Tak Ada Karpet Merah untuk Gibran di Pilkada Solo 2020
Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo, akan diberlakukan sama dengan bakal calon wali kota Solo lain yang ingin memperoleh tiket pencalonan dari PDI-P. Meski demikian, Gibran dinilai memiliki keunggulan.
Oleh
AGNES THEODORA/DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekalipun berstatus anak Presiden Joko Widodo, bukan berarti Gibran Rakabuming Raka akan dengan mudah menerima tiket pencalonan maju di Pemilihan Kepala Daerah Solo 2020 dari PDI-P. Namun, kansnya terbuka untuk memperoleh tiket karena dia muda dan meniti usahanya sendiri tanpa bantuan bapaknya.
”Kalau dalam proses penjaringannya, di partai ini equal treatment atau semua diperlakukan sama. Mohon izin, tentu Mas Gibran tidak diberikan karpet merah,” kata Ketua Pemenangan Pemilu PDI-P yang juga Ketua Fraksi PDI-P di DPR, Bambang Wuryanto, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (12/12/2019).
Kamis pagi, Gibran mendaftar sebagai calon wali kota Solo 2020 di Dewan Pimpinan Daerah PDI-P Jawa Tengah.
Ini langkah politik lanjutan dari Gibran setelah dia ditolak Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Solo dengan alasan pengurus cabang telah memutuskan mengajukan pasangan bakal calon wali kota-wakil wali kota Solo Achmad Purnomo-Teguh Prakosa ke Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P Jawa Tengah dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P untuk diproses. Achmad saat ini menjabat Wakil Wali Kota Solo, sedangkan Teguh Prakosa merupakan Ketua DPRD Solo periode 2014-2019.
Mendapat penolakan, Gibran tidak berhenti. Dia pun menemui Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di kediaman Megawati di Jakarta, akhir Oktober lalu.
Menurut Bambang, kans Gibran untuk memperoleh tiket dari PDI-P terbuka karena dia muda. Gibran saat ini berusia 32 tahun.
”Kalian lihat medsos (media sosial) hari ini. Medsos berbunyi, berikan kesempatan tokoh-tokoh muda. Kalau saya sudah tua, istirahat. Berikan kesempatan bagi yang muda,” kata Bambang.
Presiden Joko Widodo, lanjutnya, sudah menunjukkan itu dengan memberikan ruang bagi anak muda untuk menjadi menteri dan juga staf khusus presiden. Tidak hanya di dalam negeri, dia juga merujuk pada pemimpin-pemimpin di luar negeri yang masih muda.
”Jadi, ini adik-adik milenial sedang naik daun, dunia pun trennya seperti itu,” ujarnya.
Berangkat dari tren itu pula, menurut Bambang, PDI-P akan memprioritaskan calon dari kalangan milenial di Pilkada 2020.
Selain karena muda, Bambang melihat Gibran tidak memanfaatkan jabatan bapaknya saat meniti usahanya berjualan martabak. ”Dia jual martabak, dia kenali lapangan, dia kenali rakyat melalui itu tanpa memanfaatkan bapaknya,” ucapnya.
Hal ini sekaligus menepis anggapan orang bahwa Gibran maju dalam pilkada karena berstatus putra presiden. Selain itu, hal itu juga menepis pandangan bahwa Presiden Jokowi membangun dinasti politik dengan majunya Gibran plus menantu presiden, Bobby Nasution, di Pilkada Medan 2020.
Keputusan Megawati
Selanjutnya, ujar Bambang, PDI-P akan memprosesnya. Namun, untuk daerah-daerah khusus seperti Solo, keputusan pencalonan akan diambil oleh Megawati.
Solo dimasukkan dalam kategori daerah khusus karena putra presiden ikut mendaftar sebagai calon dari PDI-P. ”Jika keputusannya berdampak pada skala nasional, maka Ibu yang ambil keputusan. Lha wong putra presiden, mau ngomong apa,” ujarnya.
Dia yakin, jika Megawati sudah mengambil keputusan, seluruh kader akan mematuhinya, apa pun keputusan itu, sekalipun DPC PDI-P Solo telah mengajukan bakal calon lain untuk Pilkada Solo 2020.
Tak hanya Bambang Wuryanto, Ketua Bidang Politik dan Keamanan PDI-P Puan Maharani juga tak mempersoalkan niat Gibran yang ingin maju di Pilkada Solo 2020. Menurut dia, mencalonkan diri sebagai wali kota adalah hak politik Gibran. Pencalonan Gibran tak perlu dipersoalkan selama dia mengikuti mekanisme internal yang normatif, yang berlaku terhadap semua bakal calon yang ingin mendapatkan tiket pencalonan dari PDI-P.
”Mekanismenya kami minta tetap dilakukan secara normatif. Artinya, semua harus ikut proses yang ada di internal,” kata Puan.
Dihubungi secara terpisah, peneliti pada Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana, melihat majunya Gibran dan Bobby tak bisa dielakkan bagian dari dinasti politik Presiden Jokowi. Namun, hal itu bukan hal yang tabu dan tidak dilarang pula oleh aturan hukum.
Yang terpenting, PDI-P tidak memberikan karpet merah kepada Gibran dan Bobby. ”Mereka harus mengikuti mekanisme penjaringan calon yang berlaku di partai politik karena bisa jadi ada calon-calon lain yang tidak kalah berkualitas dari mereka,” ucapnya.
Mereka harus mengikuti mekanisme penjaringan calon yang berlaku di partai politik karena bisa jadi ada calon-calon lain yang tidak kalah berkualitas dari mereka.
Jangan sampai karena keduanya bagian dari keluarga presiden, lantas dengan mudahnya mendapat tiket pencalonan dari PDI-P. Jika hal itu terjadi, justru bisa menjadi bumerang bagi partai. Tak hanya bagi partai, hal tersebut juga bisa merugikan Presiden Jokowi.
Jika partai melakukan proses penjaringan secara fair dan transparan, dan dari proses itu Gibran dan Bobby terpilih untuk diusung oleh PDI-P, kans keduanya untuk bisa memenangi pilkada menjanjikan. Ini karena keduanya sudah dikenal publik karena merupakan bagian dari keluarga presiden.