Ramadhan Istimewa di Masa Korona
Ramadhan saat pandemi membuat banyak perubahan aktivitas. Kebersamaan serta kemeriahan dalam aktivitas keagamaan dan silaturahmi menjadi hilang.
Bagi umat Islam di seluruh dunia, Ramadhan 2020 ini sungguh istimewa. Wabah virus korona telah mengubah drastis kegiatan yang biasanya dilakukan di bulan suci tersebut. Pembatasan sosial membuat bulan puasa kali ini kehilangan kebersamaan dan kemeriahan.
Ramadhan 1441 Hijriah sudah berada di pengujung bulan. Bulan puasa yang berbeda tahun ini sudah hampir terlewati. Pandemi Covid-19 membuat ibadah puasa dijalankan dengan mengutamakan protokol kesehatan menjaga jarak untuk mencegah penyebaran virus.
Hal yang tak biasa ini menimbulkan beragam perasaan bagi umat Islam yang tertangkap dalam hasil jajak pendapat Kompas, pertengahan Mei lalu. Hampir 40 persen responden mengungkapkan perasaan sedih harus menjalankan puasa dalam situasi pembatasan sosial seperti sekarang ini.
Di sisi lain, hampir seperempat publik mengatakan hanya bisa pasrah. Situasi wabah yang tidak dikehendaki oleh semua pihak ini mau tidak mau harus disikapi dengan berserah diri kepada Tuhan dan berusaha menjalaninya dengan sepenuh hati.
Ada pula sebagian kecil yang menjadi bingung dan marah menjalani Ramadhan dalam kondisi berbeda ini. Meski demikian, ada juga sepertiga responden yang merasa pandemi ini tidak ada pengaruhnya dalam menjalankan ibadah puasa. Perasaan sedih, marah, ataupun pasrah bisa dimaklumi, mengingat bulan Ramadhan adalah bulan baik yang sudah ditunggu-tunggu umat Islam selama setahun.
Pembatasan
Bagi umat Islam, Ramadhan tidak hanya sekadar puasa untuk menahan lapar, haus, dan hawa nafsu, tetapi juga memiliki dimensi ritual rohaniah yang kuat guna meningkatkan kualitas ibadah serta menjalin silaturahmi.
Ibadah khusus selama Ramadhan, seperti shalat Tarawih, tadarus Al Quran, sedekah, kajian, pesantren kilat, dan berbagai ibadah sunah lainnya, menjadi kerinduan bagi umat Islam. Namun, wabah Covid-19 yang sudah menyebar di seluruh Indonesia membuat umat Islam tidak bisa menjalankan ibadah tersebut di masjid/mushala sebagaimana mestinya.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melarang semua kegiatan yang melibatkan orang banyak di satu tempat, termasuk aktivitas peribadatan. Berbagai kegiatan yang dijalankan selama bulan Ramadhan tahun ini harus mengalami penyesuaian.
Pemerintah, melalui Surat Edaran Kementerian Agama Nomor 6 Tahun 2020, juga memberikan panduan ibadah selama Ramadhan di tengah wabah Covid-19. Panduan tersebut dibuat untuk mencegah, mengurangi penyebaran, dan melindungi masyarakat dari risiko penularan virus, tapi tetap bisa beribadah sesuai dengan syariat Islam.
Di antaranya shalat Tarawih yang dilakukan secara individual ataupun berjemaah harus dilakukan bersama keluarga inti di rumah. Juga dengan tadarus Al Quran yang dilakukan di rumah masing-masing. Ada larangan untuk melakukan kegiatan shalat Tarawih keliling, takbiran keliling, dan pesantren kilat.
Mayoritas responden mengikuti imbauan Kementerian Agama tersebut. Sekitar 63 persen responden mengatakan menjalankan shalat Tarawih di rumah bersama keluarga. Kegiatan tadarus juga sudah dilakukan tiga perempat responden di rumah. Sementara 40 persen responden juga melakukan pengajian sendiri di rumah.
Meski demikian, masih ada sebagian masyarakat yang tidak mengikuti imbauan pemerintah tersebut. Sebanyak 30 persen responden masih tetap menjalankan shalat Tarawih dan 29 persen menunaikan shalat Jumat di masjid/mushala. Mereka berpendapat, beribadah di masjid secara bersama-sama tidak akan terpapar virus korona.
Seperti kasus yang terjadi di Tambora, Jakarta Barat, 8 Mei lalu. Seorang warga yang positif Covid-19 menjadi imam shalat Tarawih di Masjid Baitul Muslimin di kawasan Tambora. Akibatnya, 28 warga yang ikut beribadah dinyatakan sebagai orang dalam pemantauan dan diminta untuk melakukan isolasi mandiri.
Pembatasan ibadah berjemaah tersebut menyebabkan 7,5 persen responden merasa kehilangan suasana kebatinan. Sementara 4 persen lainnya merasa tidak khusyuk selama menjalankan ibadah Ramadhan ini.
Puasa yang menghadirkan ruang untuk merenung dan berkontemplasi tak lagi bisa dirasakan dengan sepenuh hati. Apalagi itikaf untuk beribadah secara khusyuk di dalam masjid pada 10 hari terakhir Ramadhan juga tidak bisa dijalani.
