Naoli Lauli (55) tersenyum keluar dari tenda pengungsian. Kedua tangannya memegang nampan berisi minuman dan kue kering. Makanan dan minuman itu dibawa dan diberikan kepada anggota kepolisian yang bertugas menjaga keamanan perayaan malam Natal, Senin (24/12/2018).
Dalam keterpurukan dihantam bencana, Naoli tetap berbagi. Ia yakin, Natal di tengah situasi pascabencana akan membawa harapan besar menata hidup ke depan. ”Saya mendapatkan bingkisan Natal cuma-cuma. Kenapa saya tidak membagikannya dengan gratis juga,” kata Naoli saat berjalan keluar dari tenda menuju meja petugas di kompleks pengungsian Desa Oloboju, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.
Desa Oloboju berjarak sekitar 30 kilometer dari arah selatan Palu, ibu kota Provinsi Sulteng. Ada 20 tenda darurat di lokasi itu.
Setelah menyerahkan makanan ringan itu, Naoli masuk ke tenda yang memiliki panjang sekitar 30 meter dan lebar 10 meter. Belum banyak jemaat yang hadir. Ia menekan kontak lampu. Lampu-lampu yang menggantung di tenda menyala. Di dekat pohon Natal, ia membakar beberapa lilin. ”Kehilangan karena bencana tak menghalangi saya untuk bertugas melancarkan perayaan,” ujar Naoli yang merupakan pengurus Gereja Protestan Indonesia Donggala (GPID) Jemaat Patmos Jono Oge, Sigi.
Naoli adalah penyintas gempa bumi yang disertai likuefaksi di Desa Jono Oge, Kecamatan Biromaru, 28 September 2018. Likuefaksi melanda tempat tinggal dan usaha warung makannya. Tak hanya kerugian material, Naoli kehilangan istri tercinta dan keponakannya.
Saat likuefaksi terjadi, Naoli bersama istri, satu anak, dan keponakannya berada di rumah dekat kompleks Gereja Jemaat Patmos. Semua lari, tetapi istri dan keponakannya tak bisa lolos dari putaran lumpur. Jenazah keduanya hingga saat ini belum ditemukan.
Gempa bumi disertai tsunami dan likuefaksi melanda Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala, tiga bulan lalu. Berdasarkan catatan Pusat Data dan Informasi Bencana Sulteng per 6 Desember 2018, korban meninggal akibat gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi di Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong sebanyak 2.227 jiwa. Korban hilang sebanyak 965 jiwa.
Pusat Data dan Informasi Bencana juga mencatat, rumah yang hilang sebanyak 1.784 unit, rusak berat 24.739 unit, rusak sedang 18.892 unit, dan rusak ringan 22.820 unit.
Mencoba bangkit
Tinggal di tenda beratap dan berdinding terpal tak membuat Naoli larut dalam duka. Ia tetap tegar menghadapi kenyataan kehilangan. ”Saya mencoba bangkit. Melalui perayaan kelahiran Yesus, saya punya harapan menyongsong kehidupan baru yang lebih baik ke depan. Natal menguatkan saya,” ujarnya.
Naoli berencana membuka kembali warung makan. Namun, ia belum memutuskan kapan dan di mana usaha itu didirikan.
Naoli bersama anggota GPID Jemaat Patmos yang berjumlah sekitar 100 orang tetap merayakan Natal dengan hikmat di tenda darurat. Jauh dari kemegahan gedung gereja di Jono Oge suasana Natal tetap sama. Lampu kerlap-kerlip di pohon Natal setinggi 1,5 meter dan hiasan kertas berwarna yang menggantung di besi kiri dan kanan tenda menyemarakkan perayaan.
Umat lantang menyanyikan pujian meredam deru kendaraan bermotor dari jalan di pinggir tenda. Langit sore yang berawan membawa kesyahduan dan kekhusyukan ibadah. Lagu ”Malam Kudus” menenangkan hati dan pikiran. Kesedihan sirna karena telah hadir Yesus yang akan menghapus duka.
Di gereja tenda itu anak-anak membagikan lilin dan lembaran tata ibadah kepada setiap jemaat yang datang. Mereka juga membawakan pujian Natal di hadapan jemaat. ”Selamat Natal mama dan papa,” begitu penggalannya. Duka karena bencana sirna dari raut wajah anak-anak yang ceria.
Pendeta GPID Jemaat Patmos Jono Oge, Olga Walangitan, mengakui tak mudah menghadapi perayaan sukacita pascabencana. Namun, umat kuat menghadapi kondisi. ”Dengan Natal, ada harapan untuk hidup lebih baik di masa mendatang. Bencana bagian dari proses hidup untuk menimba mentalitas dan semangat baru,” katanya.
Naoli dan umat GPID Jemaat Patmos sebagian dari potret penyintas bencana yang merayakan Natal dalam duka dan keterbatasan. Namun, di balik semua itu, mereka menangkan terang Natal. Ada asa akan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. (VIDEL JEMALI)