Situasi Tes Covid-19 di Indonesia dalam Lima Grafik
Program tes Covid-19 di suatu negara menghadapi sejumlah kendala, mulai dari biaya, ketersediaan alat tes, petugas pelaksana, hingga kapasitas laboratorium.
Tes Covid-19 merupakan salah satu strategi awal untuk mengurangi penyebaran Covid-19. Besarnya biaya yang berimbas pada ketersediaan alat, petugas, dan kapasitas laboratorium, menjadi pertimbangan suatu negara untuk tidak menerapkan tes secara massal.
Tak ada negara yang mengetahui jumlah orang yang terinfeksi Covid-19 secara pasti. Yang diketahui hingga saat ini adalah jumlah orang yang positif Covid-19 dari hasil tes. Oleh karena itu, memperbanyak tes Covid-19 merupakan salah satu strategi untuk mempercepat memperoleh infomasi kasus positif Covid-19 di suatu negara.
Dalam panduan strategi melawan Covid-19 yang diperbarui WHO pada 14 April 2020, dipetakan dua strategi utama dalam melawan Covid-19 berdasarkan tujuannya. Pertama strategi untuk menurunkan penyebaran virus. Kedua, strategi untuk mengurangi kematian.
Strategi menurunkan penyebaran virus dilakukan dengan tindakan temukan, tes, isolasi kasus, karantina kontak, dan pembatasan sosial. Sedangkan strategi mengurangi kematian dilakukan dengan tindakan memperluas layanan kesehatan, menambah sarana kesehatan penting, hingga memperkuat petugas medis.
Tes merupakan strategi untuk mempercepat identifikasi sebagai dasar penentuan intervensi lebih lanjut, seperti isolasi, pelacakan, pemetaan, maupun pengobatan. Begitu muncul kasus positif, pasien dapat segera diisolasi di berbagai fasilitas yang disiapkan pemerintah atau melakukan isolasi pribadi. Selanjutnya, pemerintah dapat segera melakukan pelacakan kontak pasien dan menerapkan karantina.
Hasil positif dari tes juga dapat digunakan untuk memetakan kasus dan kluster kasus sehingga semakin langkah penanganan menjadi lebih efektif. Dengan demikian, semakin cepat hasil positif didapatkan, semakin cepat pula penanganan yang dapat dilakukan.
Akan tetapi, tak semua negara memilih tes cepat dan massal karena menyangkut kesiapan alat, tenaga, hingga laboratorium penunjang. Dengan mencermati situasi tes Covid-19 di Indonesia, dapat dilihat prioritas kebijakan yang diambil pemerintah.
Jenis Tes Covid-19
Di Indonesia, terdapat tiga jenis tes Covid-19, yakni rapid test, polymerase chain reaction (PCR) atau tes swab, serta tes cepat molekuler (TCM).
Pemeriksaan cepat (rapid test) dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi immunoglobulin dalam darah seseorang, yakni igM dan igG. IgM (immunoglobulin M) merupakan jenis antibodi yang dihasilkan tubuh seseorang saat pertama kali terinveksi bakteri, kuman, atau virus. Antibodi IgM akan meningkat dalam waktu singkat saat tubuh mengalami infeksi.
Sedangkan igG (immunoglobulin G) merupakan antibodi yang berfungsi melindungi tubuh dari infeksi yang pernah dihadapi sebelumnya. Antibodi Ig G akan meningkat ketika terdapat “serangan” kuman, bakteri, atau virus yang pernah dihadapi sebelumnya.
Hasil rapid test akan memperlihatkan ada tidaknya igG atau igM yang terbentuk dalam tubuh pasien. Mengingat tes ini tidak spesifik menunjukkan adanya infeksi dari virus korona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19, tes ini dilakukan dalam rangka screening awal. Penggunaan rapid test sebagai screening ini juga disebabkan karena lama waktu pemeriksaan tes ini sangat cepat, sekitar 20 menit.
Ketika hasil tes cepat menunjukkan adanya reaksi atau infeksi, perlu dikonfirmasi kembali melalui pemeriksaan real time polymerase chain reaction (RT-PCR) atau sering disebut swab. Pemeriksaan dengan metode reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) dilakukan dengan menguji swab sampel lendir dari hidung atau tenggorokan.
Di Indonesia, terdapat tiga jenis tes Covid-19, yakni rapid test, polymerase chain reaction (PCR) atau tes swab, serta tes cepat molekuler (TCM)
Pemeriksaan ini akan melihat ada tidaknya virus penyebab Covid-19 dalam sampel. Oleh karena itu, hasil pemeriksaan dengan metode ini memiliki keefektivan hingga 95 persen. Metode ini membutuhkan waktu kurang dari 24 jam untuk mendapatkan hasil tes.
