Jalan Panjang Menuju Piala Dunia FIBA 2023
Indonesia boleh jadi terpilih sebagai salah satu dari tiga tuan rumah Piala Dunia Basket FIBA 2023. Namun, tidak seperti dua tuan rumah lain, yakni Filipina dan Jepang, tim Merah Putih tak serta-merta lolos ke kejuaraan basket antarnegara terbesar di dunia itu.
Sebab, peringkat dunia yang rendah dan latar belakang prestasi yang tak mentereng membuat standar kualitas timnas basket Indonesia belum sebanding tim-tim yang berlaga di Piala Dunia Basket. Bila dipaksakan, Indonesia kemungkinan jadi bulan-bulanan dalam kejuaraan tersebut.
Untuk itulah, FIBA memberi syarat ketat untuk Indonesia bila ingin tampil di kejuaraan itu. Antara lain, Indonesia harus sudah membentuk tim yang diproyeksikan ke kejuaraan tersebut jauh-jauh hari dan diminta bisa lolos hingga delapan besar pada Piala Asia Basket 2021 nanti.
Syarat itu punya dua sisi mata uang. Bisa jadi itu syarat berat yang membuat Indonesia hanya menjadi tuan rumah semata saat Piala Dunia 2023 nanti. Namun, syarat itu juga bisa menjadi pelecut semangat Indonesia agar benar-benar serius membentuk timnas basket yang lebih kompetitif dan memiliki sistem pembinaan jauh lebih baik.
Bila saja tantangan itu bisa direspons positif, ada kemungkinan ini menjadi tonggak sejarah dunia basket Indonesia menjadi lebih baik. Setidaknya, Indonesia bisa mensejajarkan diri dengan Filipina yang sudah lama merajai basket Asia Tenggara, dan masuk jajaran elite Asia.
Sejauh ini, Indonesia tampaknya memilih opsi kedua, yakni menjadikan tantangan itu sebagai pelecut untuk memperbaiki dunia basket nasional agar lebih baik. Paling tidak, langkah itu terlihat dari keseriusan Indonesia yang sudah memulai membentuk timnas basket proyeksi Piala Dunia 2023 pada 15 Januari lalu. Sebanyak 24 remaja terbaik dengan rentang usia 18-23 tahun dari seluruh Indonesia dikumpulkan di Jakarta pada 15 Januari.
Mereka hasil dari usulan setiap pengurus daerah Perbasi dan ada juga hasil pemantauan langsung pengurus pusat Perbasi. Sekilas, remaja-remaja itu punya potensi. Mereka punya tubuh yang lumayan tinggi dengan rata-rata 180-190 cm. Bahkan, ada dua pemain yang mencapai tinggi 200 cm, yakni William Rivaldi Kosasih bertinggi 200 cm dan Kelvin Sanjaya (202 cm).
Bagi manajer timnas basket proyeksi Piala Dunia 2023 Fareza Tamrella, selama ini, salah satu kelemahan Indonesia adalah kalah ukuran dengan pebasket-pebasket Asia yang memiliki tinggi menjulang. "Sekarang kita punya pemain-pemain muda yang lumayan tinggi. Jika pun ada kekurangan, badan mereka masih kurus-kurus. Tapi, itu bisa dibentuk selama proses latihan berlangsung," ujarnya di Jakarta, Jumat (18/1/2019).
Dari sisi permainan, pebasket muda tersebut sangat energik. Mereka punya kecepatan untuk melakukan serangan balik cepat atau fast break. Bahkan, dua pemain bertinggi 200 cm pun bisa bergerak cukup cepat dan lincah. Padahal, biasanya, pemain berukuran raksasa di Indonesia punya kelemahan di kecepatan.
"Jika pun ada kelemahan, pemain-pemain kita ini belum punya menal saat ditekan. Mereka juga belum kompak. Yah wajar, merekakan masih muda dan baru berkumpul kurang dari satu minggu. Selain itu, mungkin akurasi tembakan mereka masih buruk. Itu menjadi pekerjaan rumah utama untuk harus terus dibenahi," kata Fareza.
Timnas basket proyeksi Piala Dunia 2023 itu sudah diuji dengan menghadapi tim peserta Liga Basket Indonesia atau IBL, Hangtuah pada Jumat (18/1/2019). Dalam laga itu, mereka 74-97 dari Hangtuah. Tapi, mereka dapat banyak pengalaman berharga.
