Melihat Kemiripan Pandemi Covid-19 di Indonesia dan China
Penyebaran Covid-19 yang terjadi di Indonesia dan China memiliki kemiripan, sama-sama dipengaruhi antara lain oleh tradisi mudik di kedua negara.
Ada kemiripan antara penyebaran Covid-19 yang terjadi di Indonesia dan China. Mobilitas penduduk akibat tradisi dan aktivitas ekonomi menjadi faktor yang membentuk kemiripan pola penyebaran itu.
Kedua negara sebenarnya memiliki pola yang sedikit berbeda pada awal kemunculan kasus Covid-19. China menemukan kasus ini pertama kali di Pasar Ikan Huanan, Wuhan, Provinsi Hubei.
Adapun di Indonesia, pandemi Covid-19 diawali lewat mobilitas penduduk luar negeri (imported case). Tanggal 2 Maret 2020, Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia yang dialami dua warga Indonesia. Keduanya terinfeksi setelah melakukan kontak dengan warga Jepang yang datang ke Indonesia.
Setelah itu, pola penyebaran Covid-19 yang terjadi di Indonesia dan China menunjukkan kemiripan. Kemiripan tersebut sejalan dengan profil demografi kedua negara. Indonesia dan China merupakan negara dengan jumlah penduduk besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Tahun 2020, diperkirakan jumlah penduduk China mencapai 1,4 miliar jiwa. Angka ini menempatkan China sebagai negara di urutan teratas dalam hal populasi penduduk. Adapun Indonesia diperkirakan mencatat jumlah penduduk 273,5 juta jiwa tahun ini. Indonesia menempati urutan keempat dalam hal populasi penduduk, sesudah China, India (1,38 miliar jiwa), dan Amerika Serikat (331 juta jiwa).
Indonesia dan China merupakan negara dengan jumlah penduduk besar jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Kepadatan dan proporsi warga perkotaan di China dan Indonesia juga memiliki kemiripan. Tingkat kepadatan penduduk di China tahun ini diperkirakan 151 jiwa per kilometer persegi, sedangkan Indonesia 153 jiwa per kilometer persegi. Adapun proporsi penduduk urban di China dan Indonesia tercatat masing-masing 56 persen serta 61 persen.
Dalam perkembangannya, kasus Covid-19 di kedua negara menunjukkan pola yang sejalan dengan kemiripan profil demografi itu. Covid-19 di China dan Indonesia menyebar di kota-kota besar yang menjadi pusat perekonomian, yang dipicu tradisi mudik.
Dampak mudik
Kasus Covid-19 di China menunjukkan tren peningkatan dan penularannya berlangsung cepat pada akhir Januari 2020, bersamaan dengan dimulainya tradisi mudik Tahun Baru Imlek. Setiap tahun, perayaan Imlek di China berlangsung lama karena diikuti juga dengan festival musim semi.
Merujuk World Economic Forum, tradisi mudik di China Chunyun adalah salah satu aktivitas mobilitas penduduk sementara terbesar di dunia. Tahun 2019, total ada 2,98 miliar perjalanan warga China menggunakan angkutan umum selama Chunyun untuk merayakan Imlek.
Adapun sepanjang perayaan Imlek tahun 2020 yang berakhir pada 18 Februari, tercatat 1,48 miliar perjalanan penduduk dengan angkutan umum di China. Penurunan perjalanan penduduk sepanjang Imlek 2019-2020 di China hingga hampir separuhnya tak lepas dari kebijakan karantina wilayah (lockdown) yang diberlakukan di China.
Dua hari sebelum dimulainya perayaan musim semi yang menandai tahun baru, pemerintah China memberlakukan karantina wilayah di Wuhan, kemudian berlanjut di 16 kota lain di Provinsi Hubei. Pada awal Februari, karantina wilayah diberlakukan di Wenzhou, kota yang berjarak 680 kilometer dari pusat pandemi Wuhan.
Melansir pemberitaan Reuters 3 Februari 2020, seorang penduduk menjelaskan mengapa karantina wilayah diberlakukan di Wenzhou. “Wenzhou adalah tempat yang terkenal dengan para pebisnisnya yang melakukan bisnis di luar negeri. Karena Wuhan berada di pusat China, ada banyak orang Wenzhou yang melakukan bisnis di Wuhan dan sekitarnya,” ujar penduduk bermarga Quan tersebut.
Pola lonjakan kasus Covid-19 seiring aktivitas mudik juga terjadi di Indonesia. Aktivitas mudik terkait perayaan Idul Fitri tersebut berlangsung menjelang bulan Ramadhan. Para pemudik dini itu adalah pekerja harian atau pekerja di sektor-sektor informal yang sempat terhenti pada awal kemunculan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Pola lonjakan kasus Covid-19 seiring aktivitas mudik juga terjadi di Indonesia.