Metode ini membutuhkan peralatan, antara lain reagen untuk proses ekstrasi RNA pengujian sampel virus SARS-CoV-2 serta viral transport medium (VTM) untuk membawa spesimen sampel uji swab.
Jenis tes ketiga adalah tes cepat molekuler (TCM). Tes ini akan mengindentifikasi RNA virus SARS-CoV-2 menggunakan cartidge khusus. Sampel yang digunakan adalah dahak. Keunggulan tes ini adalah kecepatannya dalam memberikan hasil, yakni kurang dari dua jam.
Tak Semua Dites
Di Indonesia, pemeriksaan rapid test Covid-19 diprioritaskan bagi dua kelompok. Pertama, orang yang memiliki riwayat kontak dekat pasien positif baik yang dirawat di RS maupun yang mengisolasi diri di rumah. Mereka termasuk juga keluarga yang satu rumah dengan pasien atau bisa juga orang satu kantor dengan pasien.
Kedua, tenaga kesehatan. Rapid test bagi tenaga kesehatan menjadi prioritas mengingat mereka adalah orang yang sering kontak dekat dengan pasien.
Dalam praktiknya, pemeriksaan rapid test dimulai dengan pencarian aktif maupun pasif. Pencarian aktif berarti bahwa puskesmas atau rumah sakit akan menghubungi pasien dengan riwayat kontak erat risiko rendah, tinggi, dan orang dalam pemantauan (ODP) untuk melakukan rapid test dan mengisi formulir penyelidikan epidemiologi (PE).
Kontak erat risiko rendah berarti bahwa orang tersebut memiliki riwayat kontak dengan kasus pasien dalam pengawasan (PDP). Kontak erat risiko tinggi berarti bahwa orang tersebut memiliki riwayat kontak dengan kasus pasien konfirmasi/probable Covid-19.
Pengisian formulir ini dilakukan untuk menemukan adanya kontak erat dengan pasien atau menemukan orang tanpa gejala (OTG). Selain data diri pasien, formulir tersebut berisi informasi klinis menyangkut data gejala, kondisi penyerta, informasi perjalanan, informasi kontak/paparan, hingga daftar kontak erat.
Di Indonesia, pemeriksaan rapid test Covid-19 diprioritaskan bagi dua kelompok, yakni orang yang memiliki riwayat kontak dekat pasien positif dan tenaga kesehatan.
Kedua, pencarian pasif. Pencarian pasif berarti bahwa pasien akan datang berobat ke puskesmas atau rumah sakit. Petugas akan menentukan kriteria pasien untuk rapid test. Selanjutnya, pasien akan dirujuk ke laboratorium untuk pemeriksaan rapid test.
Hasil rapid test, baik hasil dari pencarian aktif maupun pasif, akan digunakan sebagai dasar pemeriksaan selanjutnya. Bila hasilnya positif, dilakukan pengambilan swab, isolasi mandiri, atau dirujuk ke shelter sesuai kriteria selama menunggu hasil PCR dari pemeriksaan swab.
Sebaliknya, bila hasilnya negatif, pasien diinformasikan untuk melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Pasien juga diminta untuk melakukan rapid test sekali lagi pada hari ke-7 hingga 10 setelah tes awal. Bila kondisi memburuk selama isolasi mandiri, pasien akan dirujuk ke RS dan akan dilakukan pemeriksaan PCR.
Dari alur tersebut, tampak bahwa tak semua orang akan dites. Mereka yang diprioritaskan untuk dites adalah orang yang memiliki kontak erat risiko rendah-tinggi serta tenaga kesehatan.
Prioritas tes Covid-19 yang dipilih oleh Indonesia bukanlah satu-satunya bentuk. Menurut situs pelacakan strategi negara dalam menghadapi COvid-19 (OxCGRT), terdapat empat bentuk strategi prioritas tes Covid-19.
Pilihan pertama adalah tidak melakukan tes secara nasional. Kedua, strategi tes dilakukan terhadap mereka yang memiliki gejala sekaligus masuk dalam kriteria tertentu, misalkan pekerja garis depan maupun tenaga medis. Ketiga, strategi tes dikenakan pada mereka yang memiliki gejala Covid-19. Keempat, tes dilakukan secara terbuka terhadap semua masyarakat.
Pengelompokan strategi tersebut merujuk pada kebijakan yang diambil oleh suatu negara. Artinya, bentuk tes Covid-19 yang dipilih oleh suatu negara disesuaikan dengan dukungan dana, peralatan, petugas, hingga laboratorium untuk melayani tes.
