Nasib Manchester City Seusai Dilarang Tampil Dua Tahun di Liga Champions
Prahara menghantam ”The Citizens” setelah dilarang tampil dua tahun di Liga Champions karena melanggar aturan ”financial fair play”. Juara bertahan Liga Primer itu bakal ditinggalkan para pemain dan pelatihnya.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
MANCHESTER, SABTU — Paul Ince, mantan pemain tim nasional Inggris, menggambarkan situasi Manchester City seperti kapal yang dihantam badai besar. Kekacauan besar menatap ”The Citizens” setelah dilarang tampil dua tahun di Liga Champions karena melanggar aturan financial fair play.
Ince melihat sang juara bertahan Liga Primer Inggris itu akan ditinggal para pemain hebat dan pelatihnya. ”City adalah salah satu klub terbesar. Pemain terbaik tentu ingin ke tim terbaik karena bisa bermain di Liga Champions,” kata bekas pemain Manchester United tersebut kepada BT Sport.
Seperti diketahui, UEFA pada Sabtu (15/2/2020) memutuskan City tidak akan tampil di Liga Champions musim 2020/2021 dan 2021/2022. Keputusan larangan tampil disertai denda 30 juta euro diambil setelah investigasi laporan keuangan 2012-2016 membuktikan City melakukan pelanggaran serius terhadap aturan financial fair play (FFP).
City terbukti bersalah karena pemalsuan dana sponsor untuk kaus, stadion, dan akademi klub. Dana sponsor sebesar 67,5 juta pounsterling ternyata mayoritas berasal dari pemilik klub, Sheikh Mansour, yang menyalurkannya lewat maskapai penerbangan negaranya, Etihad.
Berdasarkan laporan majalah asal Jerman, Der Spiegel, dana sponsor yang sebenarnya masuk hanya sekitar 8 juta poundsterling. Sementara sisanya dibayarkan oleh maskapai tersebut.
Tidak hanya pemain bintang yang akan pergi, menurut Ince. Pelatih terhebat sepanjang sejarah ”The Citizens”, Josep Guardiola, juga akan pergi meninggalkan Stadion Etihad, markas City.
”Untuk Pep (Guardiola), mereka harus memenangkannya (Liga Champions) musim ini. Jika mereka tidak tampil dua musim ke depan, pertanyaannya apa yang harus dilakukan Pep,” kata Ince.
Bagi Guardiola, bersaing di Liga Champions adalah sebuah keharusan bagi klub besar. Sebagai pelatih hebat, dia tentunya ingin memenangkan kompetisi dengan kasta tertinggi di antara klub Eropa tersebut.
Bersama Guardiola, City telah memenangkan dua gelar Liga Primer dan satu gelar Piala FA sejak 2016. Prestasi pelatih asal Spanyol dalam tiga tahun lebih itu menyamai raihan klub selama 45 tahun terakhir.
Kasus yang menyeret nama pemilik klub ini juga bisa berujung pada penjualan saham City. ”Jika keputusan ini ditegakkan, tidak akan mengejutkan saya melihat pemilik Sheikh Mansour menjual klub,” kata mantan penyerang City era 70-an, Rodney Marsh.
Tidak bisa dimungkiri, Mansour sangat berjasa dalam prestasi yang dihasilkan City pada satu dekade terakhir. Gelontoran uang darinya membuat City berubah menjadi tim kaya yang bisa membeli pemain mana saja.
Cabut gelar
Pertanyaan menohok datang dari kolumnis Daily Mail, Ian Ladyman. ”Jika tim tersukses meraih trofi dengan mencurangi sistem. Lantas apakah trofi itu akan benar-benar dihitung,” tanyanya.
Menurut Ladyman, kecurangan itu bertentangan dengan prinsip di sepak bola. Karena itu, jika banding City gagal, dia menuntut sejarah ditulis ulang. Gelar-gelar yang didapatkan City selama periode waktu tersebut harus dicabut. ”Karena ke mana pun mereka pergi, aroma ketidakjujuran akan mengikuti,” tulisnya.
Tentunya keputusan mencabut gelar bisa menjadi berkah untuk klub-klub Liga Inggris lainnya. Di Italia, Serie-A, gelar liga milik Juventus pada 2005/2006 diberikan kepada rival Inter Milan karena skandal calciopoli atau kasus pengaturan skor.
City, dalam pernyataan tertulisnya, menyatakan kecewa tetapi tidak terkejut dengan keputusan ini. Tim asal kota Manchester ini akan segera mengajukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS).
”Kasus diprakarsai UEFA, dituntut dan diadili UEFA. Dengan proses ini berakhir, klub akan banding dengan keputusan yang tidak memihak kami ini. Kami akan mulai dengan banding ke CAS,” jelas pernyataan tersebut. (AFP/REUTERS)