62 Tahun Berjalan Bersama Bangsa (1)
Perekonomian Indonesia pada 2018 mencatatkan pertumbuhan terbaik selama 4 tahun terakhir, yakni mencapai 5,17 persen. Industri perbankan menjadi salah satu pilar penunjang pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pemerataan.
Belakangan, Otoritas Jasa Keuangan kembali gencar mendorong konsolidasi guna menjaga stabilitas industri perbankan. Bank-bank besar diharapkan mengandeng bank-bank kecil agar bank-bank kecil dapat semakin berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka menengah maupun panjang.
Pada 21 Februari 2019, salah satu bank tertua di Tanah Air yakni Bank Central Asia, genap berusia 62 tahun. Bank yang didirikan pada 1957 itu semula bernama Bank Central Asia NV. NV Perseroan Dagang dan Industrie Semarang Knitting Factory yang berdiri pada 1955 merupakan cikal bakal bank yang didirikan Sudono Salim itu.
Sepanjang 62 tahun, BCA menjaga perputaran ekonomi dalam negeri dengan cara menjaring dana dari masyarakat untuk dilepaskan kembali kepada masyarakat. Bank yang saat ini dimiliki perusahaan Djarum itu turut menggerakkan roda ekonomi Indonesia.
Kompas berkesempatan berbincang dengan Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk, Jahja Setiaatmadja, di Menara BCA, Jakarta, Senin (18/2/2019). Seperti apa pandangan Jahja melihat kontribusi BCA terhadap perekonomian nasional, serta bagaimana dia menanggapi imbauan konsolidasi dari OJK? Berikut petikan wawancara kami:
Bagaimana BCA berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia?
Bank berfungsi sebagai untuk menerima dan melepas dana kembali. Nasabah yang memiliki banyak dana ditaruh ke bank, lalu kami memberikannya untuk nasabah yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan. Masyarakat bisa membangun pabrik, jaringan distribusi, dan transportasi. Kami menjembatani hal itu.
Ini hal yang penting karena melihat negara seperti Indonesia, konsumsi domestik penting sekali untuk mengembangkan produk domestik bruto (PDB) kita. Penciptaan lapangan pekerjaan menambah daya beli masyarakat. Jadi, ini adalah multiplier effect. Ada pekerjaan, daya beli meningkat, dan ada kebutuhan. Ini terus berputar.
Dalam menyalurkan pinjaman, BCA adalah bank swasta terbesar di Indonesia. Kami mampu masuk ke bisnis korporasi di bidang infrastruktur, seperti jalan tol, pembangkit listrik, irigasi, pelabuhan, dan lapangan terbang. Bank menengah kecil belum mampu menyediakan dana untuk sektor ini.
Baca juga: BCA Salurkan Kredit Sindikasi Rp 2,78 Triliun untuk Pembangunan LRT
BCA memang belum fokus menyalurkan pembiayaan di sektor mikro. Namun, kita mencoba masuk ke situ. Kami tidak mau masuk terlalu jauh karena ini pasar untuk bank kecil dan menengah. Pemain regional di sektor itu juga banyak. Di Bandung, Surabaya, Kalimantan, ada pemain regional yang besar di wilayah itu. Nah mereka butuh pendanaan besar, itu pun bank kecil belum tentu mampu mendanai.
Di sisi lain, otoritas industri Keuangan kita, mengharuskan setiap bank turut membiayai usaha kecil menengah. Kita pun tetap masuk ke UKM meskipun tidak bisa seperti bank lain.
Karena kita size-nya besar, perputarannya pun makin besar. Kita tidak mau bersaing karena ini kantong nasinya bank kecil dan menengah, kalau agresif bukan nambah pemain tetapi bisa menghabiskan bisnis mereka juga. Jadi kita lebih fokus korporasi dan komersial.
BCA memang belum fokus menyalurkan pembiayaan di sektor mikro. Kami tidak mau masuk karena ini pasar untuk bank kecil dan menengah. Jadi, kami fokus di sektor korporasi dan komersial.
Lalu satu lagi yang kita lihat belum banyak pemain, yaitu KPR (kredit perumahan rakyat) dan KKB (kredit kendaraan bermotor). Kebetulan funding kita relatif lebih murah dari yang lain. Jadi kita berani memberikan KPR dan KKB lebih murah dari teman-teman yang lain. Itu keunggulan kita. Tetapi tentu saja persyaratan BCA lebih ketat karena cicilan murah tentu risiko semakin tinggi.
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah mempercayakan BCA sebagai salah satu penyalur surat berharga negara. Bagaimana BCA menjalankan tugas tersebut?
Saya kira kepercayaan yang diberikan pemerintah tidak instan kalau tidak ada rekam jejak. Sewaktu ada penawaran menjadi semacam agen, kami salah satu yang mengajukan diri. Penjualan Saving Bond Ritel (SBR) 003, 004, dan 005 cukup baik untuk performa perusahaan. Bahkan, kami pernah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Keuangan tentang pencapaian penjualan sebagai agen surat berharga negara (SBN).