Ketika misalnya kebijakan tes Covid-19 bentuk keempat yang diambil, tentu saja negara harus menyiapkan dana yang sangat besar untuk menyediakan peralatan tes, petugas tes, hingga laboratorium berskala nasional untuk menjalankan tes bagi seluruh warganya.
Sebaliknya, bisa jadi suatu negara tidak memiliki kebijakan tes Covid-19 secara khusus, tetapi tetap tersedia kemungkinan tes bagi mereka yang menginginkan tes secara mandiri. Artinya, walaupun suatu negara tidak menanggung biaya bagi mereka yang menginginkan tes Covid-19 secara mandiri, tetap tersedia kesempatan untuk melakukan tes Covid-19.
Di Indonesia, pemeriksaan test Covid-19 diprioritas bagi dua kelompok. Kedua kelompok tersebut yakni orang yang telah kontak dekat pasien positif baik yang dirawat di RS maupun yang mengisolasi diri di rumah serta tenaga medis. Sehingga, sudah sepantasnya bahwa biaya tes Covid-19 bagi kedua kelompok tersebut digratiskan.
Dalam praktiknya, pemerintah Indonesia menggratiskan semua pembiayaan pasien termasuk tes bila sudah terindikasi virus SARS-CoV-2. Penentuan indikasi tersebut berada di tangan dokter atau petugas kesehatan. Oleh karena itu, bila ingin melakukan tes dengan biaya pemerintah, masyarakat perlu datang ke 132 rumah sakit yang telah ditunjuk oleh pemerintah untuk penentuan indikasi Covid-19.
Tes Mandiri
Di luar mereka yang masuk dalam kriteria di atas, misalkan untuk melengkapi surat keterangan bebas Covid-19 untuk bepergian, masyarakat umum dapat melakukan tes Covid-19 dengan biaya sendiri.
Mereka yang ingin melakukan tes Covid-19 secara mandiri dapat mendaftar langsung ke tempat-tempat yang telah ditetapkan oleh pemerintah maupun mendaftar melalui aplikasi daring dengan biaya sendiri.
Untuk rapid test Covid-19, terdapat berbagai layanan yang ditawarkan, antara lain datang langsung ke rumah sakit, drive thru, hingga pemeriksaan di rumah. Biaya untuk satu kali rapid test mandiri berkisar antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu. Biaya tersebut bervariasi sesuai dengan rumah sakit tempat tes serta layanan tambahan yang diberikan.
Biaya untuk satu kali rapid test mandiri berkisar antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu.
Beberapa rumah sakit juga memberikan paket rapid test dengan tambahan beberapa tes lain, seperti pemeriksaan darah lengkap, foto thorax, hingga konsultasi dokter spesialis paru. Hal ini membuat paket harga rapid test mandiri bervariasi, mulai dari Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta.
Sedangkan tes PCR/swab dapat dilakukan di 66 laboratorium di seluruh Indonesia. Berbagai rumah sakit juga melayani tes PCR/swab dengan mengirimkan sampelnya ke jejaring laboratorium pemeriksaan Covid-19 di atas.
Biaya untuk tes PCR/swab sekitar Rp 1,5 juta. Beberapa rumah sakit menawarkan paket tes PCR/swab dengan tambahan pemeriksaan darah lengkap, foto thorax, dan konsultasi dokter spesialis paru dengan paket harga yang bervariasi.
Untuk tes jenis rapid test maupun PCR/swab selain dilakukan di rumah sakit, terdapat juga beberapa tempat yang menyelenggarakan test gratis yang dilaksanakan oleh beberapa perusahaan swasta maupun pemerintah daerah.
Strategi fleksibel
Kecepatan dan banyaknya tes sangat dipengaruhi oleh kesiapan suatu negara dalam menyediakan alat tes, laboratorium, hingga tenaga pendukung. Hingga 17 Mei 2020, pemerintah Indonesia telah mendistribusikan sejumlah 1.083.960 alat rapid test ke seluruh Indonesia.
Alat tes lain yang juga didistribusikan adalah reagen PCR sejumlah 953.060, reagen RNA sejumlah 803.668, dan viral transport medium (VTM) 3ml sejumlah 613.700 sebagai media untuk membawa virus.
Pemerintah Indonesia juga telah menyiapkan 66 laboratorium untuk tes RT-PCR dan 10 laboratorium yang dapat melakukan tes TCM per 18 Mei 2020. Dengan berbagai alat tes hingga laboratorium yang dipersiapkan, pemerintah menargetkan 10.000 ribu tes per hari, tak disebut spesifik rapid test atau PCR/swab.
