Menakar Efektivitas Pembatasan Sosial
Penerapan pembatasan sosial berskala besar secara bertahap sejak 10 April lalu di sejumlah daerah dinilai efektif menghambat laju penularan Covid-19. Hal ini diungkapkan 57 persen pembaca ”Kompas” lewat survei.
Laju pertumbuhan kasus positif Covid-19 mulai melambat seiring penerapan pembatasan sosial berskala besar di sejumlah daerah. Meski begitu, upaya preventif memutus rantai penularan masih harus dilakukan secara ketat.
Penerapan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang dilakukan bertahap sejak 10 April lalu di sejumlah daerah dinilai efektif oleh publik untuk menghambat laju penularan Covid-19. Hal ini diungkapkan oleh 57 persen responden dalam jajak pendapat Litbang Kompas pada 22-24 April 2020.
Pandangan publik ini berbanding lurus dengan melambatnya laju pertumbuhan kasus positif Covid-19 secara harian di Indonesia. Sebelum PSBB diterapkan, tepatnya sejak 13 Maret hingga 9 April, ada kenaikan tren pertumbuhan pasien positif yang cukup pesat.
Namun, pada 10-30 April, penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia mulai melambat. Meski secara harian belum menunjukkan penurunan jumlah kasus positif yang signifikan, garis tren penambahan kasus per hari mulai melandai. Artinya, pertumbuhan jumlah pasien positif Covid-19 tak secepat ketika PSBB belum diterapkan.
PSBB telah diterapkan pada tiga provinsi dan 22 kabupaten/kota di Indonesia. Tak hanya di Pulau Jawa, daerah-daerah di luar Pulau Jawa, seperti Provinsi Sumatera Barat; Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan; hingga Kota Makassar, Sulawesi Selatan; turut menerapkan PSBB.
Baca juga : Pembatasan Sosial, Langkah Awal Menuju ”The New Normal”
Kondisi yang lebih baik dicatatkan oleh DKI Jakarta. Menurut laporan harian Pemprov DKI Jakarta, laju pertumbuhan kasus positif Covid-19 mulai menunjukkan tren penurunan sejak PSBB diterapkan 10 April lalu. Bahkan, pada pekan terakhir April lalu, penambahan pasien positif secara rata-rata dapat ditekan di bawah 100 kasus per hari.
Laju pertumbuhan kasus positif Covid-19 mulai menunjukkan tren penurunan sejak PSBB diterapkan 10 April lalu. Bahkan, pada pekan terakhir April lalu, penambahan pasien positif secara rata-rata dapat ditekan di bawah 100 kasus per hari.
Tren di Indonesia, khususnya DKI Jakarta sebagai episentrum penyebaran Covid-19, mulai menyamai beberapa negara lain. Italia, misalnya, menunjukkan tren penurunan kasus positif harian setelah menerapkan kebijakan isolasi wilayah. Kondisi serupa juga dialami oleh Malaysia yang mencatatkan penambahan kasus positif harian Covid-19 dalam jumlah puluhan. Sebelumnya, penambahan kasus positif mencapai ratusan per hari pada pertengahan Maret hingga pertengahan April lalu.
Laju pertumbuhan kasus positif Covid-19 yang melandai juga tidak terlepas dari pengetatan oleh sejumlah pemda, baik melalui PSBB ataupun tidak. Di Solo, Jawa Tengah, misalnya, semua pemudik harus menjalani karantina selama 14 hari di Graha Wisata Niaga demi menjamin kesehatan sebelum berkumpul dengan keluarga.
Belum bisa disimpulkan
Meski laju pertumbuhan kasus positif Covid-19 di Indonesia mulai menunjukkan tren melandai, pembatasan sosial secara ketat masih perlu dilakukan. Bahkan, enam dari 10 responden dalam jajak pendapat mengungkapkan, PSBB perlu dilakukan pada semua provinsi di Indonesia demi menekan angka penularan.
Ada tiga indikator utama mengapa pembatasan sosial secara ketat dibutuhkan. Pertama, penambahan kasus positif Covid-19 harian masih tinggi. Meski tren penambahan pasien terinfeksi melandai, jumlah kasus positif harian di Indonesia secara rata-rata pada 10-30 April mencapai 325 kasus. Artinya, penambahan pasien positif masih tinggi meski melambat.
