YOGYAKARTA, KOMPAS — Seluruh masyarakat diharapkan bisa belajar mengenai patriotisme dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Besarnya pengorbanan dan keberpihakannya terhadap Indonesia mendorong negara ini menjaga kemerdekaannya hingga diakui negara-negara lain.
Hal itu disampaikan Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD dalam seri ke-5 Jelajah Kebangsaan yang bertema ”Merawat Patriotisme, Progresifitas, dan Kemajuan Bangsa”, di Stasiun Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (19/2/2019) malam.
Saat ini, tantangan yang dihadapi generasi muda adalah bertarungnya gagasan tentang patriotisme dan transnasional.
”Mari kita jaga nasionalisme dan patriotisme kita berangkat dari semangat Yogyakarta menjaga NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia),” ujar Mahfud.
Mahfud menjelaskan, patriotisme adalah sikap seseorang yang rela mengorbankan segala hal karena kecintaannya terhadap tanah air. Sikap tersebut ditunjukkan Sultan Hamengku Buwono IX sebagai pemimpin di Yogyakarta sewaktu zaman perjuangan kemerdekaan hingga mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih Indonesia.
”NKRI bertahan kalau didukung oleh para nasionalis dan patriot. Nasionalis adalah orang yang cinta pada negara bangsanya. Patriot itu orang yang berani membela dan melakukan apa pun demi bangsanya, seperti Sultan HB IX,” kata Mahfud.
Mahfud menceritakan, Sultan HB IX pernah menyumbangkan dana sebesar 6 juta gulden untuk operasionalisasi pemerintahan Indonesia pada awal masa kemerdekaan. Saat itu, stabilitas negara belum terjaga dan guncangan oleh pihak luar terjadi dari berbagai sisi. Terdapat keinginan asing mendelegitimasi kemerdekaan Indonesia.
”Sebagai negara yang baru merdeka, banyak sekali tantangannya. Gangguan terhadap stabilitas negara itu selalu ada. Negara yang kesulitan ekonomi pun dibantu oleh Keraton Yogyakarta. Operasional pemerintahan saat itu dibiayai oleh Sultan HB IX,” tutur Mahfud.
Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, putri pertama Sultan HB X, menyampaikan, partisipasi kerajaan-kerajaan Nusantara dalam menyokong kemerdekaan Indonesia tidak boleh dilupakan. Mereka rela meleburkan diri menjadi satu sehingga lahirlah Indonesia.
”Negara perlu tahu, banyak partisipasi kerajaan-kerajaan Nusantara terhadap negara. Mereka juga sukarela meleburkan diri menjadi bumi Nusantara yang kita cintai ini. Tentu banyak sejarah yang sudah diceritakan maupun belum diceritakan tentang semua perjuangannya,” katanya.
Mangkubumi menambahkan, komitmen untuk meningkatkan kemajuan bangsa juga terus diupayakan oleh Yogyakarta. Hal itu terlihat dari banyaknya lembaga pendidikan yang didirikan di daerah ini. Pengembangan sumber daya manusia harus diyakini menjadi cara memajukan bangsa ini.
”Kami mempunyai idealisme untuk bersama-sama membangun bumi Nusantara ini lebih baik. Ada banyak lembaga yang basisnya edukasi atau pendidikan yang tinggi. Karena, kami memang tidak punya banyak sumber daya alam, tetapi punya sumber daya manusia yang luar biasa. Kami punya keinginan memajukan bangsa ini,” ujar Mangkubumi.
Sementara itu, Alissa Wahid, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian, mengungkapkan, saat ini, tantangan yang dihadapi generasi muda adalah bertarungnya gagasan tentang patriotisme dan transnasional. Sumber informasi tentang berbagai hal sangat mudah diperoleh. Tekad kuat generasi muda untuk mempertahankan persatuan bangsa menjadi hal penting yang harus terus dilakukan.
”Tantangan kita sekarang adalah berhadapan dengan ideologi transnasional. Ada paham-paham yang berusaha menggerus persatuan Indonesia sebagai sebuah bangsa. Ruang publik harus dibanjiri ideologi yang mencerminkan semangat kebangsaan. Itu semua hendaknya diikuti dengan sikap patriotik generasi muda,” tutur Alissa.