Menyusun Data, Memutus Virus Korona
Upaya mencegah penularan wabah virus korona membutuhkan ketersediaan data kasus Covid-19. Data itu penting untuk menghentikan penularan, memberikan perawatan untuk pasien, dan meminimalkan dampak sosial ekonomi.
Gerakan penanganan Covid-19 masih memerlukan upaya besar dari seluruh dunia. Saat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkannya sebagai Darurat Kesehatan Global pada 30 Januari 2020, virus korona jenis baru atau SARS-Cov-2 telah menjangkiti 7.818 orang di 19 negara/teritori.
Jumlahnya terus meningkat menjadi 118.319 kasus saat WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Tujuh pekan berselang sesudah ditetapkan sebagai pandemi, jumlah kasus yang terkonfirmasi melonjak lebih dari 26 kali lipat.
Karena itu, upaya mencegah penularan wabah korona membutuhkan kerja sama dunia baik dalam upaya pencegahan penularan, penanganan pasien, hingga penemuan vaksin dan pengobatan.
Strategi menghentikan penularan dan memberikan perawatan untuk pasien membutuhkan ketersediaan data kasus Covid-19 dari semua negara. Khusus terkait ketersediaan data Covid-19, WHO meminta setiap negara memberikan tujuh jenis data yang perlu dikumpulkan oleh setiap negara anggota.
Data tersebut meliputi jumlah kasus baru, jumlah meninggal baru, jumlah dirawat baru, jumlah sembuh baru, jumlah dites baru, kategori umur kasus baru, serta proporsi jenis kelamin kasus baru.
Tujuh data tersebut menjadi masukan untuk menentukan pola penularan dan menjadi bagian dari strategi tiap negara untuk mengambil tindakan dalam menghadapi Covid-19.
Tindakan yang dimaksud adalah menghentikan penularan, memberikan perawatan yang optimal untuk semua pasien, serta menekan dampak sosial dan kegiatan ekonomi akibat wabah virus korona.
Terlebih, saat ini pandemi virus korona juga menghadapi gelombang baru penularan Covid-19, yaitu virus korona ”diam” atau tanpa gejala. Harian South China Morning Post memberitakan, pada 1 April 2020 otoritas China melaporkan ada 1.367 kasus positif Covid-19 tanpa gejala.
Sebelumnya, China menganggap orang tanpa gejala sebagai risiko penularan rendah, bahkan tidak memasukkan mereka ke dalam penghitungan kasus yang dikonfirmasi. Orang tanpa gejala, ditemukan melalui pelacakan kontak erat dari kasus yang dikonfirmasi, telah dikarantina dan kemudian dilepaskan jika mereka tidak menunjukkan gejala Covid-19.
Kontak erat
Melihat faktor risikonya, setidaknya, terdapat tiga kategori data terkait orang paling berisiko tertular virus korona. Tiga kategori ini adalah pasien dalam pengawasan (PDP), orang dalam pemantauan (ODP), dan orang tanpa gejala (OTG). Ketiga kelompok tersebut memiliki kontak erat dengan kasus Covid-19.
Kontak erat yang dimaksud adalah jika seseorang melakukan kontak fisik atau kunjungan atau berada dalam ruangan sama dengan kasus Covid-19 dua hari sebelum kasus timbul gejala hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
Identifikasi kontak erat merupakan bagian dari investigasi kasus virus korona. Identifikasi kontak erat ini bisa berasal dari kasus yang masih hidup ataupun yang sudah meninggal terutama untuk mencari penyebab kematian yang mungkin ada kaitannya dengan Covid-19.
Informasi yang perlu dikumpulkan pada fase identifikasi kontak adalah orang yang mempunyai kontak dengan kasus dalam dua hari sebelum kasus timbul gejala hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Ini dapat dilakukan kepada semua orang yang berada di lingkungan tertutup yang sama dengan kasus Covid-19, seperti rekan kerja, orang yang berada satu rumah, satu kelas atau satu sekolah, serta satu pertemuan.
Demikian juga dengan semua orang yang mengunjungi rumah kasus, baik saat di rumah maupun saat berada di fasilitas layanan kesehatan. Mereka semua masuk dalam kategori memiliki kontak erat. Mengacu pada panduan ketersediaan data dari WHO, kategori data kontak erat idealnya juga memuat identitas lengkap termasuk kategori umur serta proporsi jenis kelamin.
Penelusuran data
Faktor risiko penularan antarmanusia menuntut negara-negara di dunia untuk melakukan pencegahan dan penanganan Covid-19 dengan lebih cepat dan efektif. Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mendesak semua negara untuk terus melakukan tes terutama kepada semua suspek. Tanpa pengetesan, kasus tidak dapat diisolasi dan rantai infeksi tidak terputus.
