Industri E-Dagang Semakin Matang
JAKARTA, KOMPAS — Industri perdagangan secara elektronik atau e-dagang di Indonesia dinilai semakin matang meski terus mencari bentuk baru. Para pelaku terus berinovasi untuk melebarkan layanan di luar produk awal dan mencari sumber pendapatan baru.
Bukalapak, salah satu pusat perbelanjaan daring, misalnya, mengembangkan fitur Mitra Warung. Fitur ini bisa dipakai pemilik warung dagang tradisional untuk memesan barang dagangan, terhubung dengan penyedia pembiayaan ultra mikro, dan melayani pembayaran aneka transaksi dengan teknologi finansial.
Lewat Mitra Warung, Bukalapak memperluas layanan dari daring ke luring. Sementara produk utama Bukalapak, yakni laman pemasaran dan teknologi finansial, masih terus berjalan. Pendiri dan CEO Bukalapak Achmad Zaky di sela-sela ulang tahun ke-9 Bukalapak di Jakarta, Kamis (10/1/2019), menyatakan, pihaknya akan membelanjakan Rp 1 triliun untuk memperkuat Mitra Warung.
Co-Founder dan President Bukalapak Fajrin Rasyid mengungkapkan, sejak Agustus 2018, rata-rata total nilai transaksi per bulan Bukalapak mencapai Rp 4 triliun. Perusahaan berusaha menciptakan inovasi yang menghasilkan sumber pendapatan baru sehingga mendongkrak nilai transaksi.
”Impas (BEP) belum terjadi, tetapi kami yakin sekarang perusahaan tengah berjalan menuju impas. Kami juga berusaha mengoptimalkan setiap belanja. Strategi pemasaran harus kreatif dan efektif,” ujarnya.
Selama sembilan tahun beroperasi, Bukalapak mengklaim telah memiliki 4 juta mitra pelapak dan 50 juta pengguna. Setiap hari tercatat lebih dari 12 juta kunjungan masuk ke platform Bukalapak.
Pada hari yang sama, Tokopedia mengumumkan Gubernur Bank Indonesia periode 2013-Mei 2018 Agus Martowardojo sebagai komisaris utama perusahaan. Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengatakan, Agus bergabung pada momen yang tepat, yakni Tokopedia tengah memasuki fase mengembangkan ekosistem bisnis baru berwujud solusi layanan infrastruktur (infrastructure-as-a-service/IaaS).
Solusi IaaS Tokopedia rencananya dapat dipakai mendukung sektor logistik, rantai pasok pengiriman barang, dan keuangan. ”Kehadiran dia akan memperkuat momentum kinerja perusahaan yang tengah memasuki tahun ke-10 mewujudkan misi pemerataan ekonomi secara digital,” katanya.
CEO Office Manager Tokopedia Priscilla Anais menyebutkan, total nilai transaksi sepanjang tahun 2018 tumbuh empat kali lipat dibandingkan setahun sebelumnya. Total transaksi dari pelanggan luar Jawa meningkat 66 persen dibandingkan tahun 2017.
Baru tumbuh
Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menilai, industri e-dagang Indonesia baru mulai tumbuh. Peluang pertumbuhan sektor ini masih besar. Sebagai ilustrasi, kontribusi ritel daring terhadap transaksi keseluruhan ritel baru 3-5 persen.
”Persentase kontribusi bisa hit sampai 15-20 persen. Jumlah UMKM disebut-sebut lebih dari 50 juta, tetapi berapa yang benar-benar telah terjun memasarkan ke platform daring? Jadi, saya rasa industri e-dagang Indonesia baru ’mulai’,” ujarnya.
Ketika pemain industri e-dagang terus berkembang matang, lahir sektor lainnya sehingga ekosistem ekonomi internet makin terbentuk.
Menurut Willson, di sejumlah negara, ekosistem perusahaan rintisan bidang teknologi yang menggerakkan ekonomi internet selalu diawali dari perusahaan e-dagang. Penggerak di China adalah Tencent dan Alibaba. Di India terdapat Flipkart, sementara Amerika Serikat ada eBay dan Amazon, dan Jepang ada Rakuten.
Ketika pemain industri e-dagang terus berkembang matang, lahir sektor lainnya sehingga ekosistem ekonomi internet makin terbentuk. Sebagai contoh, muncul perusahaan rintisan bidang teknologi finansial (tekfin).
”Masyarakat Indonesia pun semakin percaya dengan layanan e-dagang. Berangkat dari perkembangan situasi tersebut, pada 2019, fokus kami adalah berinvestasi ke perusahaan rintisan bidang teknologi sektor pendukung e-dagang, seperti logistik dan solusi daring ke luring (online-to-offline/O2O). Meski demikian, kami juga membuka diri ke sektor lainnya,” katanya.
East Ventures merupakan pemodal ventura dengan spesialisasi melakukan penyertaan investasi ke perusahaan rintisan bidang teknologi tahap awal atau biasa disebut seed stage. Perusahaan ini mulai bergerak pada tahun 2010. Tokopedia dan Traveloka yang kini menjadi perusahaan rintisan bervaluasi satu miliar dollar AS atau unicorn menjadi portofolio awal.
Hingga sekarang, East Ventures telah berinvestasi ke lebih dari 160 perusahaan rintisan teknologi digital di Asia Tenggara. Sekitar 100 perusahaan di antaranya masih aktif. Mereka menciptakan inovasi untuk beragam sektor industri.
Pengguna bertambah
Mengutip laporan riset Google dan Temasek, ”e-Economy SEA 2018: Southeast Asia’s Internet Economy Hits An Inflection Point”, jumlah pengguna internet di seluruh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam diperkirakan lebih dari 350 juta orang. Jumlah tersebut 90 juta lebih banyak dibandingkan tahun 2015. Sekitar 90 persen di antara pengguna internet mengakses melalui ponsel pintar mereka.
Berdasarkan penelitian terbaru dari Hootsuite, satu pengguna internet di Thailand menghabiskan waktu 4 jam 56 menit per hari melalui ponsel pintar. Sementara pengguna internet di Indonesia, Filipina, dan Malaysia mengakses sekitar 4 jam per hari dari ponsel pintar mereka.
Kondisi tersebut diyakini menjadi faktor yang memengaruhi perkembangan ekonomi internet di Asia Tenggara. Laporan riset Google dan Temasek menyebutkan, total nilai transaksi (gross merchandise value/GMV) mencapai sekitar 72 miliar dollar AS pada 2018. GMV ekonomi internet ini berasal dari industri kebutuhan perjalanan daring, e-dagang, media daring, dan layanan transportasi umum berbasis aplikasi atau ride hailing.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menyampaikan, ketiadaan data menyulitkan asosiasi berbicara soal angka pertumbuhan industri e-dagang. Meski demikian, secara kualitatif, asosiasi memperhatikan adanya pergerakan pertumbuhan yang positif. Misalnya, persaingan bisnis antarpemain semakin ketat.
Hal yang patut diperhatikan adalah kompetisi harga jual barang murah. Asosiasi ingin berdiskusi dengan pemerintah untuk membahas perlu tidaknya kebijakan pengawasan persaingan harga. ”Kami menginginkan konsumen e-dagang terdidik karena kualitas layanan yang baik, bukan oleh harga murah,” ujarnya.