Mendorong Perubahan Dunia dengan G-20
G-20 perlu diubah pendekatannya, dari toko obrolan (talking shop) menjadi parade aksi (parade of actions) yang mempertimbangkan berbagai kepentingan bersama, network interdependence dan keuntungan bersama.
Indonesia resmi memegang tampuk presidensi G-20 sejak akhir 2021. Sambutan hangat dari berbagai kalangan, baik di dalam maupun luar negeri, menyiratkan harapan agar G-20 menjadi forum yang tepat untuk menyusun solusi bersama bagi masalah global.
Kita perlu pahami dari catatan perjalanan penyelenggaraan, G-20 dibentuk sebagai forum dialog gagasan yang sifatnya informal, fleksibel dan menghasilkan mufakat secara sukarela. Namun, tak sedikit gagasan cemerlang yang lahir di G-20, justru menjadi acuan kebijakan global, terutama dalam mengatasi krisis keuangan.
Saat ini kita berada di tahun ketiga pandemi Covid-19, dunia menanti terobosan forum G-20. Krisis yang terjadi saat ini bukan karena persoalan ekonomi dan keuangan, tetapi masalah kesehatan yang memicu krisis ke sektor ekonomi dan keuangan. Dialog di G-20 saja tak akan memadai, untuk mendorong perubahan agar dunia segera pulih dari masalah kesehatan, ekonomi, keuangan dan persoalan turunan lainnya.
Dialog di G-20 saja tak akan memadai, untuk mendorong perubahan agar dunia segera pulih dari masalah kesehatan, ekonomi, keuangan dan persoalan turunan lainnya.
Dari narasi ke parade aksi
Memang dialog intensif dan sinergi yang cukup harmonis antar negara maju dan berkembang di G-20, tampak menjanjikan masa depan yang lebih baik bagi tata kelola global. Namun informalitas forum G-20 memberikan warna tersendiri dalam diplomasi internasional.
Terobosan-terobosan ditawarkan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan global, putusannya tak mengikat dan lebih banyak berperan sebagai norm-setter yang penuh dengan konsep-konsep yang perlu aksi nyata. Minimnya monitoring terhadap deliverables atau hasil terimplementasi, menghalangi output konkret dari deklarasi dan grandious communiques yang dihasilkan.
Untuk itu G-20 perlu diubah pendekatannya, dari toko obrolan (talking shop) menjadi parade aksi (parade of actions) yang mempertimbangkan berbagai kepentingan bersama (common interests), network interdependence dan keuntungan bersama (mutual benefit). Legitimasi G-20 sebagai premier forum kerja sama ekonomi global, harus disertai dengan langkah kebijakan yang menjadi kepentingan bersama untuk dibangun dengan semangat kolaborasi atau gotong royong global.
Baca juga : G-20 dan Momentum Transformasi
Tiga agenda prioritas
Presiden Joko Widodo sebagai pemegang mandat dunia, telah memberikan arahan tiga agenda prioritas utama presidensi G-20 Indonesia, yakni: Arseitektur Kesehatan Global (Global Health Architecture), Transformasi Ekonomi Digital (Digital Economy Transformation) dan Transisi Energi (Energy Transitions). Ketiga agenda ini menjadi acuan untuk mewujudkan tema presidensi G-20 Indonesia, recover together, recover stronger atau pulih bersama.
Membangun dan menata ulang arsitektur kesehatan global merupakan tantangan besar yang dihadapi dunia saat ini dalam mengatasi krisis kesehatan. Interkoneksi yang tercipta akibat globalisasi, menyadarkan dunia bahwa upaya pemulihan pandemi tak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Pemulihan yang menyeluruh hanya dapat terwujud melalui rangkaian aksi antar negara, yang terkoordinasi secara efektif melalui komitmen bersama di forum multilateral.
Pendanaan pencegahan pandemi yang sistematis dan berkelanjutan, adalah hal krusial dan melibatkan sumber daya dari sektor publik, swasta dan filantropi serta lembaga keuangan internasional.