Pergerakan para pemudik secara dini juga menjadi salah satu faktor pemicu menyebarnya Covid-19. Kecenderungan ini terpotret dari tren data kasus harian pasien terkonfirmasi Covid-19.
Persentase kasus kumulatif positif pengidap Covid-19 di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta menunjukkan lonjakan dalam rentang waktu lebih kurang pada minggu terakhir Maret 2020, mendekati bulan Ramadhan. Kasus Covid-19 di tiga provinsi tersebut terus bertambah pada masa mudik Lebaran, dan belum menunjukkan tren melandai hingga kini.
Baca juga: Menimbang Pembatasan Sosial di Luar Ibu Kota
Kepadatan penduduk
Empat provinsi tersebut, bersama DKI Jakarta dan Banten, adalah wilayah yang berperan penting bagi perekonomian nasional. Provinsi-provinsi di Pulau Jawa memberi kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia, yakni 59,14 persen, merujuk publikasi Badan Pusat Statistik Triwulan I-2020.
Hal inilah yang menjadi kesamaan lain antara penyebaran Covid-19 di Indonesia dan China. Kasus Covid-19 sama-sama mewabah di kota-kota berpenduduk besar dan pusat bisnis.
Di China, pandemi dimulai dari Wuhan yang berpenduduk lebih kurang 9,78 juta jiwa. Dalam perkembangannya, Covid-19 menyebar ke kota-kota besar dengan penduduk padat. Guangzhou di Provinsi Guangdong adalah salah satu kota besar berpenduduk padat yang terdampak penyebaran Covid-19 dari Wuhan.
Kasus Covid-19 sama-sama mewabah di kota-kota berpenduduk besar dan pusat bisnis.
Merujuk penelitian “Genomic Epidemiology of SARS-CoV-2 in Guangdong Province, China” oleh Jing Lu dkk. (Mei 2020), Provinsi Guangdong dan wilayah metropolitan Delta Pearl River mencakup sejumlah kota terbesar dan terpadat di dunia. Guangdong merupakan provinsi terpadat di China, dengan populasi 113 juta jiwa.
Sejumlah kota di provinsi ini adalah kota besar seperti Guangzhou (12 juta penduduk), Shenzhen dengan populasi 10 juta orang. Dongguan memiliki populasi 8 juta orang, sedangkan Foshan berpenduduk hingga 7 juta orang.
Provinsi ini memiliki jaringan transportasi ke Hubei, provinsi tempat kasus Covid-19 pertama kali dilaporkan. Kereta api cepat dari Wuhan di Hubei menuju Guangzhou diperkirakan telah mentransfer 0,1-0,2 juta penumpang per hari selama periode festival musim semi, yang dimulai pada 10 Januari 2020. Pada 19 Maret 2020, Guangdong mencatat 1.388 kasus terkonfirmasi Covid-19, tertinggi di China di luar Provinsi Hubei.
Patut dicatat bahwa Guangdong adalah provinsi terkaya, sekaligus memiliki pekerja terbesar yang terdampak Covid-19 di China.
Penyebaran lanjutan
China menghadapi kemunculan kluster baru Covid-19 di daerah pasar. Kluster baru itu terjadi di Pasar Xinfadi, Beijing, ibukota China, yang berpenduduk 11,71 juta orang.
Sampai dengan pertengahan Juni 2020, total ada 106 kasus Covid-19 di pasar Xinfadi dan sekitarnya. Pemerintah setempat kemudian menutup lebih dari 20 kawasan permukiman. Tes juga dilakukan terhadap puluhan ribu warga. Ada lebih dari 8.000 pegawai pasar Xinfadi menjalani tes dan dikirim ke fasilitas karantina. (Kompas.id, 16/06/2020)
Indonesia juga mengalami kemunculan kluster baru penularan. Merujuk data Ikatan Pedagang Pasar Indonesia, hingga awal bulan ini, tercatat paling tidak ada 51 kluster kasus Covid-19 di pasar tradisional seluruh Indonesia. Pada kluster pasar tersebut, ditemukan 214 orang yang terkonfirmasi Covid-19, dengan sebanyak 19 orang meninggal. (Kompas.id, 08/06/2020)
Sebagai representasi pusat bisnis dan kawasan berpenduduk terpadat di Indonesia, DKI Jakarta pun tengah bergulat dengan persoalan kluster baru Covid-19 di kawasan pasar. Dari 33 pasar yang sudah menjalani rangkaian tes, 12 pedagang terkonfirmasi positif Covid-19 dan 79 pedagang menjalani isolasi mandiri.
Aktivitas perekonomian, termasuk di pasar tradisional, terbukti bisa menjadi kluster penyebaran Covid-19 yang berdampak pada kesehatan penduduk dan akhirnya memperlambat pemulihan ekonomi.
(Litbang Kompas)