Lebih lanjut, ia menyebut tindakan ini sebagai bagian respons atas pandemi Covid-19. Tes dalam skala banyak akan mempercepat penemuan kasus. Jika kasus postif telah terdeteksi, kasus dapat diisolasi dan itu akan memutus rantai penularan. Selain itu, otoritas setempat juga dapat melakukan penelusuran kontak dari kasus positif.
Penelusuran riwayat kontak dapat dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah data pasien. Selain identitas utama pasien, pelacakan perjalanan ke luar negeri dan anggota keluarga, serta daftar orang yang pernah mereka temui dapat dikumpulkan sebagai informasi awal penelusuran.
Strategi menghentikan penularan dan memberikan perawatan untuk pasien membutuhkan ketersediaan data kasus Covid-19 dari semua negara.
Dari informasi ini otoritas negara juga dapat mencermati pola penyebaran dan mewaspadai lokasi-lokasi wabah. Pada akhirnya, upaya pelacakan kontak dapat diikuti dengan karantina atau pembatasan sosial yang ketat sebagai kunci penanggulangan Covid-19.
Publikasi Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan pada 23 Maret 2020 menjelaskan bahaya penularan Covid-19 dari manusia ke manusia.
Penularannya melalui percikan batuk/bersin (droplet), tetapi tidak melalui udara. Publikasi tersebut juga menyebutkan orang yang paling berisiko tertular adalah orang yang kontak erat dengan pasien termasuk yang merawat pasien Covid-19.
Makin membesar
Ketersediaan data kasus Covid-19 juga diperlukan untuk memetakan risiko penyebaran wabah Covid-19. Risiko penyebaran korona makin besar setelah dikonfirmasinya penularan virus korona dari manusia ke manusia. Konfirmasi pertama penularan antarmanusia disampaikan Komisi Kesehatan Nasional China pada 20 Januari 2020.
Dua pasien positif virus korona baru di Guangdong tertular dari keluarganya yang berkunjung ke Wuhan. Selain itu, 14 tenaga kesehatan yang merawat pasien positif di Wuhan juga tertular Covid-19.
Penularan antarmanusia juga terjadi di Korea Selatan. Pemerintah Korsel mengonfirmasi kasus Covid-19 pertamanya pada 20 Januari 2020. Virus ini awalnya menyebar dari komunitas gereja di kota Daegu. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korsel menyebutkan 309 pasien telah dikonfirmasi memiliki keterkaitan dengan kasus di Daegu.
Bukan hanya di luar negeri, fenomena penularan dari satu individu ke individu lain juga ditemukan di Indonesia. Data dari laman covid19.go.id dan kawalcovid19.id menunjukkan, hingga 21 Maret 2020 terdapat 450 kasus dengan 16 provinsi yang menjadi lokasi penularan.
Beberapa kasus penularan individu dapat dilacak, seperti pasien 2. Jejak penularan Pasien 2 diketahui positif Covid-19 setelah tertular warga negara Jepang di sebuah restoran di Jakarta Selatan pada 14 Februari 2020. Dalam interaksinya kemudian, pasien 2 menulari sejumlah orang, termasuk orangtuanya.
Pemantauan data
Salah satu alasan yang menjadi pertimbangan WHO saat menetapkan penyakit Covid-19 sebagai pandemi adalah skala penularannya yang begitu cepat. Hingga 29 April 2020, terdapat 3.136.052 kasus Covid-19 yang dilaporkan dengan sebaran pada 210 negara dan wilayah di dunia.
Dengan penetapan pandemi Covid-19, diharapkan semua negara menerapkan langkah serius untuk mengendalikan penyebarannya. Pengendalian penyebaran merupakan salah satu strategi yang ditempuh untuk menekan jumlah kasus Covid-19.
Pengendalian penyebaran akan mengurangi risiko orang terinfeksi dan terserang penyakit yang disebabkan oleh virus ini. Hal ini akan memberikan waktu yang cukup bagi otoritas kesehatan di tiap negara untuk menyiapkan fasilitas, merawat, dan memberikan pengobatan yang tepat kepada para pasien.
Baca juga: Akurasi Data Bantu Penanganan Pandemi
Oleh karena itu, strategi mengurangi penyebaran virus perlu terus diterapkan hingga bisa memutus rantai penularan Covid-19. Secara konkret, langkah awal untuk mengendalikan penyebaran dapat dilakukan dengan pemantauan data yang saling berkaitan, mulai dari pengetesan, penelusuran kontak, identifikasi kontak, hingga penemuan pola penyebaran.
Langkah-langkah tersebut juga perlu dibarengi dengan pemantauan (surveillance) terus-menerus, baik terhadap orang tanpa gejala, orang dalam pemantauan, maupun pasien dalam pengawasan. Melalui manajemen data yang berkelanjutan, diharapkan rantai penularan Covid-19 dapat dihentikan, sekaligus menekan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?