Pandemi: Dari Kesehatan, Ekonomi, hingga Politik
Pandemi Covid-19 bermuara pada ancaman krisis multidimensi. Tidak hanya bermuara di sektor kesehatan, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi hingga politik.
Tak ada yang menyangka pandemi Covid-19 akan bermuara pada ancaman krisis multidimensi. Persoalan yang bermula dari sektor kesehatan meluas pada sektor ekonomi hingga politik. Tak ada pilihan, selain bergerak bersama untuk mengantisipasi dampak yang timbul akibat pandemi.
Sejarah mencatat, penyakit menular dalam skala luas kerap kali memberi dampak ganda, yakni kesehatan dan ekonomi. Flu Spanyol 1918, misalnya, selain dampak pada sektor kesehatan dengan korban jiwa hingga 40 juta orang, sektor industri jasa dan hiburan juga turut terdampak akibat pandemi itu.
Flu Spanyol juga memperparah kondisi ekonomi dunia yang sebelumnya juga terdampak Perang Dunia I (1914-1918). Keadaan ini praktis menjadi tantangan bagi sejumlah negara dalam menjaga kondisi kesehatan dan ekonomi pada masa itu.
Kini, satu abad setelahnya, kondisi serupa kembali terjadi. Pada saat ekonomi dunia mencoba bangkit di tengah perang dagang Amerika Serikat dan China, tantangan berikutnya muncul dari sektor kesehatan. Kasus positif Covid-19 yang pertama kali ditemukan di China meluas dengan cepat pada seluruh kawasan di dunia, termasuk Indonesia.
Bagi Indonesia, upaya preventif telah dilakukan sejak awal tahun untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan dari pandemi Covid-19. Namun, upaya preventif yang dilakukan tidak serta-merta menjadi tameng bagi Indonesia. Sama seperti negara lainnya, Indonesia akhirnya berkutat pada persoalan kesehatan akibat Covid-19.
Dampak kesehatan yang ditimbulkan tidak hanya dari sisi Covid-19, seperti penambahan kasus positif dan kekurangan alat kesehatan. Dari sisi kesehatan lainnya, dampak yang lebih luas juga dirasakan oleh masyarakat.
Dampak yang paling dirasakan adalah kelangkaan masker medis di pasaran. Padahal, masker juga dibutuhkan untuk penderita penyakit lainnya, terutama pasien tuberkulosis untuk mencegah penularan.
Selain masker, layanan kesehatan juga tidak dapat dirasakan secara optimal oleh masyarakat. Kekhawatiran untuk berkunjung ke rumah sakit juga turut mendorong masyarakat menahan diri untuk memeriksa kesehatan secara rutin ataupun berobat.
Dampak lainnya yang paling dirasakan adalah pada layanan imunisasi anak. Menurut catatan Kementerian Kesehatan, dampak layanan kesehatan akibat Covid-19, khususnya imunisasi mulai dirasakan sejak April lalu.
Kondisi ini tentu perlu menjadi perhatian bersama. Apalagi, terdapat sekitar 300.000 anak di Indonesia yang belum menerima imunisasi dasar lengkap. Jika dibiarkan, hal ini dapat menjadi persoalan baru bagi sektor kesehatan di Indonesia. Campak, misalnya, dapat menularkan hingga ke 18 orang lainnya. Artinya, imunisasi terhadap anak tetap perlu menjadi perhatian di tengah pandemi.
Baca juga: 300.000 Anak Indonesia Belum Mendapat Imunisasi
Ekonomi
Setelah mengalami beberapa persoalan di bidang kesehatan, dampak dari Covid-19 juga turut dirasakan pada bidang ekonomi. Penutupan kegiatan usaha sebagai langkah untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19 berdampak pada besarnya jumlah pekerja yang harus dirumahkan.
Menurut catatan Kementerian Ketenagakerjaan, pandemi Covid-19 telah berdampak bagi 1,7 juta pekerja di Indonesia, baik pekerja formal maupun informal. Kondisi ini juga berbanding lurus dengan adanya kenaikan angka kemiskinan dari 24,79 juta jiwa pada September 2019 menjadi 26,42 juta jiwa pada Maret 2020. Ini adalah kenaikan angka kemiskinan untuk pertama kalinya sejak tahun 2017.