Kebersamaan
Selain kekhusyukan ibadah dan suasana kebatinan yang hilang, kehilangan rasa kebersamaan selama Ramadhan paling dirasakan oleh lebih dari separuh responden. Ramadhan mengajarkan nilai-nilai kebersamaan dan kepedulian untuk berbagi dengan sesama.
Kebersamaan dalam bentuk silaturahmi bulan puasa, selain terlihat saat shalat berjemaah di masjid, juga terwujud dalam bentuk aksi berbagi dengan masyarakat miskin. Berbagi makanan berbuka puasa dengan orang-orang yang kurang beruntung di jalanan atau ke panti asuhan dan panti jompo juga sering kali dilakukan berbagai komunitas. Tak hanya makanan untuk berbuka puasa, untuk sahur pun ada kelompok yang berbagi lewat kegiatan Sahur on The Road.
Kebersamaan lain adalah ketika Ramadhan menjadi ajang berbuka bersama, baik dengan keluarga, tetangga, teman, maupun kolega. Tak jarang, bukber juga menjadi ajang reuni berbagai kelompok sosial. Tradisi bukber di perkotaan membuat sejumlah tempat makan, apalagi restoran favorit, selalu penuh saat jelang maghrib.
Tradisi buka bersama setiap Ramadhan ini menjadi hal yang paling dirindukan oleh dua dari lima responden, selain beribadah berjemaah di masjid. Tak ada lagi keriuhan menanti beduk maghrib untuk berbuka bersama di perkantoran atau antrean panjang di restoran karena kantor, mal, dan restoran tutup selama pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial. Mewabahnya virus korona membuat semua kegiatan dilakukan dari rumah saja.
Meski tidak bisa bersama-sama lagi melakukan buka puasa, beberapa di antaranya menggantikannya dengan saling mengantar makanan buka puasa. Mereka memanfaatkan jasa ojek daring atau antar makanan supaya tetap bisa menikmati kebersamaan.
Rutinitas Ramadhan
Bulan Ramadhan sebelum ini, menjelang buka puasa, banyak penjual makanan takjil yang menggelar dagangannya di beberapa tempat keramaian. Pembeli yang berjejal di depan penjual takjil akan selalu menjadi pemandangan yang umum terjadi jelang buka puasa.
Berburu takjil sambil ngabuburit merupakan keseruan tersendiri. Kebiasaan ngabuburit, kegiatan menunggu azan maghrib menjelang berbuka puasa ini menjadi momen yang dirindukan oleh 7 persen responden. Tak hanya berburu takjil, berolahraga, ataupun rekreasi di taman juga menjadi kebiasaan menunggu buka puasa yang sering dilakukan oleh warga.
Aktivitas membeli baju Lebaran di sejumlah pusat perbelanjaan juga menjadi kerinduan bagian kecil responden. Biasanya, aktivitas jual-beli di pusat teksil Tanah Abang dan Cipadu dua bulan sebelum Lebaran sudah cukup ramai. Namun, karena tetap tinggal di rumah saja, banyak yang memilih untuk tidak membeli baju baru.
Mudik juga menjadi satu hal yang dirindukan dari bulan puasa tahun ini oleh sekitar 5 persen responden. Mudik sudah menjadi tradisi jutaan masyarakat Indonesia di perantauan untuk bisa pulang ke kampung halaman guna merayakan Lebaran bersama keluarga. Biasanya minggu terakhir di bulan puasa, aktivitas mudik sudah dilakukan oleh masyarakat perantauan.
Namun, pemerintah mengeluarkan kebijakan larangan mudik melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 untuk mencegah penyebaran virus korona baru. Aturan tersebut melarang sementara penggunaan transportasi, baik darat, laut, udara, maupun kereta api, mulai 24 April hingga 31 Mei 2020.
Tak dimungkiri, rutinitas yang memberi warna kemeriahan selama Ramadhan tersebut juga ikut sirna. Hilangnya keriuhan suasana tersebut dirasakan oleh hampir 30 persen responden.
Sikap positif
Meski ada beberapa tradisi puasa yang tak bisa dilakukan lagi saat pandemi ini, mayoritas responden menyikapinya dengan positif. Sekitar 85 persen mengaku mempunyai kebiasaan baru untuk mengisi bulan puasa selama tinggal di rumah.
Sepertiga lebih responden mengaku bisa beraktivitas lagi bersama keluarga, seperti menyiapkan makanan sahur dan buka puasa, beribadah bersama, ataupun sekadar bercengkerama. Sebelum masa pandemi, kebersamaan sulit didapat dengan kesibukan tiap-tiap anggota keluarga.
Sementara itu, sekitar seperempat responden menyatakan menjadi lebih rajin beribadah, seperti membaca Al Quran dan pengajian daring. Waktu yang lebih banyak tersedia di rumah digunakan untuk lebih memperdalam agama.
Sisanya, lebih memilih melakukan hobi seperti memasak, berkebun, ataupun membaca yang selama ini tidak sempat dilakukan sebelum masa pandemi. Ataupun menambah pengetahuan dengan mengikuti webinar atau kursus daring.
Banyak hal yang hilang dari Lebaran tahun ini. Namun, jika bisa menyikapinya sebagai sebuah tantangan, akan bisa menjalani dengan baik masa Ramadhan yang tersisa beberapa hari saja. Semangat Ramadhan jangan sampai redup di tengah situasi wabah korona ini. (LITBANG KOMPAS)