Hingga tiga hari ke depan, hujan lebat masih mengancam daerah ibu kota DKI Jakarta dan sekitarnya.
Oleh
YOESEP BUDIANTO
·3 menit baca
Peringatan dini hujan lebat disertai petir dan angin kencang dengan durasi singkat di wilayah DKI Jakarta masih berlanjut hingga tiga hari ke depan. Bencana banjir harus terus diwaspadai.
Hujan yang mengguyur wilayah DKI Jakarta sejak Senin (24/2/2020) malam hingga Selasa (25/2) dini hari menyebabkan banjir di sejumlah lokasi. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memantau bahwa intensitas hujan di Ibu Kota termasuk dalam kategori sangat lebat dan ekstrem dengan curah hujan sebesar lebih dari 150 mm per hari.
Stasiun pencatat curah hujan melaporkan, intensitas tertinggi atau ekstrem berada di area Kemayoran, Pulo Gadung, Pulomas, Manggarai, Halim Perdanakusuma, Sunter, dan Setiabudi. Curah hujan terukur pada intensitas lebih dari 200 mm per hari.
Berdasarkan pantauan BMKG, sepanjang 25-27 Februari 2020 hujan ringan hingga lebat akan mendominasi cuaca di wiayah DKI Jakarta. Hujan dengan intensitas ringan cenderung terjadi saat pagi hingga siang hari.
Sementara hujan sedang hingga lebat disertai petir paling banyak terjadi saat malam hingga dini hari. Cuaca saat siang dan sore hari didominasi berawan dan berawan tebal. Beberapa titik di Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur akan terjadi hujan lokal.
BMKG juga memantau tingkat kelembaban udara di DKI Jakarta yang cukup tinggi. Selama tiga hari ke depan, tingkat kelembaban berkisar 70-100 persen. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kandungan air di udara berpotensi membentuk awan hujan.
Curah hujan tinggi masih akan terus terjadi karena wilayah ekuator sedang berada di puncak musim hujan, yaitu bulan Januari dan Februari 2020. Prediksi BMKG menyebutkan, secara umum sifat hujan masih normal, tetapi kejadian hujan lebat disertai petir dalam durasi singat masih bisa terjadi.
Apabila memperhatikan fenomena atmosfer yang berpengaruh pada iklim/musim di Indonesia, seperti El Nino-La Nina, sirkulasi monsun dan daerah pertemuan angin masih dalam kondisi normal atau netral.
Beberapa lokasi di Indonesia saat ini menjadi titik pertemuan angin antartropis, salah satunya wilayah Jawa, termasuk DKI Jakarta. Daerah pertemuan ini berpotensi terjadinya pertumbuhan awan-awan hujan dengan intensitas lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain.
Secara regional, daerah pertemuan tersebut berada di sekitar perairan barat Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Papua bagian selatan. Pergerakan angin di wilayah Indonesia saat ini didominasi angin baratan atau berasal dari daratan dan perairan sekitar Asia yang bersifat basah.
Ancaman siklon tropis
Fenomena atmosfer lain yang berpotensi meningkatkan curah hujan di Indonesia adalah keberadaan siklon tropis. Pantauan Tropical Cyclone Warning Center Jakarta atau TCWC pada 24 Februari 2020 menunjukkan ada dua sistem aktif siklon di selatan Indonesia, yaitu siklon Ferdinand dan Esther.
Sistem siklon Ferdinand berada di perairan selatan Nusa Tenggara dengan jarak lebih dekat dibandingkan dengan siklon Esther di pesisir teluk utara Australia. TCWC mengeluarkan pemberitahuan dua siklon yang aktif masih dalam lingkup sebagai pertimbangan pembuatan prakiraan cuaca.
Sistem siklon yang diwaspadai adalah siklon Ferdinand dengan posisi 590 kilometer dari kepulauan Nusa Tenggara. Arah pergerakan siklon ke selatan barat daya dengan kecepatan 8 kilometer per jam. Kecepatan angin di dalam sistem siklon tersebut mencapai 45 knots atau 85 kilometer per jam.
Intensitas tertinggi pada 24 jam ke depan adalah potensi terbentuknya badai atau hurricane. Setidaknya ada tiga dampak adanya siklon Ferdinand. Pertama, hujan intensitas sedang-lebat di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Kedua, gelombang laut dengan ketinggian 1,25 hingga 2,5 meter di Samudra Hindia bagian selatan kepulauan Nusa Tenggara. Ketiga, gelombang laut tinggi mencapai 2,5 hingga 4 meter di selatan Jawa Timur.
Hasil pantauan TCWC pada 25 Februari 2020 pukul 08.00, siklon Ferdinand diperkirakan tumbuh meskipun dengan potensi rendah menjadi siklon tropis. Potensi rendah pembentukan siklon tropis dipengaruhi oleh suhu permukaan laut dan dinamika atmosfer.
Siklon tropis perlu diwaspadai sebab termasuk dalam badai dengan kekuatan besar dengan masa hidup 3 hingga 18 hari. Pengaruh siklon tropis sangat besar terhadap pola cuaca di Indonesia.
Pada satu sisi, siklon mampu mengurangi potensi hujan dan menyebabkan kondisi kering lebih lama. Sementara di sisi lain, siklon tropis membawa banyak hujan sehingga memicu banjir dan angin kencang. Khusus wilayah Indonesia, pembentukan siklon didominasi bulan Desember-Februari dan Juli-Oktober tiap tahun.
Curah hujan tinggi di wilayah Indonesia, khususnya DKI Jakarta, tak lepas dari periode puncak musim hujan tahun 2020. Hal itu diperparah dengan daerah pertemuan angin tropis di pulau Jawa. Selain itu, fenomena siklon tropis yang muncul secara alami harus diwaspadai karena membawa dampak perubahan pola cuaca di Indonesia. (LITBANG KOMPAS)