Manajer Chelsea Frank Lampard telah mengusik ketenangan pemilik klub itu, Roman Abramovich, lewat serangkaian hasil buruk klub itu akhir-akhir ini. Laga kontra Bournemouth, Sabtu ini, bisa menjadi penentu nasib Lampard.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
LONDON, SABTU — Di Stamford Bridge, markas Chelsea, pemilik klub Roman Abramovich merupakan sosok tak tersentuh layaknya dewa. Taipan asal Rusia ini punya otoritas mutlak dalam pengambilan kebijakan klub, salah satunya memecat manajer yang tak disukainya.
Kekejaman Abramovich terhadap manajer-manajer Chelsea sudah terkenal di daratan Inggris. Media lokal The Telegraph menyebutnya sebagai pemilik klub terkejam yang pernah ada.
Setelah duduk tenang sejak awal musim, kursi nyaman Abramovich mulai terusik beberapa pekan terakhir. Pemilik klub sejak 2003 itu mulai menyoroti timnya yang berada dalam rentetan performa buruk di bawah asuhan Manajer Frank Lampard.
Lampard sempat meyakinkan pada awal musim. Namun, sejak Januari 2020, dia hanya berhasil membawa 2 kemenangan dari 7 pertandingan di Liga Inggris. Rata-rata poin yang diperolehnya hanya 1,28 angka per laga. Raihan itu timpang dibandingkan dengan periode Juli-Desember 2019 yang mana Chelsea mengoleksi 1,75 poin per laga dengan presentase kemenangan mencapai 55 persen.
Puncak dari penurunan performa itu adalah hasil memalukan ”The Blues” saat takluk 0-3 dari Bayern Munchen di kandang sendiri pada laga pertama babak 16 besar Liga Champions Eropa, Rabu lalu. Kekalahan ini membuat kans Chelsea nyaris sirna untuk lolos ke babak selanjutnya.
”Abramovich biasanya akan gelisah ketika sesuatu tidak berjalan dengan baik. Dia bukan pria yang menoleransi hasil buruk dalam jangka waktu lama,” kata pengamat sepak bola Inggris, Duncan Castles.
Sejarah membuktikan, Abramovich bukanlah pemilik yang sabar. Sejak 2003, dia sudah mengangkat total 13 manajer. Dua manajer, di antaranya Jose Mourinho dan Guus Hiddink, bahkan diangkat dua kali.
Sejarah membuktikan, Abramovich bukanlah pemilik yang sabar. Sejak 2003, dia sudah mengangkat total 13 manajer. Dari semuanya itu, manajer-manajer berkelas dunia itu rata-rata hanya mampu bertahan 446 hari.
Dari semuanya itu, manajer-manajer berkelas dunia itu rata-rata hanya mampu bertahan 446 hari (termasuk era Maurizio Sarri). Mereka semua dipecat sebelum masa kontraknya berakhir.
Kasus paling kejam adalah pemecatan Roberto Di Matteo pada 2012. Matteo sempat memberikan gelar impian Abramovich, yakni Liga Champions. Gelar itu merupakan yang pertama kali bagi klub asal London tersebut.
Namun, manajer asal Italia itu dipecat hanya 161 hari setelah diberikan kontrak tetap. Matteo sampai tidak bisa berkata banyak setelah dipecat. ”Jika kamu melihat sejarah, ini tidak hanya saya. Ini bisa dikritik ataupun tidak karena buktinya mereka memenangi banyak trofi dengan cara seperti ini,” ucap Matteo, seperti dikutip dari Dailymail.
Posisi Lampard jauh dari kata aman karena sejauh ini rekornya terbilang biasa saja dibandingkan dengan manajer-manajer sebelumnya. Statistik Transfermarkt menyebutkan, Lampard yang sudah menjalani 240 hari di Stamford Bridge merupakan manajer dengan raihan poin kedua terburuk sejak 2003, yaitu rata-rata 1,64 poin per laga. Dia hanya lebih baik daripada Hiddink dalam periode keduanya melatih (2015-2016), yaitu rata-rata 1,52 poin setiap laga.
Daily Express mengabarkan, posisi Lampard semakin tersudut karena konflik pada bursa transfer Januari dengan Direktur Chelsea Maria Granovskaia. Keduanya tidak menemui kesepakatan untuk membeli pemain yang dibutuhkan klub pada Januari.
Nasib ”Super Frank” bisa jadi ditentukan dalam pertandingan Liga Inggris pekan ini, yaitu Chelsea kontra Bournemouth, Sabtu (29/2/2020), di Stamford Bridge. Jika menuai hasil buruk lagi, bukan tidak mungkin hari penghakiman mantan gelandang serang The Blues itu akan datang lebih cepat.
Lampard mengatakan, tujuan utamanya saat ini adalah mengunci posisi empat besar Liga Inggris. ”Kami mengejar itu, kemudian akan meningkatkan kualitas tim pada musim panas nanti,” kata manajer asal Inggris tersebut.
Chelsea saat ini berada di posisi keempat Liga Inggris dengan mengoleksi 44 poin. Tammy Abraham dan rekan-rekan terus dibuntuti sang rival Manchester United yang berada di posisi kelima dengan 41 poin.
”Kami harus bekerja lebih keras lagi dan bermain lebih baik hingga akhir musim. Kami belum menyerah dan akan ke Muenchen lagi pada Liga Champions. Bermain dengan kebanggaan. Kita lihat apa hasilnya,” ujar Lampard.
Lampard terlihat meningkatkan kualitasnya dengan perlahan. Namun, hasil buruk pada pekan-pekan mendatang akan menjadi petaka baginya. Belajar dari kasus-kasus sebelumnya, Abramovich bukanlah pemilik yang percaya akan proses panjang. Pria Rusia ini adalah seorang pragmatis yang mengagungkan hasil dibandingkan dengan keindahan proses.