Ketika ”Kompas” Mewawancarai Ikon Mode Karl Lagerfeld
Ikon mode Karl Lagerfeld, menurut kantor berita Reuters, meninggal di Paris pada Selasa (19/2/2019). Lagerfeld, Direktur Artistik Chanel, meninggal pada usia 85 tahun.
Pada April 2011, wartawan Kompas, Ninuk Mardiana Pambudy, pernah mewawancarai Lagerfeld secara eksklusif di kota Paris. Untuk mengenang Lagerfeld, berikut ini hasil wawancara yang dicetak di harian Kompas, Minggu, 15 Mei 2011, di halaman 23.
ENERGI KARL LAGERFELD
Cuaca Paris Kamis (28/4/2011) pagi itu mendung. Hujan rintik-rintik sempat jatuh. Tetapi, halaman apartemen La Réserve di 2 Avenue Georges Mandel, tak jauh dari Menara Eiffel dan bertetangga dengan rumah mendiang perancang adibusana Christian Dior, penuh wartawan dari Eropa dan Asia. Waktu sudah lewat sekitar 40 menit dari jadwal acara pukul 11.00, akhirnya sosok yang ditunggu, Karl Lagerfeld, tiba.
Karl Lagerfeld (73), yang dijuluki ”Kaiser Karl”, tampil dengan gaya khasnya. Berkacamata hitam, rambut putih diikat ekor kuda, bersetelan jas dengan pipa celana lurus dan ramping, memakai kemeja berkerah tinggi, dan bersarung tangan yang memperlihatkan jari-jari. Lagerfeld terlihat santai menjawab pertanyaan yang dilontarkan wartawan.
Pagi itu, ikon mode dan gaya hidup yang namanya mendunia itu memperkenalkan Magnum Chocolate Suite. Seluruh ruang tidur itu, termasuk patung peragawan Baptiste Giabiconi, terbuat dari cokelat susu, cokelat putih, dan cokelat hitam. Artis cokelat dari Paris, Patrick Roger, mewujudkan ide Lagerfeld tersebut.
Perancang dan pencipta itu telah beberapa kali bekerja sama dengan produk konsumen massal. Sebelum bekerja sama dengan Magnum yang diproduksi Unilever, Lagerfeld merancang kemasan Coca Cola Light dan mendesain untuk H&M, produk mode busana berharga sangat terjangkau buatan Swedia.
Padahal, citra perancang busana, fotografer, penerbit buku, dan sutradara film pendek ini adalah sosok eksklusif. Dia adalah desainer untuk rumah adibusana Chanel. Dia juga menjadi konsultan untuk rumah mode Fendi hingga kini, meninggalkan jejaknya di Chloe, dan membuat produk dengan namanya sendiri.
Kompas mendapat kesempatan mewawancarai secara eksklusif Lagerfeld setelah makan siang bersama. Jawabannya sangat terbuka, terkadang disertai gurauan, melunturkan kesan awal seorang Lagerfeld yang menjaga jarak.
Magnum ditujukan untuk orang banyak, sementara citra Anda lekat dengan gaya hidup eksklusif?
Saya ingin bergerak dari satu bidang ke bidang lain. Saya ingin menjadi global atau global dalam produk, dari Coca Cola ke Magnum ke Chanel, sebagai pribadi. Saya ingin menjangkau semua.
Kenapa?
Karena belum ada orang melakukan dan tidak ada yang melakukan seperti saya.
Tidak ingin eksklusif?
Sama sekali tidak. Saya rabun jauh, ha-ha-ha... (Rabun jauh mengacu pada penglihatannya yang memerlukan bantuan kacamata untuk dapat melihat baik).
Anda membuat seri tiga film pendek untuk Magnum dengan aktris Rachel Bilson dan diputar perdana dalam Festival Film Tribeca di New York 22 April lalu?
Saya pernah membuat film-film pendek sebelumnya. Tetapi, saya suka ide membuat cerita ke dalam film pendek 99 detik itu. Saya beruntung dapat kesempatan membuatnya untuk perusahaan lain, bukan untuk adibusana (Chanel) atau untuk pribadi demi kesenangan sendiri.
