Jokowi dan Prabowo Saling Serang soal Komitmen Antikorupsi
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Calon presiden dan calon wakil presiden saling serang soal komitmen anti korupsi dalam debat perdana Pemilihan Presiden 2019, Kamis (17/1/2019) malam di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan. Komitmen partai politik dalam mencalonkan nama mantan narapidana korupsi sebagai caleg dan pencegahan potensi konflik kepentingan pejabat negara menjadi isu yang muncul dalam perdebatan.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto, yang mendapat giliran pertama dalam segmen kelima tersebut, menanyakan upaya yang akan dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, capres nomor urut 01, dalam menjaga para pejabat yang dipilihnya bebas dari konflik kepentingan pribadi.
Prabowo mencontohkan bahwa ada konflik kepentingan yang muncul dalam kebijakan impor beras; tidak semua pejabat lembaga negara, seperti Bulog, dan para menteri terkait setuju dengan kebijakan impor beras.
“Bagaimana pejabat yang bapak angkat termasuk Dirut Bulog, mengatakan bahwa (beras) cukup sedangkan Menteri Pertanian menyatakan ini cukup. Tetapi Menteri Perdagangan mengizinkan impor komoditas pangan yang merugikan rakyat. Apakah bapak benar-benar yakin bebas konflik kepentingan?” tanya Prabowo.
Bagaimana pejabat yang bapak angkat termasuk Dirut Bulog, mengatakan bahwa (beras) cukup sedangkan Menteri Pertanian menyatakan ini cukup
Pertanyaan ini dijawab Presiden Joko Widodo, bahwa dinamika perdebatan dalam perumusan kebijakan diperlukan sebagai proses saling mengontrol dalam kabinet yang ia pimpin. Jokowi mengatakan, dengan adanya proses saling mengontrol dari berbagai kementerian, ia dapat mengambil kebijakan yang tepat.
“Kalau menteri itu (pandangannya) sama semua, malah tidak saling kontrol dan mengawasi. Debat di rapat itu kami persilahkan. Kalau sudah rampung diperdebatkan, baru diambil kebijakan akan impor atau tidak,” kata Jokowi.
Caleg mantan koruptor
Sebaliknya, Presiden Jokowi mempertanyakan komitmen antikorupsi Prabowo dan partai politik yang mengusung pasangan calon Prabowo-Sandi. Jokowi mengatakan bahwa, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang dipimpin oleh Prabowo menjadi partai politik yang mengusung jumlah caleg mantan narapidana korupsi paling banyak dalam Pemilu 2019 mendatang.
Komitmen anti-korupsi Prabowo kemudian lanjut ditanyakan oleh Jokowi, sebab pencalonan caleg harus berdasarkan tanda tangan ketua umum.
Jokowi bahkan menyebut nama lembaga Indonesian Corruption Watch (ICW) yang menyatakan sebanyak enam caleg Partai Gerindra adalah mantan napi korupsi.
“Tetapi menurut ICW, Partai Gerindra adalah yang paling banyak mantan napi koruptor. Padahal pencalonan caleg itu berdasarkan tanda tangan ketua umum partai. Pak Prabowo bisa menjelaskan hal ini?” tanya Jokowi.
Gerindra adalah yang paling banyak mantan napi koruptor. Padahal pencalonan caleg itu berdasarkan tanda tangan ketua umum partai. Pak Prabowo bisa menjelaskan hal ini?
Menanggapi hal ini, Prabowo mengatakan bahwa ia belum menerima laporan ICW terkait jumlah mantan napi korupsi yang dicalonkan oleh Partai Gerindra. Ia pun menyebut laporan tersebut sebagai subjektif.
“Saya kira ini demokrasi. Jadi kami berikan pilihan ke rakyat apakah mau memilih atau tidak,” kata Prabowo.