Antara Gelembung Petaka dan Harapan di Olimpiade Tokyo
Panitia Olimpiade Tokyo berencana menerapkan sistem gelembung NBA dalam Olimpiade kali ini. Namun, sistem itu harus diterapkan dengan aturan pendukung yang tegas. Kalau tidak, gelembung harapan itu justru menjadi petaka.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
TOKYO, JUMAT — Di tengah pandemi Covid-19 yang belum teratasi, Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo berencana menerapkan sistem ”gelembung” liga bola basket utama Amerika Serikat atau NBA dalam Olimpiade musim panas ke-32 tersebut. Namun, sejumlah ahli menilai, sistem itu harus diterapkan dengan diikuti aturan-aturan pendukung yang matang.
Tujuannya, agar gelembung itu benar-benar berdampak positif untuk menjaga harapan keberlanjutan pesta olahraga dunia empat tahunan yang sudah tertunda setahun atau yang pertama sepanjang sejarah ajang tersebut. Sebaliknya, andai tidak disiapkan dengan terperinci, gelembung itu justru bisa menjadi petaka.
Menurut Japan Times dan Bloomberg, Rabu (31/3/2021), penyelenggara Olimpiade berencana meniru sistem gelembung yang diterapkan oleh operator NBA agar kompetisi bisa kembali bergulir di tengah wabah. Dengan sistem itu, para atlet dan pihak terkait yang berjumlah sekitar 1.000 orang diisolasi bersama di Walt Disney World Resort di Orlando, Florida, Amerika Serikat. Hasilnya, tidak terjadi infeksi selama kompetisi itu berjalan tiga bulan pada musim panas dan musim gugur 2020.
Model gelembung berhasil untuk NBA. Mungkin saja, ini bisa direplikasi dalam Olimpiade ini.
Nantinya, 30.000-60.000 orang, mulai dari atlet, pelatih, staf, media, hingga pekerja penting dari sekitar 200 negara yang terlibat Olimpiade, bakal dikarantina di Perkampungan Atlet Tokyo 2020. ”Model gelembung berhasil untuk NBA. Mungkin saja, ini bisa direplikasi dalam Olimpiade ini,” ujar Direktur Scripps Research Translational Science Institute Eric Topol.
Perlu persiapan matang
Akan tetapi, sistem tersebut perlu dilengkapi aturan-aturan yang tegas agar gelembung itu tidak menjadi petaka. Apalagi Perkampungan Atlet dirancang sebagai tempat orang-orang bertemu dan bersosialisasi. Jika tidak ada langkah preventif, Olimpiade tidak hanya menjadi pemicu pandemi lebih besar di Jepang, tetapi juga menjadi kuali varian baru yang dikumpulkan dari seluruh dunia.
Risiko itu bisa menjadi awal pandemi global yang lebih mengerikan. ”Berdasarkan jumlah orang yang datang dan prevalensi penyakit di seluruh dunia, Olimpiade benar-benar bisa menjadi acara superspreading yang menyebabkan cukup banyak penularan dan menyebar secara internasional saat orang-orang itu kembali ke rumah,” kata ahli penyakit menular dari University of Texas, Austin, AS, Spencer Fox.
Sejauh ini, tata cara berinteraksi di Perkampungan Atlet masih belum jelas. Padahal, selain atlet remaja dengan usia rata-rata 20-an tahun atau kelompok di mana penyebaran virus lebih sulit dikendalikan, Olimpiade melibatkan sukarelawan dan petugas lokal yang patut keluar-masuk gelembung secara teratur untuk membantu acara, mulai dari memasak makanan, membersihkan fasilitas, hingga menjalankan kegiatan lainnya.
Tidak jelas bagaimana staf yang berjumlah sekitar 150.000 orang itu akan ditangani dan buku pedoman belum menawarkan instruksi dengan eksplisit. ”Meskin pedoman umum sudah ditulis, tidak jelas seberapa ketat aturan itu diterapkan,” kata Alex Cook, profesor kesehatan masyarakat di Universitas Nasional Singapura.
Tes dan vaksinasi
Dokter penyakit menular di Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins, AS, Amesh Adalja, mengatakan, salah satu strategi untuk mengurangi risiko infeksi guna mendukung sistem gelembung itu dengan penerapan tes tambahan bagi para peserta. Setelah menjalani tes Covid-19 negatif sebelum terbang ke Jepang, mereka harus menjalani tes tambahan setidaknya setiap empat hari.
Di sisi lain, sebelum Olimpiade, semua orang yang terlibat dianjurkan mendapatkan vaksinasi. ”Ini menjadi metodologi utama agar Olimpiade tetap berjalan sesuai jadwal walapun masih berada dalam suasana wabah,” kata Adalja.
Sementara itu, wabah Covid-19 belum teratasi di Jepang. Bahkan, pawai obor Olimpiade di Osaka, akhir bulan ini, akhirnya dibatalkan menyusul lonjakan tajam penyebaran penyakit tersebut. Padahal, itu hanya seminggu setelah upacara pembukaan estafet api abadi tersebut yang dimulai dari Fukushima, Jumat (26/3).
Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga, dikutip Kyodo News, Jumat (2/4/2021), menyampaikan, pawai obor itu telah dibatalkan setelah pemerintah meminta Osaka dan dua prefektur lainnya untuk mengambil tindakan lebih ketat terhadap penanganan pandemi selama 5 April-5 Mei. Sejak keadaan darurat dicabut sebulan lalu, angka infeksi Covid-19 di Osaka terus meningkat. Per Kamis (1/4/2021), otoritas terkait mengonfirmasi ada 616 kasus baru di sana atau tertinggi sejak awal tahun ini. (REUTERS)