SEMARANG, KOMPAS — Maraknya relokasi industri tekstil dan produk tekstil ke Jawa Tengah menjadi salah pertanda pertumbuhan sektor tersebut masih sangat prospektif. Peluang Jateng menjadi sentra industri tekstil dan produk tekstil baru didukung infrastruktur tol Trans-Jawa, upah tenaga kerja yang bersaing, dan iklim yang kondusif.
Relokasi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dari Jawa Barat, juga Jakarta dan sekitarnya, ke Jateng sudah dimulai sejak 2016. ”Pihak swasta tertarik menyiapkan kawasan industri dan zona industri untuk penyediaan lokasi terpadu bagi pembangunan pabrik baru dari investasi asing ataupun dalam negeri,” ujar Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Komisariat Daerah (API Komda)Semarang Agung Wahono, Kamis (14/2/2019).
Relokasi industri TPT ada beberapa model. Ada yang langsung membangun pabrik baru, ada pula yang menjalin kerja sama dengan pabrik yang sudah ada, dan terakhir mengambil alih kemudian mengembangkan pabrik tak produktif.
”Sebagian besar pola kerja sama dan mengambil alih pabrik tidak produktif. Yang benar-benar membangun pabrik baru dari nol baru sekitar 10 persen,” kata Agung.
Daerah tujuan relokasi industri TPT adalah Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Salatiga, Boyolali, Jepara, Sukoharjo, Solo, Sragen, Pekalongan, Batang, dan Pemalang. Agung menambahkan, kota-kota itu didukung beroperasinya jalan tol Trans-Jawa untuk ruas Pemalang-Batang-Semarang dan Semarang-Bawen-Sragen.
”Sebagian besar pola kerja sama dan mengambil alih pabrik tidak produktif. Yang benar-benar membangun pabrik baru dari nol baru sekitar 10 persen.” (Agung Wahono)
API Komda Semarang mencatat, untuk kawasan Semarang dan sekitarnya saja, di luar Solo Raya, Pemalang, dan Pekalongan, sebanyak 8-10 industri baru yang masuk. Hal ini tentu saja berdampak luas terhadap peta industrri TPT, termasuk permintaan pekerja terampil di sektor tekstil dan garmen yang cukup besar, yakni 5.000 hingga 10.000 pekerja. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi menyebutkan, tertariknya pengusaha merelokasi industrinya ke Jateng bukan semata soal selisih upah bagi pekerja. Namun, paling pokok di antaranya adalah situasi kondusif yang selama ini dirasakan kalangan industri.
Makna kondusif itu artinya pekerja memperoleh upah sesuai kebutuhan hidup mereka. Jika ada perselisihan, pekerja juga bersedia diajak musyawarah untuk penyelesaian konflik di perusahaan.
Tidak kalah penting, dalam 5 tahun terakhir ini, setiap pemerintah daerah juga gencar menyederhanakan regulasi perizinan. Proses perizinan kini satu atap, transparan, serta waktunya pun juga cepat. Regulasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah atas perizinan juga merupakan hal penting.
Sekretaris Himpunan Kawasan Industri (HKI) Koordinator Wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta Setyo Adi Paminto mengakui, relokasi sejumlah industri, terutama TPT, mendorong pihaknya, sejak 2017, menyiapkan kawasan industri di sejumlah daerah. Saat ini, kawasan indusrri yang sedang digarap di Kawasan Industri Jateng Land seluas 300 hektar, berlokasi di Karangtengah, Kabupaten Demak.
”Jateng Land sedang proses pembangunan. Meski belum diresmikan, sudah ada beberapa PMA dan PMDN yang memesan lokasi. Ini pertanda baik, terlebih kelak kawasan Jateng Land akan terhubung sarana tol ruas Demak-Semarang pada 2020,” ujar Setyo Adi.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat, realisasi investasi pada 2018 di Jateng cukup merata. Hal itu tertinggi di Kabupaten Batang, senilai Rp 14,1 triliun, di antaranya 10 persen industri TPT, disusul Kabupaten Jepara senilai Rp 12,3 triliun, Kota Semarang Rp 9,2 triliun, dan terkecil di Kabupaten Grobogan dan Demak, masing-masing Rp 800 miliar.
Setyo Adi mengatakan, kawasan industri saat ini kalah bersaing dibandingkan zona industri, yang lahannya dibangun sendiri oleh pihak investor. Dia juga menyebut Kawasan Industri Kendal (KIK) juga termasuk lokasi primadona bagi investasi baru.
”Kawasan Industri Kendal (KIK) juga termasuk lokasi primadona bagi investasi baru.”
Secara terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Jepara Ahmad Junaidi mengemukakan, sepanjang 2018, sudah ada realisasi 252 investasi, meliputi manufaktur, garmen, teksil, sepatu, dan paling banyak mebel serta furnitur.
Di Jepara, investor baru membangun pabriknya di wilayah tepi jalur transportasi kontainer, seperti Mayong, Pecanggaan, Welahan, dan Kalinyamat. Salah satu pabrik garmen besar yang dibangun di Mayong mampu menyerap sekitar 5.000 tenaga kerja. Pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jateng, melalui Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia, mampu menyuplai pekerja garmen dengan kapasitas 5.000 orang per tahun.