Memberdayakan Kecerdasan Buatan di Lingkup Personal hingga Global
Kecerdasan buatan sudah ada di sekitar kita. Untuk dapat sejalan dengan era serba cerdas ini, perlu dibangun pemahaman tentang lingkungan yang disokong oleh kecerdasan buatan.
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence saat ini sudah terintegrasi dengan kehidupan manusia. Pemanfaatannya dapat ditemui mulai dari tingkat individu hingga lingkup negara bahkan dunia.
Hadirnya teknologi dalam setiap fase peradaban manusia tidak terlepas dari fungsi utamanya, yaitu memudahkan pekerjaan manusia. Sejak zaman dahulu, penemuan teknologi telah digunakan manusia untuk membantu membangun peradaban yang lebih baik. Teknologi pengungkit dan bidang miring, misalnya, dimanfaatkan oleh orang Mesir untuk menyusun batu-batu ketika membangun piramida sekitar tahun 2.500 sebelum Masehi.
Teknologi lain, pompa air ulir Archimedes yang diperkenalkan pada abad ke-3 sebelum Masehi mempermudah memindahkan air dari kanal ke lahan pertanian. Ada juga pemanfaatan tenaga angin untuk menggerakkan penggilingan gandum oleh orang Belanda sejak abad ke-15.
Perkembangan teknologi yang semakin pesat memunculkan kecerdasan buatan (AI) . Sebagaimana hakikat teknologi pada era-era sebelumnya, AI digunakan manusia sebagai alat bantu untuk menyelesaikan pekerjaan yang semakin kompleks. Era digital menuntut produktivitas yang semakin tinggi dalam aspek kecepatan, kuantitas, dan kualitas.
Teknologi AI sudah diadopsi dalam beragam aktivitas manusia, mulai dari tingkat individu hingga dunia. Saat ini keberadaan AI sangat mudah ditemui, bahkan bisa jadi penggunanya tidak menyadari keberadaan teknologi yang satu ini.
Sebuah telepon pintar atau smartphone dibekali dengan berbagai jenis program kecerdasan buatan. Program ini diperuntukkan sebagai alat bantu ketika seseorang ingin melakukan kegiatan sehari-hari.
Salah satu obsesi manusia adalah menempuh perjalanan semudah dan secepat mungkin. Hal ini dimungkinkan dengan bantuan AI. Salah satu alat yang digunakan untuk mempermudah perjalanan adalah peta. Dalam setiap ponsel pintar sudah terdapat peta yang dapat menunjukkan arah secara realtime.
Pengguna sistem operasi Android dibekali dengan Google Maps dan pada sistem operasi iOS terdapat Apple Maps. Menurut data dari Google Maps, dalam sehari penduduk bumi menempuh perjalanan darat lebih dari 1 miliar kilometer di 220 negara.
Setiap orang memiliki rutinitas rute perjalanan masing-masing dan itu semua disimpan dalam bentuk himpunan semesta data atau big data. Data diperoleh tidak hanya ketika seseorang menggunakan Google Maps, tetapi juga saat menghidupkan penanda lokasi yang ada di ponsel pintar.
Himpunan data kemudian dipelajari oleh machine learning atau mesin pembelajaryang merupakan bagian dari AI. Tujuannya adalah untuk mengenali pola perjalanan yang dipadukan dengan kondisi di lapangan. Misalnya keadaan cuaca di lokasi, atau sedang ada perbaikan jalan, penutupan jalur, kecelakaan, ataupun bencana.
Hasil yang diharapkan nantinya Google Maps mampu memberi perubahan rute di tengah perjalanan secara real time dan akurat sehingga efisien waktu tempuh. Upaya Google Maps untuk memanfaatkan AI dapat memangkas durasi perjalanan yang keuntungannya bisa berdampak pada pengurangan emisi bahan bakar kendaraan, misalnya.
Membantu konsumen dan produsen
Kecerdasan buatan juga dapat ditemui dalam aplikasi hiburan dan edukasi. Contohnya pada Youtube, Netflix, Amazon Prime, Spotify, Joox, dan masih banyak lagi. Pemanfaatan AI pada platform penyedia video dan audio streaming bertujuan untuk meningkatkan kepuasan pengalaman pengguna.
Aplikasi Spotify merupakan salah satu yang memanfaatkan teknologi AI. Melalui aplikasinya, Spotify mendistribusikan lebih dari 50 juta lagu dengan 4 miliar daftar putar atau playlist yang bisa dibuat oleh pengguna. Data yang dihimpun berupa lagu kesukaan, perilaku pencarian, data playlist, lokasi geografis, dan perangkat yang sering digunakan.
Kemudian data tersebut diolah menggunakan AI untuk memberikan saran musik yang unik kepada setiap pengguna. Bahkan, dengan bantuan AI, bisa dilihat suasana hati pendengar musik yang direpresentasikan dari jenis lagu yang banyak didengar. Parameter yang digunakan untuk mendeteksi suasana atau mood musik terletak pada tinggi rendah nada, serta tempo atau ketukan ritme.
Hasilnya, pengguna Spotify akan lebih mudah menemukan musik-musik dengan genre, artis, atau lagu terbaru yang sebelumnya tidak pernah ia kenali tetapi masih sesuai dengan seleranya. Selain memudahkan pengguna, Spotify juga telah berupaya memperkenalkan penyanyi yang belum dikenal luas.
