Maraknya kejahatan di beberapa wilayah Indonesia cukup menggelisahkan dan menambah beban warga di tengah upaya memutuskan rantai pandemi. Perhatian penegak hukum dibutuhkan untuk lebih memberi rasa aman bagi warga.
Oleh
Antonius Purwanto
·4 menit baca
Selama tiga bulan terakhir atau sejak wabah Covid-19 menyebar di Indonesia, angka kriminalitas cenderung meningkat. Polri menyebutkan periode 6-19 April 2020, secara keseluruhan ada peningkatan 11,8 persen kasus kejahatan.
Selama periode 30 Maret-5 April 2020, terdapat 3.413 kasus, sedangkan pada periode 6-19 April meningkat menjadi 3.815 kasus. Peningkatan itu didominasi kasus pencurian dan pencurian kendaraan bermotor.
Adanya aksi kriminalitas itu diakui oleh sepertiga responden jajak pendapat Kompas secara daring akhir April lalu. Lingkungan sekitar mereka tak lepas dari aksi kejahatan.
Kasus pencurian di permukiman warga diakui sebagai salah satu aksi kriminal yang paling marak terjadi. Hal itu diungkapkan oleh 42 persen responden. Pelaku kejahatan memanfaatkan situasi ketika semua orang terfokus pada penanganan dan penanggulangan Covid-19.
Adapun ancaman kejahatan jalanan seperti penjambretan disebut 16 persen responden. Contohnya terjadi di dalam Mikrolet M15 arah Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada 12 April 2020 dan di Jalan Tipar Kampung Baru, Cakung Barat pada 19 April.
Disusul kemudian kasus pencurian kendaraan bermotor (14,4 persen). Sebagai gambaran, 11 kasus pencurian kendaraan bermotor terjadi di Tangerang Selatan selama dua bulan terakhir. Sebanyak 14 barang bukti sepeda motor diamankan Polres Tangerang Selatan.
Sebagian kecil (6,7 persen) responden menyebut adanya pencurian di toko swalayan dan pertokoan. Hal ini merupakan tren kejahatan baru. Pelaku kejahatan yang semula mengincar perumahan, sekarang menargetkan pertokoan atau toko swalayan sebagai sasarannya.
Selama April lalu, setidaknya terjadi lima kasus perampokan dan pencurian di minimarket di wilayah Jabodetabek. Salah satunya terjadi di minimarket kawasan Cipondoh, Kota Tangerang, pada 12 April. Dua pelaku mencuri alat kosmetik, detergen, pewangi, dan minyak wangi.
Kasus lainnya terjadi di Jakarta Timur pada 16 April. Empat perampok beraksi di sebuah minimarket di Duren Sawit. Namun, perampokan tersebut berhasil digagalkan polisi yang sedang patroli di kawasan tersebut.
Impitan ekonomi
Maraknya aksi kejahatan dalam beragam jenis itu tak lepas dari dampak diterapkannya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama pandemi. Terbatasnya kegiatan akibat pembatasan sosial tersebut membuat banyak masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tingkat pengangguran juga semakin meningkat akibat adanya pembatasan kegiatan selama PSBB. Banyak perusahaan besar hingga mikro merumahkan karyawan hingga memutuskan hubungan kerja atau PHK.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat hingga 2 Mei 2020 sekitar 3 juta pekerja terdampak merebaknya korona. Sebanyak 1,7 juta pekerja di antaranya sudah dirumahkan perusahaannya maupun terkena PHK. Sementara 1,3 juta sisanya sedang dalam validasi oleh Kemnaker.
Para pekerja yang terkena PHK itu tak lagi memiliki penghasilan tetap untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Bantuan sosial dari pemerintah untuk masyarakat yang paling membutuhkan hanya mencukupi kebutuhan paling dasar.
Lama-kelamaan, mereka akan kehabisan tabungan dan tak mampu membeli makanan. Kondisi itu bisa memicu rasa frustrasi seseorang untuk melakukan aksi kekerasan dan kejahatan karena impitan ekonomi.
Kondisi itu membuat 86 persen responden mengkhawatirkan potensi meningkatnya kriminalitas di tengah impitan ekonomi saat ini. Apalagi penerapan PSBB tersebut diterapkan menjelang bulan Ramadhan saat kebutuhan masyarakat makin meningkat.
Asimilasi napi
Di sisi lain angka kriminalitas meningkat bisa jadi karena imbas dari program asimilasi napi yang dibebaskan bersyarat. Data Kemenkumham menunjukkan, 42 napi dari 38.822 narapidana (napi) yang menjalani program pembinaan napi dengan membaurkan ke kehidupan masyarakat/pembebasan tersebut, kembali melakukan tindakan kriminal dan ditahan.
Salah satu kasusnya, pada 18 April lalu eks napi asimilasi menodong penumpang angkot. Sementara eks napi lainnya mencuri ponsel sebanyak tiga kali pada 10 April. Kedua kasus tersebut terjadi di Jakarta Utara.
Sebanyak 81,5 persen responden setuju program tersebut sebaiknya dihentikan. Banyaknya responden yang tidak setuju dengan kebijakan pembebasan napi ini tidak lepas oleh adanya kekhawatiran akan dampak yang muncul dari kebijakan ini. Mereka berpandangan pembebasan para napi tersebut justru bisa memunculkan aksi kejahatan baru.
Kewaspadaan menjadi kunci untuk tidak memberikan ruang gerak bagi aksi penjahat. Hal itu dianggap oleh hampir 80 persen responden menjadi upaya terbaik menghindari kriminalitas.
Upaya yang bisa dilakukan antara lain memasang kunci pengaman ganda pada rumah dan kendaraan bermotor hingga menggiatkan kembali ronda malam. Jika mampu, memasang kamera pengawas di rumah.
Terkait penanganan keamanan, Mabes Polri telah melakukan Operasi Terpusat Kontinjensi Aman Nusa II-Penanganan Covid-19 di seluruh Indonesia. Langkah yang dilakukan dengan menurunkan pasukan ke lapangan untuk melakukan operasi rutin di semua daerah. Juga bekerja sama dengan kepala desa dan Bhabinkamtibmas untuk menjaga keamanan di tingkat desa.
Hampir 60 persen responden optimistis dengan upaya pengamanan kepolisian tersebut bisa mengamankan wilayah selama pemberlakuan pembatasan sosial. Namun, 35 persen responden masih berharap Polri bisa lebih meningkatkan kinerja untuk memberi rasa aman kepada warganya.
Peningkatan aksi kriminalitas saat pembatasan sosial tak terhindarkan. Rasa aman bisa terwujud jika kepolisian dan warga bisa saling bersinergi untuk menjaga keamanan bersama. (LITBANG KOMPAS)