Menggugat Langkah Pemerintah Hadapi Wabah Virus Korona
Indonesia menginformasi dua korban positif virus korona jenis baru (Covid-19). Dalam situasi ini, kesehatan dan keselamatan masyarakat seharusnya jadi prioritas utama di samping dampak penurunan ekonomi.
Presiden Joko Widodo menyampaikan bahwa dua warga Indonesia positif terinfeksi virus korona jenis baru atau Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/3/2020). Ini merupakan kasus pertama warga Indonesia positif korona di wilayah Indonesia. Kedua orang itu dirawat di ruang isolasi Rumah Sakit Pusat Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta Utara.
Peristiwa ini sekaligus menjawab keragu-raguan pihak luar negeri terhadap situasi penyebaran virus korona di Indonesia. Sebelumnya, pada 28 Februari 2020, Perdana Menteri Australia Scott Morrison ragu jika di Indonesia belum ada korban terjangkit virus korona.
Melalui siaran radio 3AW, Morrison mempertanyakan kemampuan uji virus korona di balik klaim nol infeksi di Indonesia. Pernyataan itu dibantah oleh Achmad Yurianto, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan.
”Kami bekerja sangat keras,” kata Achmad seperti yang ditulis The Sydney Morning Herald. Keheranan Australia cukup logis karena saat itu virus korona telah menginfeksi sekitar 80.000 orang dan mengakibatkan 3.000 orang meninggal.
Baca juga: Virus Korona Tiba di Indonesia
Dalam pemberitaan senada, perwakilan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia, Joseph Donovan, turut meragukan persiapan dan pencegahan Pemerintah Indonesia. Uniknya, pada kolom pemberitaan tersebut, warganet juga meragukan terdeteksinya virus korona di wilayah Indonesia, terutama Bali.
Dalam logika mereka, Bali menjadi salah satu destinasi wisata favorit yang dikunjungi banyak turis dan memiliki potensi besar sebagai pintu masuk wabah tersebut. Setelah diumumkannya temuan dua korban WNI yang tertular virus korona, pemerintah langsung bergerak cepat.
Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah selalu serius dalam menghadapi wabah ini. Pernyataan tersebut juga didukung oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang menyatakan bahwa selama ini pemerintah selalu menempuh langkah yang logis dan tepat dalam mencegah penularan virus korona.
Aksi tanggap
Menjawab keragu-raguan dari pihak luar, Pemerintah Indonesia setidaknya melakukan tiga tindakan sigap. Pertama, mengeluarkan Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus yang diterbitkan Kementerian Kesehatan pada 28 Januari 2020. Rilis tersebut ditujukan untuk kesiapsiagaan dalam menghadapi wabah Covid-19.
Beriringan dengan terbitnya rilis tersebut, informasi mengenai pencegahan dan peringatan juga disiarkan melalui berbagai media. Misalnya pada 21 Januari, Kementerian Kesehatan mengeluarkan rilis kesiapsiagaan wabah yang diduga dapat menular antarmanusia.
Informasi dari Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan itu merujuk virus SARS dan H5N1 atau flu burung yang pernah mewabah di dunia.
Tanggapan kedua dilakukan dengan melakukan pemeriksaan di bandara internasional sebagai pintu masuk masyarakat dan wisatawan ke dalam negeri. Setiap warga (WNA dan WNI) yang masuk diminta mengisi surat ”kartu kewaspadaan kesehatan” dan menjalani pemeriksaan suhu tubuh menggunakan thermal scanner.
Meski demikian, 34 bandara internasional di Indonesia diduga masih kurang ketat dalam pengamanan dan pengawasan sehingga langkah ini pun mendatangkan keraguan dari masyarakat.
Ketiga, melakukan aksi pemulangan WNI yang sudah berjalan sebanyak tiga kali selama Februari dan Maret 2020. Pemulangan pertama dilakukan pada 2 Februari dengan mengevakuasi 238 WNI di Provinsi Hubei, China.
Mereka lalu dibawa ke Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, untuk menjalani masa karantina. Selanjutnya, pada 26 Februari, 188 WNI anak buah kapal World Dream yang berada di Hong Kong.
Terakhir, 68 WNI anak buah kapal Diamond Princess dipulangkan pada 1 Maret setelah menjalani masa karantina di Yokohama, Jepang. Dua pemulangan terakhir menggunakan Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu, sebagai pusat observasi dan karantina lanjutan. Di sana, para warga berada di bawah pengawasan tim medis serta TNI dan menjaga kebugaran tubuh secara rutin.
Kebijakan
Pemerintah juga dengan tanggap merilis arahan Presiden, khusus bidang perekonomian. Dalam arahan tersebut, salah satu yang difokuskan untuk ditingkatkan ialah sektor pariwisata yang menjadi lesu. Sektor ini baik mengenai perjalanan WNI ke luar negeri maupun kedatangan turis ke Indonesia akibat batal mengunjungi China, Korea Selatan, dan Jepang.
Padahal, sebelumnya Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden pada 17 Juni 2019. Inpres No 4/2019 mengatur tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir Biologi, dan Kimia.
