Normal Baru Industri Manufaktur
Beroperasinya industri manufaktur menjadi sangat penting demi penyediaan logistik dan penyerapan tenaga kerja. Namun demikian, diperlukan penanganan lebih cermat sehubungan dengan pelaksanaan normal baru.
Industri pengolahan atau manufaktur menjadi salah satu sektor yang diprioritaskan untuk beroperasi kembali dalam skenario normal baru (new normal). Diperlukan persiapan lebih cermat pada sektor padat karya tersebut, yang selama ini menjadi kontributor besar dalam perekonomian negara.
Lebih dari dua bulan pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kasus positif Covid-19 belum menunjukkan tren melandai. Hingga kemarin, 2 Juni 2020, masih terdapat 609 penambahan kasus positif Covid-19 di Indonesia sehingga total kasus positif yang terkonfirmasi menjadi 27.549 kasus.
Sementara itu, tren melandai justru terjadi pada perekonomian nasional seiring pelaksanaan PSBB di sejumlah daerah di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan melambatnya laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan pertama tahun ini menjadi 2,97 persen, dibandingkan dengan triwulan I 2019 (y-on-y) yang mencapai 5,07 persen. Jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni triwulan IV 2019 (q-to-q), laju pertumbuhan juga terkontraksi (menurun) sebesar 2,41 persen.
Menanggapi fakta tersebut, pemerintah berencana secara bertahap membuka kembali aktivitas perekonomian dalam skenario normal baru. Mengutip pemberitaan Kompas pada 27 Mei lalu, industri manufaktur menjadi salah satu sektor yang diprioritaskan untuk beroperasi.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, industri pengolahan sudah mengantongi izin operasi sejak awal dari Kementerian Kesehatan. Adapun sektor lainnya yang menjadi prioritas adalah sektor pariwisata dan sektor perhubungan.
Padat Karya
Beroperasinya industri manufaktur sangat penting demi penyediaan logistik dan penyerapan tenaga kerja. Namun demikian, diperlukan penanganan lebih cermat sehubungan dengan pelaksanaan normal baru, setidaknya oleh karena dua alasan.
Pertama, industri manufaktur adalah sektor ekonomi padat karya dengan penyerapan tenaga kerja terbesar ketiga setelah sektor pertanian dan sektor perdagangan. Merujuk data BPS, dari 129,4 juta penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja, 14 persen diserap oleh industri menufaktur.
Dengan kembali beroperasinya sektor industri tersebut, banyak tenaga kerja yang sempat terdampak pandemi Covid-19 dapat kembali memperoleh pendapatan. Menurut laporan Kementerian Ketenagakerjaan, hingga bulan Mei terdapat 1,7 juta pekerja terdampak yang tervalidasi.
Tenaga kerja yang kembali bekerja dapat mendorong kembali aktivitas ekonomi, utamanya melalui pengeluaran konsumsi rumah tangga. Seperti diketahui, lebih dari separuh produk domestik bruto (PDB) nasional disumbang oleh pengeluaran konsumsi rumah tangga. Berdasarkan data BPS, rata-rata konsumsi rumah tangga sepanjang 2015 hingga 2019 sebesar 56,3 persen.
Namun demikian, keberadaan pabrik yang beroperasi dengan banyak pekerja, rentan menjadi klaster baru penyebaran penyakit Covid-19. Berkaitan dengan penerapan normal baru, khususnya pada industri manufaktur, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri.
Dalam surat keputusan tersebut, disebutkan bahwa industri diwajibkan untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi pekerja untuk mencegah penularan Covid-19 di tempat kerja. Perusahaan harus menyediakan fasilitas kesehatan bagi pekerja, antara lain asuransi kesehatan, alat pendeteksi kesehatan, masker, dan tempat pencuci tangan. Boleh jadi, perusahaan juga menyediakan staf medis tambahan sebagai antisipasi jika ada pekerja yang mengalami gejala Covid-19 (Kompas, 3 Juni 2020).
Sebagai antisipasi timbulnya kerumunan, pemerintah juga mengatur agar industri melakukan penyesuaian jumlah karyawan. Sebelum pandemi Covid-19, industri dapat beroperasi dengan mengoptimalkan seratus persen jumlah karyawan. Namun, di tengah skenario normal baru, dilakukan penyesuaian jumlah karyawan hingga 50 persen yang bekerja secara bergantian. Hal tersebut dilakukan demi tetap menerapkan protokol kesehatan dan jaga jarak (physycal distancing).
Berkontribusi besar
Alasan kedua perlunya penanganan lebih cermat industri manufaktur dalam skenario normal baru adalah andil industri manufaktur dalam pembentukan perekonomian nasional. Enam tahun terakhir, lebih kurang seperlima dari total PDB nasional disumbang oleh industri manufaktur. Bahkan industri manufaktur merupakan penyumbang utama PDB menurut lapangan kerja.