Saya melakukan pekerjaan ini seperti harus bekerja untuk hidup, walau itu bukan tujuan saya. Saya bersedia karena ada elemen baru dalam proyek ini dan elemen baru itulah yang ingin saya kembangkan.
Anda suka mengerjakan elemen baru?
Ya, semakin saya mengerjakan elemen-elemen baru, semakin banyak saya mendapat arah baru dalam mode.
Saya mau mengerjakannya karena belum pernah melakukan sebelum ini. Kalau tidak (ada yang baru), Anda dalam bahaya karena jadi rutin. Kerjakan hal baru dan kita akan melihat sekitar kita dengan sudut pandang baru. Kerjakan hal yang sama dan Anda tidak akan berkembang.
Kerjakan hal yang sama dan Anda tidak akan berkembang.
Dunia konsumsi
Kemampuan menangkap yang terjadi saat ini, mengantisipasi yang akan terjadi, serta keingintahuannya akan hal baru membuat Karl Lagerfeld selalu berada di depan.
Meskipun hidup dalam dunia di mana hasrat mengonsumsi yang baru terus didorong, Lagerfeld dengan tegas mengatakan dirinya bukan orang yang mengonsumsi, melainkan membuat. ”Saya tidak akan menjadi korban konsumtivisme,” kata Lagerfeld.
Dalam masyarakat modern saat ini, orang dibangkitkan hasratnya untuk terus mengonsumsi yang baru?
Tanpa lahirnya hal-hal baru, masyarakat tidak akan sama dengan keadaan kita kini. Dalam media, misalnya, kita sekarang mendapat informasi sangat banyak, hal yang tidak tersedia pada masa lalu.
Lalu, di mana batas mengonsumsi?
Orang-orang harus makan dan untuk itu mereka butuh pekerjaan. Apa boleh buat, seperti itulah ekonomi bekerja. Siapa akan membayar gaji dan uang pensiun mereka?
Jadi, menurut saya, tidak baik apabila Anda hanya menyimpan uang di bank. Lempar (uang) itu melalui jendela, dia akan kembali melalui pintu. Dan, itu akan memberi pekerjaan kepada banyak orang. Kalau kita mempersoalkan konsumsi, bagaimana para pekerja bisa hidup?
Jangan merasa bersalah untuk berbelanja karena dengan berbelanja kita menciptakan pekerjaan. Jangan menjadi korban dari mengonsumsi atau berbelanja karena Anda menyukai apa yang Anda beli. Anda mendapat hal yang lebih baik dan memberi pekerjaan. Saya tidak setuju dengan pembicaraan (kritik) tentang konsumsi.
Dengan berbelanja kita menciptakan pekerjaan.
Namun, jika orang mengonsumsi lebih dari yang dia butuhkan, bumi tidak akan bisa mencukupi? Isu kerusakan lingkungan?
Saya rasa apa yang kita butuhkan hanya sedikit. Dan, hidup kita sebetulnya adalah tentang apa yang tidak kita butuhkan....
Mode mendemokratisasi masyarakat?
Ide berpakaian baguslah yang mendemokratisasi. Sekarang, siapa pun dapat berpakaian bagus dengan uang sedikit. Dulu, itu tak mungkin. Itu sebabnya, saya membuat koleksi untuk H&M yang trendi, modern, dan dengan uang sedikit Anda dapat memiliki.
Anda juga bekerja dengan Coca Cola dan Magnum?
Saya ingin menjadi bagian dari dunia modern.
Tetapi, Anda tidak makan es krim?
Saya suka susu, gula, dan terutama cokelat. Ayah saya pengusaha susu. Tetapi, saya memutuskan tidak lagi mengonsumsi gula. Saya tidak akan mengajak orang tidak makan gula. Sama seperti saya tidak mengajak orang tidak merokok meskipun saya akan menolak jika ditawari.
Sama seperti ketika saya membuat gaun. Saya juga tidak mengenakannya. Saya juga bekerja sama dengan (anggur) Dom Perignon, tetapi saya tak minum alkohol.
Bebas penuh
Ditanya apakah pernah ke Indonesia, Karl Lagerfeld mengatakan belum. ”Saya bukan turis. Saya pergi ke suatu tempat harus karena mengerjakan sebuah proyek atau saya tinggal di rumah.”
