Keberadaan pekerja Penanganan Prasarana dan Sarana Umum serta pekerja harian lepas idealnya mendukung warga DKI Jakarta di berbagai persoalan lingkungan. Namun, warga merasakan kinerja pasukan pelayanan dengan berbagai kekhususan itu justru menurun.
Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) telah hadir di Ibu Kota sejak 2015 melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 169 Tahun 2015 tentang Penanganan Prasarana dan Sarana Tingkat Kelurahan. Mereka identik dengan sebutan pasukan oranye berkat seragam yang dikenakan selama berdinas. Sesuai dengan Keputusan Gubernur Nomor 2331 Tahun 2016, jumlah pasukan ini cukup banyak, yaitu mencapai 20.190 orang dan tersebar di 267 kelurahan di Jakarta.
Selain pasukan oranye, ada juga pasukan biru, hijau, dan ungu yang dibentuk berlandaskan Pergub DKI Jakarta No 212/2016. Setiap pasukan ini berada di bawah koordinasi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang berbeda.
Pasukan oranye berada di bawah kelurahan. Adapun pasukan lain yang juga disebut pekerja harian lepas (PHL) berturut-turut berada di bawah Dinas Pertamanan dan Pemakaman, Dinas Sumber Daya Air, dan Dinas Sosial.
Kehadiran pasukan-pasukan ini antara lain bertujuan membantu sejumlah persoalan yang muncul di sekitar lingkungan tempat tinggal warga. Contoh persoalan itu antara lain jalan rusak, saluran mampat, pohon tumbang, timbunan sampah liar, penerangan jalan, dan gelandangan.
Meski sama-sama perlu diperbaiki, setiap persoalan itu memiliki skala prioritas yang berbeda. Hal ini terlihat dari hasil jajak pendapat Kompas akhir Januari 2020. Beragam persoalan, khususnya saluran air, menjadi sorotan sepertiga lebih warga. Persoalan sampah juga menjadi sorotan seperempat warga lainnya, disusul persoalan jalan dan trotoar serta lampu penerangan jalan.
Saluran air dan timbunan sampah menjadi fokus sorotan warga karena kerap kali menjadi biang kerok banjir. Banjir besar pada awal 2020 memaksa 31.232 warga Jakarta mengungsi karena rumah mereka terendam.
Warga sebenarnya juga memahami bahwa persoalan saluran air dan sampah tak lepas dari peran aktif mereka. Persoalan kebersihan dan timbunan sampah, menurut hampir tiga perempat warga, juga menjadi bagian dari tanggung jawab mereka. Sama halnya dengan saluran air yang dinilai serupa oleh sekitar separuh responden.
Namun, pendapat warga dapat juga dipahami sebagai kecondongan apatisme warga terhadap kehadiran bantuan petugas PPSU dan PHL.
Kondisi itu dapat disebabkan oleh ketidakkonsistenan mereka hadir di tengah warga. Hanya 41,7 persen responden yang menemukan pasukan ini sedang bertugas di lingkungan tempat tinggal mereka setiap hari. Ada responden lainnya yang baru menemukannya beberapa hari dalam seminggu (16,4 persen), seminggu sekali (11,8 persen), sebulan sekali (12,2 persen), dan sisanya ada yang lebih dari satu bulan.
Padahal, menurut peraturan, pelaksanaan khususnya PPSU tingkat kelurahan dianjurkan dilakukan setiap hari. Hari kerjanya enam hari dalam seminggu dan dalam satu hari dibagi dalam dua jam kerja, yaitu 07.00-15.00 dan 15.00-23.00. Sementara jumlah petugas PPSU berentang antara 43 dan 183 orang di setiap kelurahan. Jumlah terbanyak ada di Kelurahan Kelapa Gading Barat dan paling sedikit ada di Kelurahan Kayu Manis dan Kalianyar.
Kinerja
Dengan pembagian jadwal dan jumlah petugas ini, seharusnya PPSU dapat menjangkau setiap wilayah di kelurahan dengan baik. Contohnya Kelurahan Cikini di Jakarta Pusat memiliki luas wilayah 0,82 kilometer persegi dengan 52 petugas PPSU. Artinya, jika dalam satu hari dibagi dalam dua jam kerja, setiap petugas di Cikini rata-rata bertanggung jawab terhadap 0,03 kilometer persegi atau setara dengan tiga kali lapangan sepak bola.
Sayang, kinerja PPSU dan PHL justru dinilai menurun oleh warga. Dalam tiga bulan belakangan, hanya empat dari 10 responden yang menilai kinerja PPSU dan PHL cepat dan pekerjaannya memuaskan. Sementara jajak pendapat Kompas empat tahun lalu (April 2016) menunjukkan, responden yang menjawab demikian 62,8 persen. Padahal, saat itu PHL justru belum ideal terbentuk.
Demikian juga dengan tingkat kepuasan warga. Secara umum, sekitar 6 dari 10 responden mengaku puas terhadap kinerja PPSU dan PHL. Tingkat kepuasan warga cenderung berkurang dibandingkan dengan jajak pendapat Kompas pada Mei 2017 yang mencapai 85,2 persen responden.
Menurunnya apresiasi warga ini berbanding terbalik dengan banyaknya petugas, baik PPSU di tingkat kelurahan maupun PHL di tingkat kabupaten/kota. Bagaimanapun PPSU dan PHL jadi harapan sekaligus mitra warga dalam menjaga lingkungan Jakarta. Kehadirannya sangat diperlukan untuk merawat lingkungan-lingkungan kecil di Ibu Kota hingga dapat menciptakan kota yang nyaman.
Namun, semua ini tidak dapat terwujud jika kinerja pasukan andalan warga ini tidak segera dibenahi. Sebab, di atas kertas, kemampuan yang mereka miliki sangat mumpuni. (LITBANG KOMPAS)