Pembatasan sosial berskala besar yang berlaku di sejumlah wilayah zona merah Covid-19 berpotensi menimbulkan persoalan baru. Sejumlah perantau yang kehilangan pekerjaan memilih pulang kampung.
Penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang ditandatangani Presiden pada 31 Maret 2020. PSBB berlaku di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Hingga 24 April 2020 ada dua provinsi dan 22 kabupaten/kota yang menerapkan PSBB. Daerah yang pertama kali menerapkan kebijakan ini adalah DKI Jakarta sejak 10 April 2020. Lalu, pada 17 April 2020, Sumatera Barat mendapat persetujuan izin PSBB. Adapun kabupaten/kota yang menerapkan PSBB antara lain wilayah Bodetabek, Kota Tegal, Banjarmasin, dan Makassar.
Pelaksanaan PSBB menimbulkan konsekuensi berkurangnya aktivitas ekonomi. Beberapa pasar juga ditutup selama PSBB, salah satunya Pasar Poncol di DKI Jakarta, yang di dalamnya terdapat banyak kios.
Sejumlah industri juga menutup usahanya karena permintaan yang menurun, salah satunya industri tekstil. Tidak sedikit pekerja di sektor ini yang dirumahkan atau mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Hingga 16 April 2020, sekitar 200.000 pekerja mengalami PHK dan 1,27 juta orang lainnya dirumahkan (Kompas, 19/4/2020).
Kondisi ini menjadi tantangan berat bagi pekerja. Salah satu syarat pengajuan PSBB adalah pemerintah daerah harus menghitung ketersediaan layanan kebutuhan dasar bagi masyarakat mengingat sulitnya mencari nafkah di tengah PSBB.
Dalam hal ini, Pemprov DKI memberikan insentif bagi usaha terdampak. Tujuannya untuk memberi bantuan sosial kepada pekerja terdampak. Artinya, seharusnya pekerja terdampak mendapat jaminan bantuan pangan untuk dapat bertahan hidup. Namun, tidak sedikit yang belum menerima bantuan tersebut.
Situasi dirasakan semakin sulit bagi pekerja perantau. Mereka kehilangan penghasilan dan tidak memiliki keluarga di perantauan. Mereka sulit untuk bertahan. Jalan lain untuk tetap menjaga keberlangsungan hidup adalah dengan pulang ke kampung halaman.
Berdasarkan jajak pendapat Kompas pada 20-21 April, dua dari lima responden mengatakan, di daerah tempat tinggalnya terdapat perantau yang pulang kampung. Sebanyak 15 persen pulang kampung karena PHK. Sebanyak 30 persen lainnya pulang karena usahanya tutup sementara serta 50 persen dirumahkan tanpa gaji.
Fenomena pulang ke kampung halaman di tengah pandemi ini diungkapkan responden di sejumlah daerah, antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Riau, dan Lampung. Di Jawa Timur, misalnya, pemerintah daerah setempat mencatat lebih kurang 200.000 perantau sudah pulang ke kampung halaman (Kompas, 23/4).
Terhadap perantau yang pulang kampung, sebanyak 14 persen responden menyatakan masih bersikap biasa. Mereka tetap berinteraksi dengan perantau yang pulang kampung tanpa menerapkan aturan jaga jarak.
Hanya dua dari lima responden yang sudah mematuhi aturan jaga jarak dalam berinteraksi, utamanya terhadap perantau yang pulang kampung. Adapun seperlima responden menyatakan menghindari perantau yang pulang kampung karena takut akan tertular virus korona.
Aturan beragam
Di sisi lain, pemerintah daerah juga belum memiliki keseragaman ketentuan untuk perantau yang pulang kampung. Hampir 60 persen responden mengatakan, daerahnya mewajibkan perantau yang pulang kampung melakukan karantina mandiri di rumah masing-masing.
Ada pula seperlima responden yang menyebutkan, pemerintah setempat sudah menyediakan lokasi karantina khusus, seperti balai desa/balai dusun dan sekolah. Namun, ada juga sejumlah daerah yang menolak perantau yang pulang kampung dan meminta kembali ke perantauan.
Selain itu, masih ada daerah yang belum bersikap, seperti yang disebutkan oleh 1,4 persen responden. Angka ini mungkin kecil, tetapi layak dipertimbangkan. Pemerintah daerah yang pasif bisa berdampak fatal bagi daerah di mana terdapat perantau pulang ke kampung halaman.
Kondisi tersebut dapat berujung pada peralihan zona merah Covid-19 hingga ke level kabupaten/kota dan menambah kasus Covid-19. Dibutuhkan ketegasan dan kejelasan aturan dari pemerintah terkait dengan tindakan terhadap perantau yang pulang kampung. (LITBANG KOMPAS)