Penganugerahan Yap Thiam Hien Award 2018 dijadwalkan digelar Senin (21/1/2019) malam. Siapakah Yap Thiam Hien?
Oleh
HARYO DAMARDONO
·3 menit baca
Malam Penganugerahan Yap Thiam Hien Award 2018 dijadwalkan digelar Senin (21/1/2019) malam di Auditorium Perpustakaan Nasional RI, Jakarta Pusat. Siapakah Yap Thiam Hien?
Yap Thiam Hien dilahirkan di Kuta Raja, Aceh, 25 Mei 1913. Beliau, cucu Kapitan Yap Hun Han, adalah seorang advokat sekaligus pembela hak asasi manusia. Layaknya kesatria yang rindu mati di medan pertempuran, 23 April 1989, Yap meninggal saat Inter-NGO Conference on IGGI Matters di Veurne, Belgia.
Advokat Todung Mulya Lubis, pernah menyebut Yap sebagai advokat putih. ”Sekiranya hukum, keadilan, dan hak-hak asasi manusia adalah agama, bukan mustahil Yap akan memilihnya sebagai agama. Dengan kerja-kerja advokasi sebagai tugas imamatnya.” (Kompas, 24/5/2013).
Tahun 1986, Yap dianugerahi The William J Brennan Jr dari Universitas Rutgers di New Jersey, Amerika Serikat, karena membela HAM.
”Dia salah satu advokat terbaik dunia. Dr Yap dapat saja hidup nyaman dengan karier cemerlang, tetapi dia memilih jalan dengan penuh pengorbanan. Dia memilih hidup di jalan yang berbahaya,” ujar Dekan Rutgers School of Law-Camden Richard G Singer.
Meski Yap seorang meester in de rechten dari Universitas Leiden, Belanda–salah satu sekolah hukum terkemuka di dunia–ia membela pedagang-pedagang Pasar Senen yang sempat akan digusur pemilik gedung.
Tahun 1968, Yap pun sempat dibui seminggu karena membongkar kasus suap dan pemerasan oleh polisi. Tahun 1974, bersama Hariman Siregar, Adnan Buyung Nasution, HJC Princen, dan Mochtar Lubis, Yap ditahan tanpa peradilan karena membela aktivis mahasiswa setelah peristiwa 15 Januari (Malari) 1974.
Saat duduk sebagai anggota DPR dan Konstituante—mewakili Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki)—Yap menentang Pasal 6 UUD 1945. Pasal itu dinilainya diskriminatif karena Presiden harus orang Indonesia asli serta adanya pemberian kekuasaan terlalu besar bagi Presiden.
Yap memang senantiasa kritis terhadap segala sesuatu bahkan terhadap UUD sekalipun.
Di dalam organisasi yang diikutinya pun, Yap tidak kurang kritisnya. Ketika Baperki mulai ke ”kiri”, Yap dan Auwyong Peng Oen (PK Ojong)--yang kemudian mendirikan Harian Kompas, hengkang dari Baperki yang ikut didirikannya.
Namun, tahun 1960-an, Yap tidak sependapat dengan orang Tionghoa yang mengganti nama asli dengan nama Indonesia. Yap ingin membuktikan bahwa nasionalisme tidak terkait dengan nama seseorang.
Yap ingin membuktikan bahwa nasionalisme tidak terkait dengan nama seseorang.
Keberanian Yap kemudian banyak dikenang. Yap tak gentar menjadi pembela dr Subandrio, mantan Wakil Perdana Menteri Pertama merangkap Menteri Luar Negeri. Kalimat pembelaan Yap yang termasyhur dalam perkara itu dikutip dari Injil Yohanes, ”Siapa di antara kamu yang tak berdosa, hendaklah ia dahulu melempar batu kepada perempuan (maksudnya dr Subandrio) ini”.
Nama Yap Thiam Hien kemudian diabadikan sebagai nama sebuah penghargaan bergengsi di bidang hak asasi manusia. Wartawan senior harian Kompas, Maria Hartiningsih, pernah menerima penghargaan Yap Thiam Hien Tahun 2003. Penghargaan tersebut diberikan kepada Maria atas konsistensinya mempromosikan dan memperjuangkan hak asasi manusia.
Penerima Yap Thiam Hien lain diantaranya adalah, Marsinah, Widji Thukul, Maria Catarina Sumarsih, Sandyawan Sumardi, Asmara Nababan, Ade Rostina Sitompul, the Urban Poor Consortium, dan Kontras.
Malam ini, akan diumumkan secara resmi pemenang Yap Thiam Hien 2018. Aktivis hak asasi manusia Eva Bande dan kelompok masyarakat adat Sedulur Sikep terpilih sebagai penerima Yap Thiam Hien Award tahun 2018. Selamat.