GKR Hemas Ajukan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara ke MK
JAKARTA, KOMPAS — Gusti Kanjeng Ratu Hemas yang diberhentikan sementara dari keanggotaannya di Dewan Perwakilan Daerah, mengajukan permohonan sengketa kewenangan lembaga negara ke Mahkamah Konstitusi terhadap DPD pimpinan Oesman Sapta Odang.
Permohonan sengketa itu dilakukan karena pihak GKR Hemas merasa kewenangannya sebagai pimpinan DPD telah diambil alih tanpa melalui jalan yang sah oleh Oesman.
Sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) itu didaftarkan di kepaniteraan MK, Selasa (8/1/2019) di Jakarta. Permohonan SKLN diajukan oleh kuasa hukum GKR Hemas, Irmanputra Sidin. Dalam permohonannya, pemohon menyebutkan konflik di tubuh DPD belum selesai setelah keluarnya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 481 K/TUN/2018, akhir November 2018.
MA sesungguhnya menyebutkan bahwa sengketa ini adalah sengketa kewenangan konstitusional,
”Putusan MA itu menyatakan, obyek sengketa bukanlah kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena berada dalam ruang lingkup kewenangan ketatanegaraan atau kewenangan konstitusional. MA sesungguhnya menyebutkan bahwa sengketa ini adalah sengketa kewenangan konstitusional sehingga bukan kewenangan MA untuk memberikan putusan,” kata Irman.
Sengketa bermula dari gugatan GKR Hemas dan Farouk Muhammad terhadap penetapan terpilihnya Oesman, Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis sebagai ketua DPD ke PTUN Jakarta.
PTUN menyatakan Oesman, Nono, dan Darmayanti sebagai pimpinan yang sah. Putusan PTUN Jakarta ini kemudian diajukan kasasi ke MA. Setelah keluar putusan kasasi MA, akhir November 2018, Hemas diberhentikan sementara oleh Badan Kehormatan DPD terhitung pada 21 Desember 2018.
”Jadi konflik DPD ini belum selesai. Putusan MA menyatakan ini wilayah ketatanegaraan, bukan kewenangan MA, sehingga status kepemimpinan Oesman juga tidak disahkan oleh MA. Posisi yang sah saat ini masih kepemimpinan GKR Hemas. Soal ini, kami juga telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Kami menyampaikan kepada Presiden bahwa kami sekarang mengambil jalan untuk membawa sengketa ini ke MK,” tutur Irman.
Dua lembaga
Lazimnya sengketa kewenangan lembaga negara yang diproses di MK, ada dua lembaga negara yang bersengketa terkait kewenangan untuk pengambilan kebijakan. Namun, dalam SKLN yang diajukan oleh GKR Hemas, lembaga negara yang bersengketa cuma satu, yakni DPD.
Hanya saja, pihak pemohon adalah DPD periode 2014-2019 di bawah pimpinan GKR Hemas dan Farouk Muhammad. Sedangkan pihak termohon adalah DPD 2017-2019 di bawah kepemimpinan Oesman, Nono, dan Darmayanti.
Sengketa kewenangan lembaga negara tidak harus memperhadapkan dua lembaga negara.
Irman mengatakan, yang disebut sengketa kewenangan lembaga negara tidak harus memperhadapkan dua lembaga negara. Ini karena dalam satu lembaga yang sama, bisa terjadi pengambilalihan kekuasaan secara tidak sah.
”Misalnya, presiden diambil alih kekuasaannya secara tidak sah oleh pihak lain dengan memanfaatkan militer. Pada akhirnya, kan, muncul dua presiden, yakni yang telah diambil alih kekuasaannya, dan presiden yang mengambil alih. Artinya, pengambilan kewenangan dari satu lembaga ini akan memunculkan lembaga negara baru,” jelas Irman.
Selain mendalilkan adanya pengambilan kekuasaan oleh Osman, kuasa hukum GKR Hemas juga menyebutkan pemberhentian sementara kliennya sebagai anggota DPD tidak berdasarkan hukum.
Alasan pemberhentian itu juga bertentangan dengan Pasal 313 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Pasal itu mengatur, seorang anggota DPD bisa diberhentikan sementara bilamana menjadi terdakwa dalam tindak pidana umum yang diancam pidana penjara paling singkat lima tahun atau dalam tindak pidana khusus.
Belum tahu
Anggota tim kuasa hukum Osman, Gugum Ridho Putra, mengaku belum mengetahui detail permohonan SKLN yang diajukan GKR Hemas. Pihaknya akan menunggu informasi atau panggilan dari MK terkait permohonan itu.
”Kalau memang ini SKLN, berarti bukan menjadi persoalan Pak Osman secara pribadi, melainkan ini urusan kelembagaan, yakni DPD. Nanti tim hukum dari DPD yang akan menangani seandainya permohonan itu diterima untuk diperiksa sebagai sengketa kewenangan lembaga negara,” ucap Gugum.
Juru Bicara MK Fajar Laksono Soeroso mengatakan, dalam SKLN yang disengketakan adalah kewenangan. Adapun yang bersengketa adalah lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. MK akan memutus sesungguhnya kewenangan itu milik dan dilaksanakan oleh siapa di antara lembaga yang bersengketa.
Terkait permohonan SKLN yang diajukan GKR Hemas, menurut Fajar, permohonan itu akan diperiksa dulu oleh MK, apakah yang bersangkutan memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam perkara SKLN ataukah tidak. Selain itu, MK juga memeriksa apakah obyek yang disengketakan merupakan obyek perkara SKLN ataukah bukan.
”Perkara itu nanti akan diperiksa di dalam sidang pendahuluan dan akan ada nasihat dari hakim panel yang memeriksa. Setelah ada perbaikan, baru dilaporkan dan dibahas dalam sidang rapat permusyawaratan hakim (RPH),” ujarnya.