Lingkungan Sekolah Jadi Gudang Narkoba
JAKARTA, KOMPAS - Salah satu sekolah di Jakarta Barat digunakan sebagai gudang narkoba. Dua orang karyawan sekolah ditetapkan sebagai tersangka karena bertindak sebagai kurir.
"Kami melakukan penangkapan pada 10 Januari 2019 di salah satu lingkungan sekolah di Jakarta Barat," kata Kompol Joko Handoko, Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Kembangan, Jakarta Barat, Selasa (15/1/2019).
Dari penangkapan, ada tiga tersangka yang ditetapkan, yaitu CP (30), DL (29), dan AN (28). CP dan DL merupakan saudara kandung yang juga bekerja sebagai karyawan di sekolah yang dijadikan gudang narkoba. Keduanya merupakan alumni sekolah tersebut.
Sementara AN merupakan teman CP dan DL selama delapan tahun terakhir. Ketiganya juga telah mengonsumsi narkoba sejak dua tahun terakhir dan menjadi kurir barang terlarang itu selama enam bulan. AN yang bertindak sebagai penghubung dengan bandar narkoba berinisial BD yang kini masuk dalam daftar pencarian orang.
AN sebelumnya hanya pengguna yang membeli dari BD, tetapi karena rutin menggunakan, ia diajak menjadi kurir dari jaringan lapas. Setelah mengajak, CP dan DL bergabung, mereka menggunakan rumah di sekolah menjadi gudang penyimpanan karena dinilai lebih aman dari pengawasan polisi.
Ketiga tersangka ditangkap berawal saat Polsek Kembangan melakukan patroli di sekitar perbatasan Kecamatan Kebon Jeruk dan melihat AN yang berkeliling sambil menunjuk beberapa daerah. Merasa curiga, polisi mengikutinya.
Polisi kemudian menghentikan AN dan memeriksanya. Polisi menemukan plastik klip kosong yang dicurigai sebagai tempat menyimpan sabu-sabu. Sehingga ia diamankan ke kantor polisi.
"Waktu diinterogasi, dari raut muka (AN) saat berkomunikasi seperti orang yang sedang menggunakan narkoba. Saat cek urin, memang positif," jelas Joko.
Baca juga: Personel Duo Molek Tersangkut Narkoba
Setelah diinterogasi lebih lanjut, AN memberikan informasi sehingga polisi dapat menangkap DL dan CP di sekolah yang dijadikan tempat menyimpan narkoba. Kedua tersangka yang juga anak kandung dari petugas sekolah tersebut diamankan dari salah satu kamar yang ada di lingkungan sekolah, tempat keduanya tinggal.
Mereka menggunakan rumah di sekolah menjadi gudang penyimpanan karena dinilai lebih aman dari pengawasan polisi.
Di lokasi penangkapan, juga ditemukan sabu-sabu seberat 355,56 gram (gr) dengan rincian satu amplop cokelat berisi dua paket sabu seberat 201,97 gr, satu amplop putih berisi satu paket sabu seberat 101,31 gr, satu amplop putih berisi dua paket sabu seberat 20,28 gram, dan satu plastik klip berisi sabu 32 gram.
Selain sabu, ada juga satu set alat isap sabu yang dibuat sendiri dari botol air mineral dan sedotan. Ada pula dua timbangan digital dan satu ponsel.
Ditemukan pula 7.910 tablet psikotropika golongan IV dengan daya candu ringan dibandingkan golongan psikotropika lain. Perincian psikotropika yang ditemukan yaitu 1.300 tablet Alprazolam. Obat ini merupakan penenang yang sering digunakan di dunia medis untuk menangani pasien dengan gangguan cemas, depresi, dan panik berlebih.
Baca juga: Cerdas dan Ceria Tanpa Narkoba
Ada pula 400 tablet penenang Mercy Merlopam, 160 tablet Mercy Valdimex, 80 tablet Mercy Atarax, 400 tablet obat penenang Nitrazepam merek Dumloid, 70 tablet penenang Calmlet aprazolan, 5.000 tablet Hexymer, dan 500 kapsul Tramadol.
Seluruhnya merupakan obat yang digunakan di dunia medis untuk penenang atau penghilang rasa sakit. Untuk memperolehnya di apotek umum, dibutuhkan resep dari dokter.
Ketiga tersangka mengaku menyebar sabu-sabu berdasarkan instruksi dari lapas. Setelah melaksanakan tugas, ketiganya mendapat upah uang dan sabu-sabu untuk dikonsumsi.
"Kami akan tetap gali lagi dan akan terus kembangkan kasus ini, terkait peredaran sabu karena obat-obatan ini sering digunakan anak-anak (di bawah umur) saat melakukan tindak pidana. Menurut pelaku, obat ini untuk meningkatkan keberanian dan kecepatan berlari," kata Joko.
Akibat perlakuannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 114 (2), 112 (2), 132 (1) Undang-Undang (UU) nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Pasal 62 UU nomo 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, juga Peraturan Menteri Kesehatan nomor 49 tahun 2018 tentang Penetapan dan Perubahan Golongan Psikotropika.
Mereka terancam hukuman mati, pidana penjara seumur hidup, 20 tahun penjara, atau paling singkat enam tahun penjara. Selain itu, mereka juga diancam denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar ditambah Rp 100 juta dari pelanggaran psikotropika.
"Kasus ini akan tetap dikembangkan. Kami sudah kantongi nama lain yang juga terlinat," kata Iptu Dimitri Mahendra, Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Kembangan.
Terkait lingkungan sekolah yang menjadi gudang narkoba ini, Uripasih, Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah II Jakarta Barat mengaku akan memberi sanksi sesuai aturan yang berlaku. Ia mengaku belum mendapatkan informasi sekolah mana yang dimaksud.
"Kami diundang kepolisian karena ini terjadi di wilayah sekolah. Tapi sampai saat ini kami belum mengetahui sekolah mana tepatnya yang menjadi lokasi penyimpanan narkoba ini," kata Uripasih, Selasa (15/1/2018) siang.
Belajar dari kasus ini, Uripasih mengatakan akan melakukan pengawasan yang lebih ketat. Ia juga akan bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional untuk menghindari hal serupa terjadi kembali.
Uripasih pun mengimbau kepada seluruh pelajar dan orang tua untuk tetap waspada pada narkoba. Selain itu, guru dan seluruh perangkat di sekolah diminta untuk lebih meningkatkan pengawasannya serta memberikan contoh bagi siswa.
Uripasi juga mengatakan, saat ini pelajar harus butuh pengawasan lebih untuk menghindari tiga hal yang dapat merusak masa depannya, yaitu narkoba, tawuran, dan pornografi. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)