Setelah selesainya sidang perselisihan hasil pemilu presiden di Mahkamah Konstitusi, kerja keras menanti semua pihak. Diingatkan, agenda politik Indonesia tidak hanya berhenti di pemilu presiden. Banyak agenda kebangsaan yang membutuhkan kerja keras untuk menyelesaikannya.
Oleh
AMR/FER/WHY/IAM/A07/A15
·4 menit baca
Catatan Redaksi: Berita ini terbit di halaman 1 Harian Kompas edisi 23 Agustus 2014 dengan judul “Kerja Keras Jangan Berhenti di Pilpres”.
JAKARTA, KOMPAS -- Perselisihan hasil pemilu presiden telah usai di Mahkamah Konstitusi. Semua pihak pun diingatkan bahwa agenda politik Indonesia tidak hanya berhenti di pemilu presiden. Masih banyak agenda kebangsaan yang menanti dan butuh kerja keras semua pihak untuk menggapainya.
Perilaku para elite politik pun diharapkan bisa mencerminkan sikap kenegarawanan yang mengedepankan visi bangsa masa depan.
Hal itu terangkum dalam diskusi penyikapan putusan Mahkamah Konstitusi yang digelar di Jakarta, Jumat (22/8), oleh Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Pemilu. Koalisi ini terdiri atas lembaga swadaya masyarakat pemerhati pemilu, seperti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima), Indonesia Legal Roundtable (ILR), Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (GPSP), Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Indonesia Parliamentary Center (IPC), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), serta Constitutional and Electoral Reform Centre (Correct).
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini mengingatkan, elite politik jangan terus-menerus ”menggoreng” opini yang salah dengan dalil hak konstitusional, tetapi ujung-ujungnya tetap saja untuk kepentingan elite semata.
”Sekarang yang mengkhawatirkan itu justru perilaku elite politik. Masyarakat kita sudah menunjukkan kedewasaan dan bisa menerima hasil pilpres,” kata Titi.
Relawan terus mengawal
Presiden terpilih Joko Widodo, kemarin, dalam acara silaturahim dengan relawan yang diadakan Partai Nasdem di Jakarta meminta relawan terus melakukan tugasnya mengawal pemerintah. Caranya dengan melaporkan hal-hal yang belum baik, terutama yang berada di daerah terpencil.
”Kami meminta tolong agar lima tahun lagi kami ditemani dan dijaga. Masih ada tugas yang lebih besar bagi bangsa ini. Sampaikan keluhan dari rakyat di daerah kepada kami,” kata Jokowi. Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla juga hadir dalam acara tersebut.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa M Hanif Dhakiri, kemarin, mengajak semua pihak menyudahi polemik soal hasil pemilu. Bangsa Indonesia diharapkan bersama-sama membantu dan mengawal persiapan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Jokowi-JK.
”Kita dorong yang menang rangkul yang kalah dan yang kalah agar berjiwa besar untuk bisa menerima kekalahan dan selanjutnya bersama-sama kita bangun Indonesia,” kata Hanif.
Dewasa berdemokrasi
Setelah putusan Mahkamah Konstitusi, Kamis lalu, yang menolak permohonan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, kondisi keamanan di Tanah Air mulai berlangsung normal. Menurut Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, hal ini membuktikan kedewasaan demokrasi masyarakat Indonesia.
”Meskipun sempat ada kekhawatiran terjadi kerusuhan, masyarakat sudah jernih dan cerdas mengikuti proses pemilu presiden. Mereka tidak terprovokasi,” kata Djoko Suyanto.
Dalam kesempatan itu, hadir pula Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Kepala Polri Jenderal (Pol) Sutarman, Panglima TNI Jenderal Moeldoko, dan Kepala Badan Intelijen Negara Marciano Norman.
Djoko Suyanto mengapresiasi pengunjuk rasa di sejumlah daerah yang patuh hukum.
Meskipun sempat ada massa yang merusak fasilitas publik dan menyerang anggota kepolisian di Jakarta, Kamis lalu, mayoritas pengunjuk rasa di Ibu Kota tetap tertib peraturan. Hal itu ditandai dengan bubarnya massa setelah izin aksi selesai pukul 18.00.
Mulai Jumat, Polri juga telah menurunkan status pengamanan menjadi Siaga II. Sebelumnya, sejak Selasa, Polri menetapkan Siaga I.
”Hasil pemantauan di seluruh Indonesia, kami putuskan untuk menurunkan status keamanan,” ujar Sutarman.
Gamawan berharap kedewasaan berdemokrasi masyarakat pada pilpres ini bisa menjadi contoh untuk pelaksanaan pemilu kepala daerah (pilkada) tahun 2015. Direncanakan ada sekitar 200 pilkada tahun depan.
Paspampres jangan kaku
Mulai kemarin, Moeldoko memastikan Jokowi dan JK akan diberikan pengamanan very-very important person (VVIP) dari Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres).
Kekuatan pengawalan tersebut adalah 37 personel Grup D Paspampres, 7 mobil, dan 3 sepeda motor. Paspampres Grup D juga melakukan pengamanan jarak dekat bagi mantan presiden dan mantan wakil presiden, beserta keluarganya.
”Setelah dilantik dan resmi menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, pengamanan Jokowi-JK akan bertambah. Kami otomatis mengerahkan anggota Paspampres Grup A untuk Jokowi sebagai presiden dan Grup B untuk JK selaku wapres,” kata Moeldoko.
Komandan Paspampres Mayor Jenderal Doni Monardo menyatakan kesiapannya mengawal presiden-wakil presiden terpilih Jokowi-JK.
”Prinsipnya, kapan pun Paspampres siap menjalankan tugas mengawal presiden terpilih,” kata Doni.
Laksamana Pertama Darwanto, Wakil Asisten Operasi Panglima TNI, mengatakan, meskipun Jokowi gemar blusukan, pihaknya akan tetap mengamankan sesuai dengan protokoler.
”Prinsipnya ada saran-saran, sejauh mana, ke mana itu harus dilakukan pengamanan. Apabila tidak aman, tugas kita semakin berat. Kalau tidak aman, tugas Paspampres menyampaikannya,” kata Darwanto.
Perwakilan capres-cawapres terpilih, Sudjatmiko Aribowo, yang menerima serah terima pengamanan untuk capres-cawapres terpilih dari Paspampres, mengatakan, salah satu permintaan dari Jokowi adalah agar pengamanan Paspampres nantinya tak kaku. Jika dikawal secara ketat, tak memungkinkan interaksi intensif dengan rakyat.