Pada kekalahan enam gol tanpa balas Chelsea dari Manchester City, selain persoalan strategi ataupun mentalitas, terdapat jurang kualitas pemain kedua klub.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·5 menit baca
“Kami tidak membeli pemain mega bintang, kami membuat mereka,” kata legenda Arsenal, Arsene Wenger, pada 2007 saat menanggapi sepak bola yang semakin berorientasi kepada uang.
Kutipan tersebut sudah tak berlaku lagi di dunia sepak bola modern yang serba materil. Pada kekalahan enam gol tanpa balas Chelsea dari Manchester City, selain persoalan strategi ataupun mentalitas, terdapat jurang kualitas pemain kedua klub. Ini bisa terjadi karena kalahnya investasi pembelian pemain Chelsea oleh taipan asal Rusia, Roman Abramovich, dari empunya City, Mansour bin Zayed Al Nahyan, dalam beberapa tahun terakhir.
Tim asuhan Maurizio Sarri menelan kekalahan terbesar sepanjang sejarah, 0-6, dari City saat bertandang ke Stadion Etihad, pada pekan ke-26 Liga Primer, Minggu (10/2/2019) malam WIB. Hattrick Sergio Aguero, serta dua gol Raheem Sterling dan satu gol Ilkay Gundongan menandakan dominasi penuh tim asal kota Manchester.
Ketimpangan pun tampak nyata di klasemen sementara. City duduk di puncak klasemen dengan 65 poin. Mereka unggul 15 poin dari tim asal kota London yang berada di peringkat ke-6 itu. Dari sisi selisih gol, jumlah memasukkan dikurangi kemasukan, City juga unggul jauh, mencapai tiga kali lipat lebih dengan 54 gol dibandingkan 16 gol milik Chelsea.
Jarak itu cukup untuk menandakan adanya jarak kualitas antara tim asuhan Sarri dan Josep “Pep Guardiola” pada musim ini. Dan kualitas pemain itu, di dalam sepak bola modern tergantung dari daya beli sebuah klub. Semakin kaya klub, maka semakin menjamin prestasi di liga. Teori itu terbukti dalam dekade terakhir di Liga Primer, La Liga, Serie A, Bundesliga, ataupun Ligue 1.
Semakin kaya klub, maka semakin menjamin prestasi di liga. Teori itu terbukti dalam dekade terakhir di Liga Primer, La Liga, Serie A, Bundesliga, ataupun Ligue 1.
Pertanyaannya, Abramovich merupakan salah satu pemilik klub paling boros dalam pembelian pemain. Lantas, mengapa kualitas skuad “The Blues” tertinggal jauh dari City?
Seperti diketahui, sejak membeli Chelsea pada 2003, Abramovich merupakan pemilik paling boros dalam transfer pemain. Hingga akhirnya, daya beli Abramovich mampu diimbangi oleh Mansour setelah membeli City di 2008.
Tak ayal, kedua pemilik yang memiliki bisnis di bidang perminyakan itu membuat klubnya sangat royal dalam transfer pemain. Mereka pun mengubah persaingan liga. Chelsea dan City berubah dari tim pesakitan menjadi penguasa liga.
Terbukti sejak berdiri 1905 hingga sebelum kedatangan pria Rusia, Chelsea hanya menjuarai liga sekali. Sementara itu, dalam 15 tahun terakhir, mereka memboyong lima gelar juara. Begitu pula dengan City. 10 tahun terakhir mereka memenangkan tiga gelar liga, dibandingkan 114 tahun sebelumnya hanya dengan dua gelar liga.
Abramovich tertinggal
Masalahnya, dalam beberapa tahun terakhir, sang taipan Rusia tertinggal jauh dari Mansour dalam hal pembelian pemain.
Data transfermarkt.com menyebutkan, selama empat musim terakhir, dari sisi transfer net atau jumlah pembelian dikurangi penjualan pemain, Chelsea tertinggal dengan hanya 211 juta euro, sedangkan City 568 juta euro.
Jika dibedah per musim, Chelsea hanya menginvestasikan sekitar 52 juta euro untuk pembelian dalam semusim. Sementara itu, City rela mengeluarkan sekitar 142 juta euro per musim, atau nyaris tiga kali lipatnya.
Uang dan pembelian pemain memang cara paling instan menaikkan prestasi klub. Namun demikian, cara instan itu pun membutuhkan waktu, setidaknya investasi pemain secara konsisten dalam 3-4 musim, sebelum tim juara terbentuk. Masalahnya, dalam empat musim itu, Chelsea jauh tertinggal.
Investasi Abramovich dalam empat musim cukup buruk. Selain karena dana yang lebih kecil, pria terkaya peringkat 140 versi Forbes itu juga tidak mampu membawa pemain mega bintang setelah Eden Hazard pada musim 2012.
Hasilnya, sejak transfer musim 2015-2017, pemain yang masih bertahan dan masuk dalam rencana tim hanya Pedro, N\'golo Kante, David Luiz, Antonio Rudiger, dan Marcos Alonso. Sementara itu, musim ini mereka hanya membeli dua pemain, Kepa Arizabalaga yang menggantikan Thibaut Cortouis dan Jorginho.
Di sisi lain, investasi selama empat musim terakhir mereka sering mubazir. Pada 2016, Chelsea mendatangkan Michy Batshuayi, sementara pada 2017 membeli Alvaro Morata dan Tiemoue Bakayoko. Total harga transfer mencapai 150 juta euro. Namun, ketiga pemain itu sudah dikeluarkan dari klub.
Sangat kontras dengan "The Citizens". Pembelian pemain mereka sejak 2015 merupakan pondasi utama tim musim ini. Pada 2015, mereka menggelontorkan 185 juta euro untuk Kevin de Bruyne, Raheem Sterling, dan Nicolas Otamendi. Pada 2016, sebanyak 165 juta euro dikeluarkan untuk John Stones, Leroy Sane, Ilkan Gundogan, dan Gabriel Jesus.
Setelahnya, Benjamin Mendy, Kyle Walker, Bernardo Silva, Ederson dan Aymeric Laporte dihadirkan pada 2017. Dan terakhir, Riyad Mahrez, menyempurnakan tim asuhan Pep. Delapan dari pembelian sejak 2015-2018 itu menjadi pemain mula saat menghancurkan Chelsea, malam kemarin.
Mantan pelatih Chelsea Jose Mourinho dalam wawancara bersama BeiN Sports beberapa waktu lalu, mengatakan, iri dengan Pep yang begitu didukung dalam pembelian pemain oleh City.
"Kebebasan pembelian Pep sangat luar biasa. Di musim keduanya dia menjual semua bek sayap. Lalu menggantikan dengan empat sayap baru berkualitas. Ini yang saya butuhkan di tim baru nanti," kata Mourinho.
Kini, sang taipan Rusia terjebak dengan permainannya sendiri. Permainan uang yang dibawanya ke Liga Primer pada era 2000-an. Suka atau tidak, Abramovich harus merogoh kocek lebih dalam jika ingin mengembalikan kejayaan Chelsea.
Atau Abramovich sudah puas dengan prestasi "The Blues"? Terutama setelah meraih gelar Liga Champions yang dicita-citakan sejak lama. Karena dalam beberapa musim terakhir, santer terdengar pria berusia 52 tahun itu berniat menjual saham Chelsea.