Dari hasil observasi, meskipun penjualan baik, sejumlah dana nasabah kami berpindah buku. Tetapi, ini sudah menjadi tanggung jawab kami sebagai agen yang baik.
Sekarang kami menawarkan SBN kepada nasabah yang ada. Namun, kami yakin bisa mencari nasabah lain untuk menjaring dana karena rasio kredit terhadap pendanaan (LFR) dan rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) masih sekitar 80 persen.
Bagaimana peran BCA untuk memperkuat industri perbankan nasional, apalagi Otoritas Jasa Keuangan mengimbau agar bank berkonsolidasi?
Konsolidasi itu penting untuk meningkatkan kualitas pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Saat ini ada 114 bank di Indonesia, terkadang waktu yang dibutuhkan untuk menilai satu bank kecil sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk menilai satu bank besar.
Selain itu, kalau terjadi kesalahan manajerial pada satu bank dapat memberi efek domino bagiseluruh industri perbankan. Kalau sudah begini, biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk perbaikan pasti mahal.
Namun, ada dua hal yang menjadi pertimbangan dalam melakukan konsolidasi. Pertama, bank kecil ketika berbisnis pasti memiliki kantor cabang di kawasan pusat bisnis. Di kawasan tersebut pasti sudah ada cabang kami sebanyak tiga atau empat unit. Menambah satu cabang itu tidak akan meningkatkan nilai perusahaan kami.
Kedua, nasabah bank kecil, biasanya bank umum kelompok usaha (BUKU), memiliki karakter yang berbeda. Nasabah bank tersebut akan meminta bunga deposito yang jauh lebih tinggi.
Begitu pula dengan kredit. Bank kecil menyalurkan kredit dengan risiko yang lebih tinggi dengan jaminan yang lebih sedikit. Kalau saya menerapkan jaminan ala BCA, kaburlah nasabah. At the end of the day, saya tidak dapat apa-apa.
Namun, kami sadar bahwa industri perbankan ini perlu ditolong. Saat ini, kami tengah menjajaki satu bank yang dapat diakuisisi dalam rangka membantu konsolidasi perbankan.
Kami masih memikirkan arah pengembangan bank ini nantinya. Bisa jadi bank ini akan fokus ke segmentasi tertentu, misalnya wealth management, micro banking, atau bahkan UKM (usaha kecil dan menengah), tinggal nanti kita lihat mana yang nilainya lebih tinggi.
Semua tindakan dan aksi perusahaan akan dianalisis oleh investor. Seandainya menurut penilaian investor BCA salah pilih (bank untuk diakuisisi) karena tidak ada nilai tambah, tentu itu jadi sentimen negatif.
Dampaknya, harga valuasi kita bisa turun juga. Padahal, nilai kapitalisasi BCA di BEI besar, mencapai 11-12 persen dari total valuasi seluruh emiten pasar modal. Kalau valuasi BCA turun, dampak terhadap IHSG bisa turun juga.
Seandainya menurut penilaian investor BCA salah pilih (bank untuk diakuisisi) karena tidak ada nilai tambah, tentu itu jadi sentimen negatif. Dampaknya, harga valuasi kita bisa turun juga.
Memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN, Apakah BCA memiliki rencana untuk melakukan ekspansi ke pasar Asia Tenggara?
Tidak ada. Ambil contoh beberapa bank Asia Tenggara yang masuk ke pasar Indonesia tidak maju-maju. Bank dari Malaysia dan Singapura masuk ke Indonesia dengan cara akuisisi, bukan start from zero, misal CIMB Niaga itu ambil dari Bank Niaga, UOB ambil Bank Buana, sementara Maybank dari BII. Jadi tidak ada yang original.
Dengan menggarap pasar Indonesia saja dalam sehari BCA bisa menangani 25 juta transaksi. Jangan harap jumlah transaksi inter-region Asia Tenggara sampai segitu, jadi fokus saja menggarap pasar dalam negeri.
Filosofi saya, untuk melakukan ekspansi kita kenal customer dan menguasai kultur dari setiap region yang berbeda. Kultur ini penting karena penyaluran kredit bukan hanya masalah penilaian, tetapi juga karakter masyarakat setempat. Kadang dalam tekanan ekonomi, keluar semua bermacam-macam karakter debitor. Terkadang yang bisa bayar bilang tidak bisa bayar.
Baca juga: Karyawan Menjadi Kunci
***
Hingga saat ini, sebanyak 18,5 juta rekening nasabah BCA telah saling terhubung dengan dukungan 1.243 kantor cabang dan 17.440 mesin ATM yang tersebar di pelosok Tanah Air. BCA memiliki visi untuk menjadi pilar penting perekonomian Indonesia. Pertumbuhan bisnis BCA diupayakan berjalan seiring dengan pergerakan roda ekonomi nasional.