Apalagi, melandainya penambahan kasus positif secara harian belum dapat dijadikan kesimpulan Indonesia telah melalui puncak pandemi. Pasalnya, tes cepat secara masif mulai dilakukan di daerah-daerah di luar Jabodetabek. Artinya, angka kasus positif secara harian bisa saja meningkat jika ditemukan banyak kasus reaktif terhadap tes cepat.
Kedua, pengetatan pembatasan sosial dibutuhkan mengingat kian banyak daerah baru yang terjangkit Covid-19. Tren perlambatan kasus positif Covid-19 berbanding terbalik dengan bertambahnya daerah baru yang melaporkan pasien terjangkit Covid-19.
Menurut catatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, sebanyak 310 kabupaten/kota telah terjangkit Covid-19 hingga akhir April lalu. Dalam waktu 15 hari, terdapat penambahan 114 kabupaten/kota yang baru melaporkan adanya pasien positif.
Pesatnya penyebaran Covid-19 di sejumlah daerah bisa jadi tak terlepas dari banyaknya pekerja migran yang pulang kampung. Kondisi ini juga diungkapkan oleh 23,8 persen responden yang menyatakan masih ada orang di lingkungan sekitar pulang kampung sebelum resmi dilarang.
Ketiga, tingkat kedisiplinan masyarakat masih rendah. Imbauan pemerintah untuk tidak berkegiatan di luar rumah belum dijalankan secara optimal di sejumlah daerah. Kondisi ini terekam dalam jajak pendapat. Enam dari 10 responden mengatakan masih menemukan orang-orang di lingkungan sekitar yang bekerja seperti biasa di luar rumah. Tentu ini tak terlepas dari upaya masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mengingat tidak semua kelompok masyarakat menerima bantuan pemerintah.
Begitu pun dengan pemakaian masker. Sebanyak 41,8 persen responden mengatakan masih melihat orang-orang di lingkungan sekitar berada di luar rumah tanpa masker. Sepertiga responden juga mengungkapkan masih melihat warga berkumpul tanpa menjaga jarak fisik. Hal ini menunjukkan, pembatasan secara ketat masih perlu dilakukan.
Sebanyak 41,8 persen responden mengatakan masih melihat orang-orang di lingkungan sekitar berada di luar rumah tanpa masker. Sepertiga responden pun mengungkapkan masih melihat warga berkumpul tanpa menjaga jarak fisik.
Tantangan
Pengetatan pembatasan sosial memang menghadapi sejumlah tantangan. Tidak adanya sanksi tegas dan konsisten menjadi persoalan utama yang dinilai responden sebagai penyebab kurang efektifnya PSBB. Selain itu, distribusi bantuan sembako yang kurang tepat sasaran serta kurangnya sosialisasi menjadi penyebab ketidakpatuhan masyarakat.
Baca juga : Pedoman Pembatasan Sosial Penanganan Covid-19 Terlalu Rumit dan Birokratis
Jika ketidakpatuhan itu berdampak pada makin banyaknya penambahan kasus positif Covid-19, publik menilai pemerintah perlu mengambil langkah alternatif. Sebanyak 65,5 persen responden menilai, pemerintah perlu melakukan karantina wilayah jika PSBB tidak berhasil mengurangi kasus positif Covid-19 secara signifikan. Kebijakan ini dapat dilakukan khususnya bagi kabupaten/kota yang mencatatkan penambahan jumlah pasien positif Covid-19 meski PSBB telah diterapkan.
Tantangan lain yang harus diatasi dalam penerapan pembatasan sosial adalah pada sektor keamanan. Pasalnya, sebanyak 49,9 persen responden menilai telah terjadi peningkatan kasus pencurian di lingkungan sekitar sejak pembatasan sosial diterapkan. Pemerintah dan masyarakat harus bahu-membahu mencari jalan keluar untuk setiap hambatan selama masa pembatasan sosial demi memutus rantai penularan Covid-19. Kerja sama dan kesadaran semua pihak sangat dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan kondisi.