JAKARTA, KOMPAS — Rentetan gempa bumi terjadi di Samudera Hindia di selatan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Sepanjang hari Selasa (19/2/2019) telah terjadi 27 gempa bumi menyusul gempa berkekuatan M 5,6 yang terjadi pada pukul 02.30 WIB.
Data Badan Meterologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa dengan kekuatan antara M 4 hingga M 4,9 terjadi sebanyak 4 kali, sedangkan gempa berkekuatan M 3 hingga M 3,9 terjadi sebanyak 23 kali.
“Sebaran episenter gempa ini membentuk bergerombol berarah utara-selatan di cekungan busur muka (fore arc basin) di Samudra Hindia selatan Malang, Jawa Timur,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono.
Sebaran episenter gempa ini membentuk bergerombol berarah utara-selatan di cekungan busur muka (fore arc basin) di Samudra Hindia selatan Malang.
Menurut Daryono, peningkatan intensitas gempa di selatan Malang ini mulai terjadi sejak 8 Januari 2019 dengan magnitudo M 3,9 dilanjutkan pada 14 Februari 2019 dengan magnitudo M 5, dan 19 Februari pagi dengan magnitudo M 5,6. Sekalipun gempa-gempa kali ini tergolong kecil, namun kawasan ini menyimpan potensi gempa besar.
Sejarah gempa Malang
Daryono menyebutkan, selatan Malang pernah terjadi gempa kuat den merusak pada 15 Agustus 1896. Guncangan dalam skala intensitas VI MMI ini menyebabkan banyak rumah rusak di Wlingi dan Malang selatan. Guncangan gempa dirasakan hingga daerah Brangah, Negororejo, Probolinggo.
Selanjutnya, pada 20 November 1958 juga terjadi gempa dengan guncangan mencapai VII-VIII MMI. Akibat gempa ini banyak rumah rusak dan banyak ditemukan lokasi tanah terbelah. Gempa ini menyebabkan sebanyak 8 orang tewas di selatan Malang. Pada tahun 1962 dan 1963 wilayah Malang selatan kembali terjadi guncangan gempa kuat yang menyebabkan beberapa rumah rusak ringan di selatan Malang.
Gempa merusak terakhir di selatan Malang terjadi pada 4 Oktober 1972. Gempa menyebabkan guncangan kuat terjadi di Malang, Malang selatan, Gandusari, dan Trenggalek mengakibatkan beberapa rumah rusak.
Menurut Daryono, BMKG terus memantau intensif kegempaan di selatan Malang ini. “Memang sulit untuk memprediksi apakah ini gempa pembuka atau gempa susulan saja. Hingga saat ini memprediksi tipe gempa sama juga sesulit memprediksi kejadian gempa itu sendiri. Kita dapat mengetahui gempa utama (main shock) jika sudah selesai seluruh rangkaian gempa yang terjadi hingga kondisi postseismik di zona gempa tersebut,” kata dia.
Memang sulit untuk memprediksi apakah ini gempa pembuka atau gempa susulan saja. Hingga saat ini memprediksi tipe gempa sama juga sesulit memprediksi kejadian gempa itu sendiri.
Dengan kondisi ini, dia berharap masyarakat selatan Malang dan sekitarnya agar selalu waspada. “Harapan kita gempa yang terjadi ini sebagai pelepasan energi gempa dan tidak menimbulkan kerusakan,” kata dia.
Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, saat ini terdapat delapan zona bahaya gempa bumi di Indonesia yang mendapat pemantauan khusus. Zona tersebut dinilai berbahaya karena relatif jarang terjadi gempa bumi yang berarti energi yang tersimpan masih besar.
Selain zona subduksi di Mentawai, beberapa daerah lain yang saat ini diwaspadai adalah Selat Sunda, sesar darat Kendeng yang memanjang dari Jawa Timur hingga Jawa Barat, subduksi di selatan Sumba, Laut Banda, sesar darat di Sulawesi, barat Danau Toba, dan sesar naik Flores, terutama di segmen utara Bali.