CANBERRA, RABU - Pemerintah Australia mengungkapkan kekecewaan pada rencana Indonesia membebaskan Abu Bakar Ba’asyir. Canberra meminta Jakarta untuk menimbang perasaan warga Australia yang menjadi korban bom Bali.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison, Selasa (22/1/2019), di Canberra, mengatakan, Australia akan memprotes jika Ba’asyir dibebaskan lebih awal.
“Saya jelas akan sangat kecewa soal itu, seperti banyak warga Australia lainnya, dan akan menyampaikan kekecewaan dan perasaan kuat soal itu. Kami tidak mau sosok ini keluar dan menghasut pembunuhan terhadap warga Australia dan WNI, mengumbar ujaran kebencian,” ujarnya.
Morrison meminta Indonesia untuk menghormati para kerabat korban bom Bali. Ba’asyir diduga menjadi penganjur terorisme yang dilakukan trio Imam Samudera itu.
Mengerikan
Salah seorang korban, Phil Britten, menyebut bahwa ia sedang di lokasi ledakan bom bersama 19 temannya saat serangan terorisme itu terjadi sehingga tujuh rekannya tewas.
“Tujuh teman saya tewas, mereka tidak punya kesempatan sisa hidup dalam kedamaian. Kenapa dia (Ba’asyir) bisa (hidup bebas)? Saya pikir ini mengerikan,” ujarnya.
Korban lain, Peter Hughes, menderita luka bakar separuh tubuhnya akibat pemboman itu. Ia berada di lokasi berbeda dari Britten. “Dia mungkin lebih layak dijatuhi hukuman mati dibandingkan pelaku (lapangan). Saya yakin dia sangat bertanggung jawab,” ujarnya.
Bom bali pada 2002 menewaskan 202 orang. Dari seluruh korban tewas, terdapat 88 warga Australia. Selain itu, ratusan orang terluka dalam insiden bom terbesar di Indonesia itu.
Ba’asyir sudah menjalani sembilan tahun dari 15 tahun hukuman penjara. Setelah berkali-kali ditangkap lalu bebas, ia akhirnya dinyatakan bersalah dalam kasus pendanaan pelatihan perang di Aceh.
Pekan lalu, Presiden Joko Widodo mengumumkan Ba’asyir akan mendapat pembebasan bersyarat. Belakangan, Jokowi menambahkan pembebasan harus mengikuti peraturan. Ba’asyir tidak bisa bebas jika tidak mau mengikuti sejumlah syarat seperti diatur dalam undang-undang. (AP)