Hingga 18 Mei 2020 telah diperiksa spesimen sejumlah 190.660 spesimen sejak 1 April 2020. Jumlah tersebut terdiri dari 189.575 spesimen dengan metode RT-PCR dan 1.085 tes dengan metode TCM. Jumlah spesimen ini tidak menunjukkan jumlah orang karena satu kasus dapat diambil lebih dari satu jenis spesimen.
Dari jumlah tersebut, selama 48 delapan hari sejak 1 April hingga 18 Mei 2020 telah diperiksa rata-rata 3.973 spesimen per hari. Jumlah tersebut masih di bawah target 10.000 tes per hari.
Sedangkan jumlah kasus (orang) yang diperiksa per 18 Mei 2020 terdapat 143.035 orang yang diperiksa dengan 18.010 orang yang positif dan 125.025 orang negatif. Jumlah tersebut, menurut Ourworldindata pada 18 Mei 2020, baru meliputi 0,01 per seribu jumlah penduduk di Indonesia.
Baca Juga: Adu Cepat dengan Tes Cepat Covid-19
Dari sisi biaya, berdasarkan peraturan presiden tentang perubahan postur dan rincian APBN 2020, pemerintah mengalokasikan tambahan belanja negara sebesar 255,1 triliun rupiah dan tambahan pembiayaan sebesar 150 triliun rupiah untuk penanganan pandemi Covid-19. Jumlah tersebut dibagi untuk bidang kesehatan 75 triliun rupiah, social safety net 110 triliun rupiah, dan dukungan industri 70,1 triliun rupiah. Selain itu, terdapat tambahan pembiayaan sebesar 150 triliun rupiah untuk program pemulihan ekonomi nasional.
Bila seluruh biaya kesehatan di atas digunakan untuk rapid test, dengan asumsi biaya rapid test Rp 300 ribu per tes, dapat digunakan untuk mengetes 250 juta orang. Akan tetapi, total biaya di bidang kesehatan di atas, tak melulu untuk tes, tetapi juga untuk biaya pengobatan dan perawatan kasus Covid-19 serta insentif bagi tenaga kesehatan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa prioritas tes Covid-19 di Indonesia hanya dilakukan bagi dua kelompok di atas. Bentuk tes yang tidak digratiskan bagi semua orang juga sangat mungkin disebabkan karena keterbatasan anggaran yang mengakibatkan juga terbatasnya ketersediaan alat, petugas, dan laboratorium untuk mengetes seluruh penduduk.
Di luar dua kelompok tersebut, seseorang perlu menyiapkan uang sedikitnya Rp 600 ribu untuk melakukan rapid test. Alasannya, rapid test perlu diulang satu kali lagi setelah 7-10 hari dari rapid test pertama untuk menegaskan hasilnya.
Kebetulan, besaran biaya tersebut sama dengan besaran nilai bansos bulanan Bantuan Penugasan Khusus Presiden yang diberikan oleh pemerintah untuk menanggulangi dampak Covid-19, yakni Rp 600 ribu.
Melihat alokasi biaya penanggulangan Covid-19 di atas, dapat dilihat bahwa penanganan dampak Covid-19 di Indonesia lebih difokuskan pada program social safety net. Artinya, pemerintah lebih fokus pada dampak Covid-19 akibat strategi pembatasan sosial (PSBB) daripada strategi mengurangi penyebaran virus yang dimulai dengan tes.
Pilihan tersebut sah-sah saja diambil oleh pemerintah dengan pertimbangan situasi yang khas di Indonesia. Menurut pedoman strategi WHO di atas, pilihan strategi menghadapi Covid-19 adalah hal yang khas sesuai dengan kondisi masing-masing negara.
Akan tetapi, WHO juga menyarankan strategi yang dirancang juga perlu fleksibel mengikuti kecepatan perubahan situasi. Bila hasil evaluasi terhadap strategi tersebut dianggap kurang efektif, strategi tersebut perlu segera diperbaiki dengan cepat mengikuti perkembangan yang terjadi.
Di sisi lain, masyarakat perlu terus disiplin mengikuti imbauan pemerintah di level personal, seperti rajin mencuci tangan, mengenakan masker, tetap di rumah, hingga membatasi pertemuan. Tindakan disiplin dari masyarakat ini dapat membantu strategi pemerintah dalam memutus rantai penyebaran Covid-19 sehingga tak perlu harus mengubah strategi dengan melakukan tes massal bagi seluruh penduduk. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?