Ditanya tentang batik, dia mengatakan tahu proses membuat batik yang sulit. ”Tetapi, batik Indonesia dikopi di mana-mana,” katanya, tampak tak tertarik.
Namun, ketika Kompas memberi dia cendera mata selendang batik warna biru gelap buatan sebuah rumah kain di Jakarta, Lagerfeld tampak tulus berulang kali menyatakan kekagumannya. ”Tres bien. Saya menghargainya. Kami sedang mengerjakan skema warna yang sama,” katanya.
Lagerfeld tampak tulus berulang kali menyatakan kekagumannya.
Sebagai sosok, Lagerfeld sangat unik. Dia menyebut kacamata hitam yang selalu dia kenakan ibarat perona mata. Tanpa itu, dia melihat orang tampak lebih tua 10 tahun. ”Seperti saya katakan, saya rabun jauh, he-he-he....”
Rambutnya selalu diikat karena tak mau repot mengurus tiap hari. ”Rambut asli saya keriting dan secara pribadi saya tak suka,” katanya.
Tentang kemeja berkerah tinggi, itu membuat lehernya tampak panjang dan kelihatan keren. ”Saya meniru gaya pakaian bapak baptis saya yang fotonya saya simpan.”
Adakah hal yang Anda inginkan yang belum Anda lakukan?
Saya ingin ada kejutan dalam mengerjakan sesuatu, mengharap sesuatu yang bukan rutin. Bukan berarti saya tidak ingin ada di tempat di mana saya tahu bagaimana mengerjakannya.
Dari mana energi Anda?
Di Perancis ada pepatah, selera datang ketika Anda makan dan ide datang ketika Anda bekerja. Energi datang ketika Anda menggunakannya.
Saya menggunakan energi seperti memakai baterai. Jika telah lama dipakai, harus diisi ulang. Inspirasinya adalah mengerjakan hal-hal menyenangkan dari luar karena energi juga datang dari luar diri kita. Dari orang-orang, dari apa yang terjadi di sekitar, dari apa saja.
Anda percaya reinkarnasi?
Saya suka idenya, tetapi saya tidak percaya dan tidak peduli.
Bila dilahirkan kembali, apa yang Anda inginkan?
Tetap hal yang sama. Maksud saya, saya tidak tahu.... Saat ini keadaan saya baik, apalagi yang bisa lebih baik? Saya merasa cukup dengan apa yang saya miliki, saya tidak ambisius. Saya percaya pada semua yang telah terjadi.
Ingin punya rumah mode sendiri?
Tidak. Saya suka pekerjaan saya sekarang. Saya tidak ingin jadi pebisnis. Saya ingin bisnis berjalan baik, tetapi tidak ingin bertanggung jawab untuk urusan bisnis. Saya ingin bebas penuh.
KARL LAGERFELD
Lahir di Hamburg, Jerman, tahun 1933, pindah ke Paris awal 1950-an untuk belajar mode busana. Tahun 1954, memenangi kompetisi Woolmark Prize untuk desain jaket luar yang diwujudkan Pierre Balmain. Tiga tahun sebagai asisten Pierre Balmain, dia lalu menjadi direktur artistik di Maison Jean Patou. Kini perancang untuk Chanel, Fendi, dan Karl Lagerfeld.
Berprofesi sebagai desainer mode, fotografer, penerbit buku, dan sutradara film, dia menguasai empat bahasa: Jerman sebagai bahasa ibu, sehari-hari berbahasa Perancis karena tinggal di Paris, bahasa Inggris, dan Italia.
Karya fotografinya dibukukan sejak tahun 1995, antara lain Parcours de Travail (2010), Beauty of Violence (2010), Serge, Misia, Coco et les Autres... (2009), dan Moderne Mythologie (2009). Karya fotonya muncul sebagai iklan atau karya seni dalam pameran di Art Basel di Swiss, di Maison Européene de la Photographie, di istana Versailles, di Tokyo, New York, dan Berlin. Karya film pendeknya antara lain Remember Now, Vol de Jeur, dan Le Lettre.