Terpukulnya sektor ekonomi terlihat jelas pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hanya mencapai 2,97 persen pada kuartal I-2020. Jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan pada kuartal sebelumnya, praktis semua komponen menunjukkan perlambatan, baik konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, maupun ekspor barang dan jasa.
Kini, sektor ekonomi kembali ditata seiring relaksasi pembatasan sosial pada sejumlah daerah. Namun, upaya ini menemui batu sandungan karena meningkatnya kasus positif dan angka kematian akibat Covid-19 secara harian.
Baca juga: Ekonomi ”Anti-(transmisi) Covid-19”
Politik
Setelah persoalan kesehatan dan ekonomi, dampak selanjutnya juga dirasakan pada sektor politik. Dampak pertama yang paling dirasakan adalah penundaan pilkada serentak dari 23 September menjadi 9 Desember 2020. Penambahan anggaran juga dibutuhkan demi menyediakan peralatan kesehatan bagi penyelenggara pilkada. Namun, kelanjutan tahap penyelenggara pilkada kembali dihadapi tantangan seiring meningkatnya kasus positif Covid-19 sepanjang bulan Juli.
Selain pilkada, dampak yang paling dirasakan pada bidang politik adalah teguran dari Presiden Joko Widodo kepada jajaran menteri pada Kabinet Indonesia Maju. Teguran disampaikan dalam sidang kabinet paripurna pada 18 Juni karena program dan dana yang dikucurkan tidak mengalir secara optimal hingga ke masyarakat.
Teguran yang disampaikan juga bermuara pada implikasi politik, yakni perombakan kabinet hingga pembubaran lembaga negara yang juga disampaikan oleh Jokowi. Langkah ini akan diambil jika diperlukan dalam rangka mempercepat pemulihan kondisi darurat akibat Covid-19.
Pada satu sisi, teguran ini dapat dipahami sebagai cambuk bagi jajaran pemerintahan untuk bekerja lebih keras dalam menangani dampak dari Covid-19. Di sisi lain, kondisi ini juga mengisyaratkan keseriusan pemerintah dan upaya untuk menjaga soliditas agar tidak terjadi krisis politik di tengah pandemi.
Stabilitas politik memang menjadi benteng terakhir yang harus dijaga di tengah ancaman krisis multidimensi akibat pandemi Covid-19. Di tengah persoalan kesehatan dan ekonomi, ketidakstabilan politik hanya akan memperparah situasi sehingga dibutuhkan upaya untuk mempererat soliditas kabinet.
Upaya bersama
Sepanjang kemerdekaan Indonesia, ini adalah pertama kalinya ancaman krisis multidimensi timbul akibat sebuah penyakit. Tentu, penanganan yang dilakukan juga harus berbeda dibandingkan upaya menghadapi krisis sebelumnya seperti tahun 1966, 1998, dan 2008.
Pemerintah melalui jajaran kementerian terkait telah menelurkan berbagai kebijakan untuk menangkal dampak Covid-19. Insentif fiskal, bantuan kesehatan, dan bantuan sosial telah diberikan pada berbagai sektor.
Kini, upaya sosialisasi protokol kesehatan tampaknya menjadi program yang mendesak untuk dilakukan. Pada penggunaan masker, misalnya, pemahaman secara benar perlu diberikan agar tidak lagi ada kesalahan dalam penggunaan. Sebab, terdapat kecenderungan masker digunakan di bawah dagu tanpa menutup hidung dan mulut.
Selain itu, sikap permisif dalam komunikasi antarwarga yang tidak menggunakan masker juga perlu memperoleh perhatian. Ada kecenderungan, kebiasaan tidak menggunakan masker dianggap wajar jika komunikasi dilakukan bersama orang yang dikenal. Pemahaman keliru ini tentu perlu diluruskan pada setiap lapisan masyarakat.
Namun, mengandalkan pemerintah saja tentu tidak cukup untuk mengantisipasi dampak besar yang timbul akibat pandemi. Peran penting kini juga berada di tangan setiap lapisan masyarakat. Jika masyarakat disiplin mematuhi protokol kesehatan, maka hal ini sangat membantu untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Jika kasus positif semakin berkurang, maka ini menjadi langkah awal untuk keluar dari ancaman krisis. Jadi, ingin berlama-lama dengan kondisi saat ini atau tidak, pilihan justru berada di tangan kita masing-masing. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?