Di bandara internasional, setiap warga (WNA dan WNI) yang masuk diminta mengisi surat ’kartu kewaspadaan kesehatan’ dan menjalani pemeriksaan suhu tubuh menggunakan thermal scanner.
Melalui inpres tersebut, Presiden meminta seluruh jajaran kementerian untuk berkoordinasi dan merumuskan kebijakan ketika ada ancaman wabah penyakit. Koordinasi tersebut meliputi penetapan kebijakan, pendanaan, pembangunan manusia, bencana nonalam, dan laporan berkala kepada presiden.
Jauh lebih dalam, perhatian pada sektor ekonomi hanya ada dalam bidang teknis ketiga tentang pemulihan. Tepatnya di poin ketiga, dituliskan bahwa pemulihan dilakukan dengan memulihkan layanan publik, dampak ekonomi, dan dampak sosial budaya. Di poin pertama dan kedua, perhatian dipusatkan pada penguatan surveilans (menyediakan data dan informasi dalam situasi darurat) serta memulihkan pelayanan kesehatan.
Sementara itu, di poin sebelumnya tentang pembatasan penularan atau penyebaran, disebutkan bahwa Kementerian Perhubungan dan kementerian lainnya perlu mengendalikan risiko di pintu masuk negara. Dalam hal ini, aksi prioritas disarankan dengan melakukan isolasi dan tindakan kekarantinaan.
Harus selaras
Kendati sudah ada instruksi presiden yang diterbitkan sebelum muncul dan tersebarnya wabah Covid-19, kebijakan dan langkah selanjutnya dari pemerintah justru menimbulkan tanda tanya terhadap komitmen pelaksanaannya.
Salah satu wujud keraguan ini muncul di sektor pariwisata. Pemerintah kerap menggenjot sektor pariwisata dan mengedepankan stabilitas ekonomi di samping kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Pemerintah mengalokasikan dana Rp 72 miliar untuk membayar jasa influencer dan promosi media demi menggenjot pariwisata Indonesia. Anggaran itu menjadi bagian dari total insentif sebesar Rp 298,5 miliar yang dikeluarkan pemerintah untuk menarik minat wisatawan mancanegara.
Tak lupa, pemerintah juga memberikan diskon kepada wisatawan domestik sebesar 30 persen untuk 25 kursi di pesawat milik maskapai penerbangan. Pemberian diskon ini berlaku selama tiga bulan mulai Maret hingga Mei 2020.
Setidaknya ada sepuluh destinasi wisata yang dipotong harga tiket penerbangannya, yakni Danau Toba, Yogyakarta, Malang, Manado, Bali, Mandalika, Labuan Bajo, Bangka Belitung, Batam, dan Bintan.
Langkah ini patut dicermati mengingat pada saat yang sama negara lain justru melakukan pembatasan keluar dan masuk warga negara lain. Ini mengingat sebaran wabah virus korona yang kian mendunia. Hingga 1 Maret 2020, virus korona telah menyebar di 58 negara.
Fakta lainnya, Pemerintah Arab Saudi menunda ibadah umrah pada 27 Februari 2020. Pihak penerbangan dari maskapai Emirates bahkan sudah tidak membawa penumpang yang melakukan ibadah sejak 27 Februari dan menahan visa turis dari China, Jepang, Italia, Iran, India, Pakistan, sejumlah negara lainnya selama masa wabah Covid-19.
Kabar terbaru, pada 2 Maret, Arab Saudi mengumumkan penemuan kasus pertama Covid-19 pada warga negara yang sebelumnya melakukan perjalanan dari Iran.
Keselamatan masyarakat
Wabah yang besar memerlukan upaya pencegahan dan penanganan yang besar pula. Kebijakan mitigasi bencana wabah seharusnya menjadi perhatian utama pemerintah dalam menangani datangnya virus korona.
Sikap psedo-sains dan beberapa komentar yang kurang serius terkait virus korona harus dihindari agar tidak menambah kecemasan masyarakat terhadap penanganan virus itu sendiri. Ini diperlukan agar masyarakat tetap logis dan tidak mudah panik saat wabah korona tiba.
Fenomena ini terlihat ketika tersiar kabar dua korban virus korona di Indonesia, masyarakat cepat panik dengan berbagai aksinya. Aksi membeli barang-barang di pusat perbelanjaan, mencari masker, hingga menjual masker dengan harga fantastis. Diikuti juga dengan kabar-kabar hoaks yang tersebar di berbagai media sosial.
Padahal, temuan terkini menyebutkan bahwa menggunakan masker tidaklah menangkal virus korona. Temuan ini dijelaskan oleh Eli Perencevich, profesor pengobatan dan epidemiologi dari Universitas Iowa, Amerika Serikat. Singkatnya, masker justru diperuntukkan bagi mereka sedang sakit atau imunitasnya rendah.
Jangan sampai, reaksi berlebihan yang terjadi justru mengakibatkan wabah lain di sektor ekonomi dengan meningkatnya harga-harga barang. Kuncinya ada pada menjaga kebersihan, pola hidup sehat, dan imunitas tubuh. Mengikuti perkembangan informasi dari lembaga dan pemberitaan tepercaya menjadi langkah sederhana lain yang bijak. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?