditentukan akibat epidemi virus corona. Kini, para atlet membutuhkan kepastian terkait nasib mereka di pemusatan latihan nasional.
Pelatnas ASEAN Para Games (APG) kabarnya akan dibubarkan karena keterbatasan dana. Pemerintah hanya menyediakan dana Rp 80 miliar tahun ini untuk Komite Paralimpiade Nasional (NPC) yang difokuskan untuk persiapan Paralimpiade Tokyo 2020.
Tidak ada lagi dana tersisa untuk APG yang seharusnya sudah berlangsung sejak Januari 2020. Ini merupakan pembatalan kedua kalinya. Pilihannya, pelatnas APG dibubarkan atau dana dibagi dengan konsekunsi mengorbankan persiapan menuju ajang olahraga disabilitas terbesar di dunia, Paralimpiade.
Atlet pelatnas cabang atletik Priyano mengatakan, dia bersama rekan-rekan lain sedang menunggu kepastian. “Utamanya kepastian, dipulangkan atau tidak. Kalau memang dipulangkan, kami bisa minta pelatih untuk rencana persiapan di daerah masing-masing,” kata atlet lembar cakram klasifikasi S26 itu saat dihubungi Rabu (12/2/2020).
Di daerah, atlet punya dua opsi yakni berlatih mandiri ataupun berlatih dengan pemusatan latihan daerah (pelatda). Meskipun intensitas latihannya tidak sebaik pelatnas, para atlet tetap bersemangat untuk mengikuti APG.
“(Kami) sudah berlatih 10 bulan dan melewati berbagai tahapan dan program. Kami mengorbankan waktu bersama keluarga dan tenaga untuk membela negara. Jadi, tidak mungkin berhenti di sini. Lebih baik berlatih di rumah sendiri dibandingkan harus mundur,” tutur atlet asal Cilacap, Jawa Tengah, ini.
Priyano membuka peluang bergabung dengan Pelatda Jateng. Namun, dia harus menyesuaikan dengan program di pelatda. Belum tentu daerah sudah memulai pemusatan jangka panjang mengingat agenda kompetisi terdekat, Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas), baru dimulai akhir 2020.
Kekecewaan juga diungkapkan atlet pelatnas nomor lomba lari, Nanda Mei Sholihah. “Jelas keadaan ini mempengaruhi banget program yang sudah disiapkan dari jauh-jauh kemarin. Tetapi kalau memang yang diprioritaskan yang lain, ya tidak bisa apa-apa,” ungkap atlet klasifikasi T47 atau keterbatasan tubuh bagian atas itu.
Perempuan yang sedang kuliah di Solo itu tetap bertekad menjalankan program latihan mandiri. Dia lebih memilih tinggal di Solo karena bisa dipantau langsung oleh sang pelatih sekaligus menjalani kuliah.
Atlet berusia 21 tahun ini tidak mau berhenti di tengah jalan. Dia bertekad membela Indonesia di ajang internasional untuk membalas kekecewaannya pada Asian Games 2018. Saat itu Nanda gagal tampil beberapa hari jelang lomba karena cedera kaki.
“Tidak mungkin kan sekarang berhenti gitu saja apalagi dari Filipina sendiri waktu pengundurannya belum ditentukan. Dengan laihan mandiri, nanti kalau tiba-tiba ada panggilan lagi, kan aku sudah siap juga,” pungkasnya yang menyumbang emas pada APG Kuala Lumpur 2017.
Di atletik saja, terdapat 48 dari total 55 atlet yang akan dipulangkan jika pelatnas APG dibubarkan. Gambaran ini menjadi cermin banyaknya jumlah atlet yang dipulangkan karena tidak masuk dalam program menuju Tokyo.
Pelatih Atletik NPC Slamet Widodo mengatakan, tim kepelatihan memang menunggu kepastian. Mereka akan merancang program untuk atlet agar kondisinya tidak menurun drastis saat pulang ke daerah.
“Sekarang belum ada keputusannya. Kasihan atlet. Jadi atlet masih berlatih seperti biasa. Kalau bisa cepat ada keputusan agar mereka bisa menentukan harus melakukan apa selanjutnya,” ucapnya.
Slamet berharap pelatnas bisa terus dilanjutkan. Namun, jika tidak memungkinkan, dia menyarankan atlet untuk dikembalikan ke daerah. “Sebenarnya persiapan sudah masuki prakompetisi sekarang. Tetapi, mau gimana lagi. Lebih baik di daerah karena sedang persiapan Peparnas. Kalau di Solo, kami bisa memberi program. Hanya saja, masalah makan mereka nanti tidak ada yang mengurus,” jelasnya.
Menurut Slamet, kontrol terhadap kondisi atlet bisa dilakukan dengan penyelenggaraan Kejuaran Nasional. Kabarnya, NPC sedang mempersiapkan Kejurnas yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.
Kemenpora menyampaikan, dana yang tersedia tahun ini untuk NPC hanya sekitar Rp 80 miliar. Uang itu seharusnya diperuntukkan bagi atlet-atlet yang tampil di Paralimpiade pada September 2020. Jika dibagi ke pelantas ASEAN Para Games, uang hanya bisa bertahan sampai Maret.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menyampaikan, terlalu berisiko jika mengorbankan persiapan paralimpiade demi pelatnas APG yang belum jelas waktu penyelenggaraannya. Pemerintah Filipina baru saja mengeluarkan peringatan untuk menghindari keramaian, seperti misalnya pertandingan olahraga. Risiko terburuknya, APG dibatalkan setelah dimundurkan berkali-kali.
“Saya sarankan lebih baik fokus Paralimpiade. Yang lainnya bisa dikembalikan ke pelatda dengan monitoring dari NPC. Tetapi, itu semua tergantung kebijakan NPC. Memang kurang efektif, tetapi tidak ada pilihan lain,” sebut Gatot.
Kemenpora belum memutuskan tenggat waktu untuk mundur dari APG. Negara lain seperti Thailand dan Singapura sudah menyatakan akan mundur jika APG mundur terus hingga September 2020.