Di tengah tekanan pandemi Covid-19, industri manufaktur tetap menjadi kontributor terbesar pada perekonomian nasional. Di triwulan pertama tahun ini, sektor ini masih mampu menyumbang sebesar 19,98 persen terhadap PDB menurut lapangan kerja. Industri manufaktur juga menjadi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar kedua pada triwulan pertama tahun ini. Dari pertumbuhan nasional sebesar 2,97 persen (y-on-y), industri manufaktur berkontribusi sebesar 0,44 persen.
Sebagai informasi tambahan, sektor utama sumber pertumbuhan ekonomi adalah sektor informasi dan komunikasi. Pelaksaan PSBB dengan bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah menjadi salah satu faktor tingginya kontribusi ekonomi di sektor tersebut.
Kinerja sektor industri manufaktur layak terus dipacu agar tetap mendorong roda perekonomian. Kembali bergeraknya sektor tersebut, diharapkan mampu memberikan dampak berganda (multiplier effect) pada sektor lain.
Sebab, sebagai industri yang melakukan pengolahan dari barang mentah hingga terbentuk barang siap pakai, industri ini melibatkan sektor hulu hingga hilir (bacward dan forward linkage). Mula dari penyedia bahan baku, sektor pertanian dan perkebunan, misalnya, hingga pemasaran kepada konsumen yang melibatkan sektor perdagangan dan transportasi.
Jika sektor ini dibiarkan terlalu lama berhenti beroperasi, akan berdampak buruk pada perekonomian nasional. Lesunya perekonomian nasional tiga bulan pertama tahun ini, salah satunya disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan industri manufaktur. Meski mengalami pertumbuhan positif sebesar 2,06 persen (y-on-y), angka tersebut melambat jika dibandingkan laju pertumbuhan y-on-y tahun lalu yang sebesar 3,85 persen. Sementara, jika dibandingkan dibandingkan triwulan ke-empat tahun lalu, laju pertumbuhan turun sebesar 1,17 persen.
Tantangan dan antisipasi
Sementara itu, memegang peranan besar dalam perekonomian nasional, menjadi tantangan tersendiri bagi industri manufaktur untuk beroperasi di tengah pandemi dengan skenario kenormalan baru. Penyesuaian jumlah karyawan yang bekerja hingga menjadi 50 persen, berdampak pada produktivitas. Sehingga, menjadi sulit bagi industri untuk mampu mencapai target, meski sudah dilakukan penyesuaian.
Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan penyesuaian target pertumbuhan industri pengolahan pada triwulan kedua yang akan datang menjadi 2,7 persen. Hal itupun dapat tercapai jika kasus positif Covid-19 melandai dan tidak ada gelombang kedua (second wave). Kemenperin juga menyelenggarakan bimbingan teknis (bimtek) bagi aparatur industri di 34 provinsi sebagai persiapan menghadapi normal baru.
Selain itu, dari sisi biaya, industri harus mengeluarkan biaya operasional yang lebih besar dari biasanya. Fasilitas kesehatan yang selama ini dianggarkan oleh industri mungkin saja hanya jaminan kesehatan (BPJS) dan keselamatan kesehatan kerja (K3) di lingkungan kerja. Sementara, penyediaan disinfektan, alat pelindung diri, alat deteksi kesehatan, mungkin tidak dilakukan oleh semua industri pada waktu sebelum Covid-19.
Bagi industri manufaktur, pemerintah telah memberikan stimulus berupa relaksasi penghasilan (PPh). PPh pasal 21 yang ditanggung oleh pekerja, 100 persen telah ditanggung pemerintah dalam waktu 6 bulan. PPh pasal 22 terkait impor juga direlaksasi sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor).
Terdapat juga kebijakan relaksasi kredit dari pemerintah bagi industri, agar pembiayaan industri tetap terjaga. Untuk itu, industri dituntut untuk mengelola keuangan dengan lebih cermat agar operasional tetap berjalan, dan arus kas dapat berputar dengan baik.
Tantangan lain adalah masih lemahnya daya beli masyarakat yang berdampak pada rendahnya permintaan, baik domestik maupun ekspor. Sebab, seperti diketahui, negara tujuan ekspor Indonesia masih menjadi endemik Covid-19, seperti Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa. Peran pemerintah sangat penting dalam mencari pasar baru, agar hasil produksi dari industri tetap dapat diminati, dibarengi dengan inovasi untuk meningkatkan daya saing.
Dibalik semuanya itu, yang terpenting adalah konsistensi penerapan protokol kesehatan dengan tetap produktif. Tentu tidak diharapkan, protokol kesehatan yang gagal diterapkan di sektor manufaktur menjadi bumerang yang meruntuhkan sektor ekonomi ini jika ada lebih banyak lagi pabrik yang tutup. (LITBANG KOMPAS)