Vietnam dan Thailand Jadi Pilihan, Indonesia Tak Dilirik
Perusahaan yang memindahkan produksi dari China lebih memilih Vietnam dan Thailand sebagai tujuan utama. Mengapa bukan Indonesia?
Pemindahan pabrik dari China terjadi juga meski dilakukan oleh hanya sedikit perusahaan. Dari sedikit perusahaan itu, pilihannya adalah negara-negara di ASEAN. Namun, Indonesia bukan pilihan.
Perusahaan yang memindahkan produksi lebih memilih Vietnam dan Thailand sebagai tujuan utama. Negara lain yang tersebut sebagai limpahan produksi adalah Malaysia dan Myanmar, serta negara lain di luar ASEAN, India, dan Taiwan.
Pembuat furnitur Lovesac Co merupakan salah satu perusahaan yang memindahkan produksinya. ”Kami secara agresif telah memindahkan produksi ke Vietnam,” kata Shawn Nelson, pemimpin Lovesac Co. Perusahaan itu mengambil tindakan ekstrem dengan mengosongkan produksi di China akhir 2020.
Perusahaan iRobot Corp telah memulai pemindahan pabrik ke Malaysia pada 2019 ini. Cummins Inc, perusahaan pembuat mesin diesel, memindahkan produksinya ke India dan negara lain.
Namun, sekali lagi hanya sedikit yang melakukan itu. Selebihnya, walaupun pindah, mereka membiarkan produksi di China tetap berlangsung. Garis produksi yang dipindahkan adalah yang memproduksi untuk tujuan pasar Amerika Serikat. Yeti Holdings Inc meninggalkan China, tetapi tidak menutup sama sekali produksi di China.
ASEAN berebut
Dari sedikit yang melakukan relokasi, ASEAN berebutan untuk menjadikan diri sebagai basis produksi limpahan. Akan tetapi, hanya Vietnam yang paling sukses dari semua pilihan negara. Vietnam beruntung dengan upah rendah, pekerja bermotivasi, prosedur bisnis yang sederhana, dan kedekatan wilayah dengan China dengan memiliki perbatasan darat langsung.
Sebuah studi yang dilakukan Nomura terhadap 56 perusahaan yang melakukan relokasi dari China memperlihatkan 26 perusahaan memilih Vietnam, 11 ke Taiwan, dan 8 ke Thailand.
Baca juga : Indonesia Tak Masuk Radar, Kalah dari Negara Lain di ASEAN
Hal itu membuat cerita relokasi pabrik dari China menjadi menarik. Mengapa Vietnam? Negara itu bukan yang paling unggul dari sisi transportasi, kemudahan berbisnis, dan juga bukan terhebat dari sisi daya saing secara global.
Rupanya ada keunikan Vietnam, berdasarkan penelitian yang dilakukan Rabobank. Mengutip metodologi para pakar, Rabobank menggunakan empat indikator untuk mengukur, ke mana perusahaan asal China hijrah.
Vietnam memiliki kesamaan jenis produk ekspor dengan China sehingga Vietnam memiliki keahlian yang mirip dengan yang ada pada jaringan produksi di China. Hal itu didukung skor baik soal upah rendah, walau Vietnam bukan negara yang paling rendah soal upah.
Vietnam juga bukan paling bagus soal kekuatan kelembagaan dan kalah dari Singapura. Faktor kemiripan ekspor dan posisi Vietnam yang berbatasan dengan China secara langsung telah membuat negara ini unggul.
RI sibuk berpolitik
Dari semua indikator itu, Indonesia memang tidak masuk dalam urutan tertinggi. Dan, secara keseluruhan, Indonesia ada pada urutan ke-9 sebagai negara pilihan relokasi industri dari China.
Namun, sekali lagi tidak terjadi eksodus besar-besaran pabrik asal China ke seberang. Hanya sedikit yang hijrah. Pada umumnya perusahaan-perusahaan tidak memiliki urgensi tinggi untuk berpindah dari China.
Masalahnya perusahaan-perusahaan yang berbisnis di China juga mengincar pasar China yang besar sehingga bertahan di China menjadi pilihan terbaik. Berada di China untuk melakukan ekspor sekaligus melayani pasar domestik China menjadi hal yang membuat relokasi besar-besaran tidak terjadi.
Lagi pula eksodus dari China tidak menjamin AS di bawah Presiden Donald Trump akan meluputkan negara-negara tujuan relokasi dari tembakan tarif.
Meski demikian, memang tetap menjadi hal menarik. Dari sedikit perusahaan yang hijrah, mengapa Indonesia tidak masuk dalam daftar tujuan utama relokasi. Sebenarnya hal itu tidak mengherankan. Indonesia relatif tidak pernah terpikir hingga mengimplementasikan program secara nyata agar menjadi tujuan dari basis produksi global.
Infrastruktur dan kelembagaan Indonesia tidak masuk dalam radar perusahaan-perusahaan berorientasi ekspor. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial Anton J Supit secara sederhana menyimpulkan demikian. ”Kita tidak serius sebagai sebuah negara. Kita tidak memikirkan program untuk menjadikan diri sebagai basis produksi global. Pahit kata, kita baru saja usai menjalankan pemilu, para elite juga sudah sibuk membahas Pemilu 2024,” kata Anton. Tidak ada fokus dari elite soal itu.
Kembali ke China
Namun, jangan terlalu berkecil hati soal relokasi produksi asal China ini. Negara paling serius menjaring relokasi dari China pun tidak berhasil. Ada juga pabrik yang sudah hijrah, lalu balik lagi ke China.
”Dalam dua tahun terakhir, sejumlah perusahaan yang hijrah telah datang kembali karena tidak menemukan lokasi yang cocok untuk bisnis mereka,” demikian juru bicara Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional China, Meng Wei, pada jumpa pers, Selasa, 9 Agustus 2019.
Baca juga : Yang Dibutuhkan untuk Menggantikan China sebagai Basis Produksi
Harian berbahasa Inggris, The Global Times, mengisahkan seorang pekerja level manajer di perusahaan yang berbasis di Dongguan, dengan nama keluarga Wu. Perusahaan tempat Wu bekerja, yang hijrah ke Kamboja pada 2016, pindah lagi ke China dua tahun kemudian.
”Infrastruktur pelabuhan yang tidak tersedia dalam kualitas bagus, demikian pula jaringan transportasi, dan lebih penting perbedaan budaya membuat perusahaan menarik mundur,” demikian Wu. Masalah lain lagi ialah ketidakpastian kebijakan.
Perusahaan yang sempat hijrah ke Vietnam juga kembali lagi ke China. Ada masalah soal pendanaan, kemitraan, dan operasional. Ketenagakerjaan menjadi masalah lain seperti permintaan kenaikan upah yang tidak diiringi dengan kenaikan produktivitas. Dedikasi seperti yang diperlihatkan para pekerja China tidak ditemukan di seberang, dalam hal ini negara-negara Asia Tenggara.
Akumulasi pembangunan 30 tahun di China tidak bisa dilawan oleh negara dengan program pembangunan yang baru berlangsung beberapa tahun saja belakangan ini.
Pabrik yang berencana pindah ke Vietnam menemukan kesulitan. Vietnam belum memiliki kapasitas produksi yang menyamai China. Vietnam juga tidak memiliki jaringan infrastruktur yang menjadi jaminan di China. (Habis)