Pasca laga itu, mereka diciutkan dari 24 orang menjadi 13 orang. Tim yang sudah diciutkan itu akan diberi kesempatan ikut empat seri sisa IBL 2019 guna menambah pengalaman, yakni dari seri lima (25-27 Januari) hingga seri delapan (15-17 Februari). Di akhir IBL 2019, tim manajer dan pelatih akan kembali melakukan evaluasi.
"Menjadi kebanggaan bisa masuk tim ini. Saya akan berusaha untuk terus menunjukkan permainan terbaik. Saya ingin menjadi bagian tim ini dan bisa main di Piala Dunia Basket 2023 nanti," tutur pebasket timnas proyeksi 2023, Erick Jonathan Gosal (21).
Pahami semua kelemahan
Pelatih Hangtuah Andika Supriadi Saputra mengatakan, tim Indonesia itu punya potensi. Tapi, potensi itu harus terus diasah agar mampu bersaing di tingkat Asia. Salah satu caranya, tim manajer dan pelatih harus mengenali betul setiap kelemahan yang ada di tim.
Selama ini, Indonesia selalu kalah ukuran tubuh. Tak hanya tinggi, tetapi juga massa otot. Hal itu harus diperhatikan agar pebasket Indonesia bisa menghadapi pebasket Asia yang punya tinggi menjulang dan otot yang kuat.
Di sisi lain, pemain Indonesia harus mengasah akurasi tembakan. Sebab, tanpa akurasi yang baik, sulit Indonesia memenangkan pertandingan. "Modal utama tim ini kecepatan. Tapi, kalau bisa main cepat tapi tidak bisa membuat poin, semuanya akan sia-sia. Jadi, akurasi tembakan harus benar-benar diperhatikan," pesannya.
Pelatih Indonesia asal Serbia Dusan Ignjatov menjelaskan, pebasket Indonesia punya kelemahan karena tidak punya dasar basket yang baik dari sekolah. Untuk itu, ia harap pengurus basket Indonesia memerhatikan perbaikan pembinaan usia dini mulai dari sekolah-sekolah. "Kalau pebasket sudah memiliki dasar basket yang baik dari kecil, tidak akan sulit membina mereka saat sudah remaja dan dewasa," ujarnya.
Kendati demikian, Dusan menegaskan, dirinya akan berusaha segenap hati untuk membina timnas saat ini. Pada tahap awal, ia ingin memperbaiki kekompakan tim. Ia ingin semua pemain yang ada dalam tim bisa menjadi satu keluarga.
Lalu, Dusan ingin semua pemain bermain dengan cepat dan cerdik. "Kekeluargaan adalah pondasi utama dalam basket. Sedangkan saya punya filosofi basket bahwa tim harus bermain cepat dan cerdik. Saya berusaha menjadikan tim ini menjadi seperti itu," ungkapnya.
Dusan sendiri bukan pelatih sembarangan. Ia sudah 25 tahun menjadi pelatih basket dari Serbia, Inggris, hingga Amerika Serikat. Salah satu prestasi terbaiknya adalah melatih pebasket 3x3 asal Serbia Dusan Domovic Bulut dari usia 9 tahun hingga sekarang. Saat ini, Dusan Bulut adalah pebasket 3x3 terbaik dunia. Bahkan, dia dijuluki Michael Jordan basket 3x3.
Terlepas dari pembinaan, Fareza melanjutkan, Indonesia juga sedang berusaha mencari pemain-pemain berdarah asli dan campuran Indonesia yang punya kualitas dan bermain di luar negeri. Selain itu, Indonesia berencana melakukan naturalisasi seorang pemain NBA.
Dalam aturan FIBA, setiap negara peserta Piala Dunia bisa menyertakan maksimal seorang pemain naturalisasi yang dinaturalisasi saat usianya di atas 16 tahun dan tidak membatasi pemain naturalisasi yang dinaturalisasi saat usianya di bawah 16 tahun. "Namun, kami tidak ingin timnas ini diisi oleh pemain-pemain naturalisasi semua," pungkas Fareza.
Dengan segenap usaha sedari dini itu, timnas basket Indonesia diharapkan bisa lebih baik. Dan, mimpi Indonesia tampil di Piala Dunia Basket 2023 diharapkan terwujud. Jangan sampai Indonesia hanya jadi penyelenggara di kejuaraan yang berlangsung empat tahun lagi tersebut.