Digitalisasi ekonomi memungkinkan model bisnis yang unik dan belum pernah terjadi sebelumnya, namun juga membawa tantangan baru. Perlu dipastikan agar manfaat dari berkembangnya dan meningkatnya tuntutan akan teknologi digital dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama oleh sektor UMKM. Literasi dan kemampuan digital masyarakat harus ditingkatkan, namun keamanan data negara dan masyarakat harus tetap dijaga.
Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi internet rata-rata 49 persen per tahun, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi internet tercepat di Asia Tenggara. Indonesia menunjukkan potensi tinggi sebagai tujuan investasi di sektor ekonomi digital, dan jadi negara penerima investasi digital platform terbesar di ASEAN di 2021.
Transisi menuju energi yang bersih dan terjangkau merupakan urgensi untuk pembangunan berkelanjutan. Negara-negara anggota G-20 perlu berpartisipasi dalam pembiayaan, proyek investasi, serta transfer pengetahuan dan teknologi. Indonesia menyambut baik penggunaan kendaraan yang lebih ramah lingkungan. Indonesia memiliki 24 persen dari total cadangan nikel dunia dan berpeluang besar untuk berpartisipasi dalam rantai pasok baterai dan kendaraan listrik.
Tepat saatnya bagi Indonesia menawarkan kepada para pemimpin G-20, agar memanfaatkan forum G-20 untuk membahas langkah-langkah konkret, mengakselerasi implementasi rencana aksi G-20 yang telah ada, merespons tantangan kesehatan, ekonomi, dan sosial, akibat Covid-19 dan mencegah dampak perubahan iklim yang lebih luas.
Indonesia menawarkan kerja sama pada ketiga isu prioritas yang mendatangkan keuntungan bersama bagi anggota G-20. Policy network G-20 yang luas tersebut perlu ditopang oleh keikutsertaan pemerintah, komunitas bisnis, organisasi internasional, dan Transnational Movement dalam G-20, dengan interkoneksi yang kuat untuk mendukung pencapaian output G-20 yang dapat dirasakan bersama.
Bagi Indonesia, perhelatan G-20 memiliki dampak langsung dan tak langsung bagi perekonomian.
Saluran bilateral
Lebih lanjut, upaya untuk mencapai output konkret itu bisa dioptimalkan melalui saluran bilateral dengan negara-negara anggota G-20. Melalui skema Economic Powerhouse, manfaat kerja sama yang dirintis melalui jalur bilateral bisa dirasakan bersama oleh negara G-20 lainnya. Minat investasi bilateral dari negara anggota G-20, misalnya, bisa ditarik untuk membangun pusat produksi kendaraan listrik dan sistem penyimpanan enegi (Energy Storage System) di kawasan ASEAN dan global.
Bagi Indonesia, perhelatan G-20 memiliki dampak langsung dan tak langsung bagi perekonomian. G-20 bisa menjadi ajang showcase kemajuan sosial ekonomi Indonesia, pengenalan budaya Nusantara, dan mendukung peningkatan target investasi. Manfaat pertumbuhan ekonomi itu perlu diredistribusikan agar inklusif dan merata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, misalnya melalui penyerapan tenaga kerja.
Baca juga : Forum B-20 Tak Hanya Milik Pebisnis Elite
Indonesia juga terus melakukan peningkatan kualitas SDM, antara lain lewat program upskilling dan reskilling berkolaborasi dengan dunia industri. Percepatan pembangunan infrastruktur yang berkontribusi pada peningkatan investasi dan iklim usaha terus digenjot.
Sejumlah prioritas pembangunan lain juga telah ditetapkan dan implementasinya tengah berlangsung, di antaranya peningkatan produksi pangan melalui pengembangan Food Estate, penerapan konsep pembangunan rendah karbon, transformasi menuju ekonomi digital melalui perluasan, pemerataan, serta peningkatan kualitas infrastruktur dan layanan digital. Keseluruhan kebijakan ini selaras dengan agenda G-20 di mana Indonesia dapat berperan untuk memperjuangkan berbagai kepentingan dan juga kepentingan komunitas global.
Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Ketua I Bidang Sherpa Track Presidensi G20 Indonesia