Keputusan PSSI untuk memberikan kewenangan kepada klub guna memotong gaji pemain menunjukkan pengabaian hak dasar pesepakbola. Kondisi pemain terancam semakin parah karena mereka masih dibayangi ancaman penunggakan gaji.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
Hoofddorp, Jumat – Federasi International Pesepakbola Profesional atau FIFPro mengecam keras kebijakan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia untuk memberikan gaji kepada pemain maksimal 25 persen dari nilai kontrak selama wabah Covid-19 di bulan Maret hingga Juni. Kritik keras yang dilayangkan FIFPro menambah daftar panjang persoalan terkait pemenuhan hak mendasar bagi para aktor lapangan hijau di Tanah Air.
Direktur Hukum FIFPro Roy Vermeer menyatakan, selama masa pandemi ini, sejumlah federasi sepak bola di seluruh dunia mengabaikan pemain dengan mengeluarkan keputusan yang memengaruhi hak dasar pemain sebagai pekerja. Vermeer mencontohkan, kasus yang menimpa para pemain di Indonesia menunjukkan penyelewengan yang dilakukan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Menurut dia, PSSI melakukan intervensi dalam hubungan kerja antara klub dengan pemain tanpa melakukan itikad baik terlebih dahulu, terutama mengundang asosiasi pemain untuk duduk bersama dan mencari kesepakatan yang adil. Padahal, ketika Covid-19 memengaruhi kompetisi di seluruh dunia, FIFA bersama para anggotanya, termasuk Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) telah meminta agar federasi sepak bola bekerja sama dengan klub dan pemain untuk menghadapi krisis akibat wabah.
Namun, kenyataannya, PSSI mengabaikan pola komunikasi yang terbuka bersama Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI). Hal itu tertuang dalam keputusan PSSI, akhir Maret, yang memberikan kewenangan kepada klub untuk membayar gaji pemain maksimal 25 persen dari nilai kontrak. Keputusan itu berlaku mulai Maret-Juni.
“Dengan fakta bahwa aturan itu berlaku sejak Maret menunjukkan PSSI tidak peduli dengan standar regulasi internasional yang diterbitkan FIFA dan AFC. Bahkan, keputusan itu menjadi bukti ketidakpeduliaan PSSI terhadap kesejahteraan pemain di Indonesia,” ujar Vermeer dalam keterangan tertulis yang dikeluarkan dari kantor pusat FIFPro di Hoofddorp, Belanda, Kamis (21/5/2020).
Dalam prakteknya, terdapat sejumlah klub yang mengklaim masih membayar penuh gaji pemain di bulan Maret, seperti Persib Bandung, PSIS Semarang, dan Persita Tangerang. Alasan ketiga klub itu ialah para pemain telah menjalani kewajibannya untuk melakukan pertandingan Liga 1 2020 yang telah dijalani tiga pekan. Sementara itu, 15 klub lainnya langsung menyesuaikan keputusan PSSI itu.
Lebih lanjut, Vermeer mengungkapkan, sejak April, tidak ada satu pun dari 18 kontestan Liga 1 2020 yang membayar hak pemain lebih dari 25 persen dari nilai kontrak. Dari jumlah itu, bahkan ada dua tim yang membayar gaji pemain kurang dari 10 persen dari kesepakatan kontrak di awal kompetisi.
Kondisi lebih memprihatinkan terjadi di Liga 2 2020. Mayoritas pemain di 24 klub Liga 2 2020 menerima rata-rata bayaran Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per bulan. Jumlah itu masih di bawah batas paling rendah untuk upah minimum regional (UMR) yang berada di kisaran Rp 3 juta-Rp 4 juta. Oleh karena itu, pemotongan gaji hingga 75 persen membuat para pesepakbola di Liga 2 hanya mendapat bayaran bulanan sekitar Rp 750.000 atau di bawah 20 persen dari UMR.
“Sebagian besar klub menggunakan keputusan PSSI untuk menurunkan gaji dan berlindung dari tuntutan membuka negosiasi dan kesepakatan dengan pemain,” ucap Vermeer.
Meskipun sudah ada keputusan terkait penurunan gaji itu, ternyata masih ada 31 pemain profesional di Tanah Air yang mengalami kendala tidak menerima gaji dari klubnya. Atas kondisi itu, APPI berencana membawa tuntutan hak para pemain itu kepada Badan Penyelesaian Sengketa Nasional Indonesia (National Dispute Resolution Chamber/NDRC). Terkait kondisi gaji yang belum dibayar sempat diungkapkan pemain klub Liga 2, PSKC Cimahi, yaitu Atep dan Siswanto yang sempat belum menerima gaji di bulan Maret. Adapun dari kontrak awal mereka baru menerima down payment (DP) dari nilai kontrak sebelum kompetisi berjalan.
Semakin parah
Selain penurunan gaji di masa pagebluk, FIFPro mencatat bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang masih ditemukan kasus klub tidak membayar gaji pemain hingga kompetisi usai. Kejadian itu, di antaranya dialami para pemain Sriwijaya FC di Liga 1 2018 dan Kalteng Putra pada Liga 1 2019.
“FIFPro semakin frustasi terhadap kegagalan para pemangku kepentingan untuk menerapkan standar kontrak pemain di Indonesia, sebab hal itu dibutuhkan agar klub dapat menjamin pemenuhan standar minimum hak para pemain. Tetapi, klub yang tidak melaksanakan dan memenuhi kesepakatan kontrak juga tidak diberi sanksi oleh PSSI, sehingga kondisi ini akan membuat situasi pemain semakin rentan dan memprihatinkan di masa krisis saat ini,” tutur Vermeer.
General Manager APPI Ponaryo Astaman mengungkapkan, pihaknya mengecam keputusan PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) yang tetap melaksanakan Liga 2 2020, 13 Maret lalu. Padahal, sejumlah klub masih memiliki tunggakan gaji di musim-musim sebelumnya. Klub itu, seperti PSPS Pekanbaru, PSMS Medan, Kalteng Putra, Perserang, dan Mitra Kutai Kertanegara.
PSPS, misalnya, meskipun telah dijatuhi putusan NDRC berupa larangan pendaftaran pemain di tingkat nasional dan internasional selama tiga periode transfer sebelum melunasi tunggakan gaji pemain, PSSI dan PT LIB tetap mengizinkan PSPS berlaga di Liga 2 2020. Selain itu, PSPS juga sempat menunggak gaji 12 pemain di Liga 2 2018. Permasalahan itu diselesaikan dengan pemberian cek sebesar Rp 500 juta sebelum Liga 2 2019 dimulai.
“Masalah klasik tunggakan gaji kembali terulang, sehingga kami sejatinya ingin agar seluruh klub menyelesaikan dulu kewajibannya sebelum liga bergulir. Kami menyayangkan kasus ini masih terjadi setiap tahun,” kata Ponaryo.
Adapun NDRC, akhir April lalu, telah mengabulkan tuntutan 25 pemain Kalteng Putra untuk pemenuhan gaji mereka di Liga 1 musim 2019. Chairman First Stage NDRC Indonesia Amir Burhanuddin menegaskan, Kalteng Putra harus memenuhi kewajibannya dalam waktu 45 hari setelah keputusan dikeluarkan. Andai gagal memenuhi tenggat waktu itu, Amir menekankan, pihaknya akan memberikan hukuman tambahan kepada klub yang berlaga di Liga 2 2020 itu.