Agregator musik mampu membuka peluang bagi para penyanyi independen atau yang baru saja memulai debutnya di dunia tarik suara supaya lebih cepat dikenal. Penggunaan AI yang begitu luas tidak hanya berkutat pada alat bantu personal, fasilitas hiburan, dan penyokong industri. Ranah kemanusiaan juga sudah mulai dapat mencicipi khasiat dari penerapan AI.
Bantuan kemanusiaan
Di India, seperti dilaporkan New York Times, kecerdasan buatan dimanfaatkan untuk menyelamatkan ribuan orang dari ancaman kebutaan akibat penyakit diabetes. Angka penderita diabetes di India 70 juta jiwa dan kondisinya semakin sulit dengan keterbatasan jumlah dokter mata.
Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat tersedia 72 dokter mata untuk satu juta penduduk. Sementara di India hanya ada 11 dokter untuk melayani sejuta jiwa. Kondisi ini mendorong tim pengembang kecerdasan buatan dari Google untuk membuat mesin pengenal gejala kebutaan pada mata.
Dikumpulkan sekitar seratus ribu foto mata dengan beragam kondisi, mulai dari mata sehat hingga yang kritis nyaris buta. Foto tersebut digunakan untuk melatih mesin pembelajar supaya mengenali kondisi mata pasien yang mengalami ancaman kebutaan.
Sistem ini diuji coba dan membuahkan hasil pada tahun 2019. Adalah klinik mata Aravind di kota Mandurai, India, yang dapat melayani 2.000 pasien setiap hari yang datang dari segala penjuru negeri. Dengan kecepatan diagnosis mata yang dibantu oleh AI, maka pasien dapat segera mendapatkan penanganan medis yang diperlukan.
Sebelum ada bantuan dari AI, dibutuhkan waktu sekitar sebulan untuk memeriksa mata seorang penderita diabetes yang berada di pelosok India. Saat ini hanya diperlukan waktu beberapa menit untuk melayani seorang pasien.
Mesin-mesin pemeriksa mata dapat dikirim ke penjuru negeri yang dioperasikan oleh operator dan terhubung ke server melalui internet. Dengan demikian, tugas dokter mata sangat terbantu dengan hadirnya mesin pendeteksi penyakit mata yang dibekali dengan kemampuan AI.
Menimbang risiko
Keberhasilan AI di India merupakan bentuk nyata sumbangan AI untuk kemanusiaan. Namun, di sisi lain juga perlu kewaspadaan dalam menerapkan teknologi ini. Salah satu hal yang perlu diwaspadai adalah penggunaan data pribadi dalam pengembangan dan pemanfaatan kecerdasan buatan.
Kisah yang menarik untuk dijadikan pelajaran tentang kesaktian sekaligus sisi dilematis AI adalah penangkapan seorang tersangka ”kejahatan ekonomi” di China pada tahun 2018. Polisi China menangkap tersangka yang berusia 31 tahun ketika berada di tengah kerumunan konser Jacky Cheung di kota Nanchang.
Kecerdasan buatan dapat ditemui dalam aplikasi hiburan dan edukasi, seperti Youtube, Netflix, Amazon Prime, Spotify, dan Joox.
Penangkapan tersangka di tengah kerumunan 60.000 penonton konser menarik perhatian dunia. Pasalnya, hal ini menunjukkan betapa kuatnya sistem pengawasan yang dibangun Pemerintah China. Pemerintah ”Negeri Tirai Bambu” memanfaatkan lebih dari 170.000 kamera pemantau (CCTV) yang memiliki kemampuan kecerdasan buatan.
Kamera mampu mengenali identitas seseorang secara tepat dan cepat berdasar data biometrik yang dihimpun dalam pusat data pemerintah. Biometrik merupakan jenis data pribadi yang penggunaannya rentan disalahgunakan.
Risiko pelanggaran keamanan privasi sangat terbuka lebar belajar dari kasus ini. Dengan demikian, penggunaan AI sebagai teknologi mutakhir di era digital harus ekstra hati-hati.
Teknologi kecerdasan buatan saat ini layaknya teknologi nuklir di tahun 1950-an. Jika digunakan secara benar, akan dapat memberi manfaat besar pada peradaban manusia. Namun, jika ditujukan untuk maksud jahat, bisa menimbulkan malapetaka yang belum pernah disaksikan manusia.
Baca juga: Kecerdasan Buatan Bantu Rancang Vaksin dan Obat Covid-19
Namun, terlepas dari itu semua, era kecerdasan buatan sudah ada di sekitar kita. Untuk dapat sejalan dengan era serba cerdas ini, perlu dibangun pemahaman tentang lingkungan yang disokong oleh kecerdasan buatan. Harapannya untuk mencegah gagap teknologi dan penyalahgunaan yang dapat merugikan diri dan sesama.
Beragam produk sudah memanfaatkan kecerdasan buatan, seperti jam pintar dan telepon pintar yang membantu kita mengakses musik, film, layanan transportasi, melakukan swafoto, mencari informasi melalui mesin pencari atau search engine, hingga bermain video gim.
Ragam aktivitas yang kita lakukan juga dapat memberi gambaran sudah sejauh mana tahapan yang kita lakukan bersama kecerdasan buatan ini: apakah masih sebatas menjadi konsumen AI atau sudah mampu mengambil keuntungan dari kehadiran AI? Selamat berselancar di era kecerdasan buatan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Hidup Bersama Kecerdasan Buatan