Setiap datang ke London, penyerang sayap Bayern Muenchen, Serge Gnabry, selalu membuat kejutan. Kali ini ia menghancurkan Chelsea dalam tiga menit. ”The Blues” kebobolan 3 gol, 2 gol di antaranya diciptakan oleh Gnabry.
Oleh
DOMINICUS HERPIN DEWANTO PUTRO
·3 menit baca
LONDON, RABU — Penyerang sayap Bayern Muenchen, Serge Gnabry, terbukti menjadi mimpi buruk bagi tim-tim asal London, Inggris, dalam ajang Liga Champions musim ini. Setelah menghancurkan Tottenham Hotspur pada fase grup, Gnabry kemudian membuyarkan mimpi Chelsea pada laga pertama babak 16 besar di Stadion Stamford Bridge, Rabu (26/2/2020) dini hari WIB. Chelsea dipermalukan di kandang sendiri, 0-3.
Ketika datang ke Stadion Tottenham Hotspur pada awal Oktober lalu, Bayern menang 7-2 dan Gnabry menyumbang empat gol. Tidak hanya mencetak gol, pemain berusia 24 tahun ini juga menyumbang satu asis.
Sosok Gnabry kemudian sempat tenggelam di balik bayang-bayang sang striker Bayern, Robert Lewandowski, ketika tim ”Die Roten” itu hendak bertandang ke Chelsea. Lewandowski merupakan pencetak gol terbanyak di Liga Jerman saat ini dengan 25 gol. Sebelum menghadapi Chelsea, striker Polandia ini juga telah mencetak 10 gol di Liga Champions.
Tidak ayal, Lewandowski menjadi kekhawatiran utama Chelsea pada laga itu. ”The Blues” tidak menyangka Gnabry-lah yang justru menjadi mimpi buruk mereka malam itu. Dalam waktu tiga menit, yaitu pada menit ke-51 dan ke-54, Gnabry sukses mencetak dua gol.
Sementara Lewandowski berperan sebagai pengumpan dan mencatat dua asis. Pada menit ke-76, Lewandowski baru bisa mencetak gol setelah mendapat umpan dari Alphonso Davies. Tiga gol dari Bayern itu membuat Chelsea harus menjalankan misi yang hampir mustahil pada laga kedua di Allianz Arena, kandang Bayern.
Dengan tertinggal tiga gol di kandang sendiri, Chelsea harus bisa menang 4-0 pada laga kedua jika ingin lolos ke babak perempat final. Dari penampilan Chelsea yang cenderung mengekspos kelemahan mereka selama laga pertama itu, peluang mereka untuk membalikkan keadaan di Allianz Arena pada pertandingan kedua tanggal 19 Maret 2020 sangatlah tipis.
”Ini adalah pelajaran pahit tentang realitas Liga Champions,” kata Manajer Chelsea Frank Lampard. Kemampuan Chelsea yang sekarang, kata Lampard, belum mencapai level yang dibutuhkan untuk tampil pada laga seperti ini.
Lampard semakin menyadari bahwa tugasnya untuk membangun tim masih sangat panjang. Ketimpangan kualitas sangat jelas terlihat pada laga tersebut. Chelsea lebih banyak diperkuat pemain muda yang masih minim jam terbang di Eropa dan tidak memiliki lini serang yang tajam. Sementara Bayern memiliki kekuatan yang lengkap di segala lini.
Belajar di London
Bagi Gnabry, London bukanlah kota yang asing lagi. Sebelum bersinar di Bayern, Gnabry pernah memperkuat Arsenal pada 2012-2016. Ia bergabung ke tim ”Meriam London” itu ketika masih berusia 16 tahun.
Bersama Arsenal, Gnabry belajar banyak mengenai kemandirian dan kegigihan. ”Sebagai anak yang berusia 16 tahun, tinggal jauh dari orangtua ataupun lingkungan rumah, kehidupan di London membuat saya cepat berkembang,” kata Gnabry dikutip BBC.
Arsenal sebenarnya hanya menjadi batu loncatan bagi Gnabry. Ia mengaku sudah bermimpi untuk bermain bersama Bayern sejak berumur 10 tahun. Setelah dari Arsenal, ia pindah ke Werder Bremen pada tahun 2016, dan satu tahun kemudian ia baru bisa mewujudkan mimpinya menjadi pemain Bayern.
Gnabry kemudian lebih sering dimainkan sejak Bayern tidak lagi memiliki Arjen Robben dan Franck Ribery. Bayern butuh para penyerang sayap pengganti dan sudah menemukannya pada sosok Gnabry dan Kingsley Coman.
Pelatih interim Bayern Muenchen, Hansi Flick, ternyata sudah lama memantau perkembangan Gnabry. ”Saya melihatnya bermain di Arsenal dan mengikuti perkembangannya secara intens,” katanya.
Gnabry, jika tetap tampil konsisten, berpeluang untuk mengantar Bayern kembali mengangkat trofi Liga Champions musim ini. Peluang itu sangat besar karena di lini depan masih ada senior-senior yang siap mendampingi terutama Lewandowski dan Thomas Mueller. (AFP/REUTERS)