Metode Baru Digunakan dalam Sensus 2020
PALEMBANG, KOMPAS — Penerapan Sensus Penduduk 2020 akan menggunakan metode baru, yakni metode kombinasi yang memadukan metode tradisional dengan metode administratif. Dengan cara ini, diharapkan Indonesia akan memiliki satu data kependudukan yang bisa dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau melihat kecenderungan kehidupan bermasyarakat.
Hal ini disampaikan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kecuk Suhariyanto setelah menghadiri Rapat Teknis Nasional Pimpinan BPS di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (21/2/2019). Bersamaan dengan acara tersebut, digelar juga penandatanganan kerja sama antara BPS dengan harian Kompas dan BPS dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk turut terlibat dalam penyelenggaraan Sensus Penduduk 2020 mendatang.
Suhariyanto mengatakan, merujuk pada aturan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 dapat dilakukan dengan tiga metode, yakni metode tradisional, metode kombinasi (tradisional dan data administratif), dan metode data administratif. ”Biasanya metode data administratif dilakukan oleh negara maju yang sudah memiliki fasilitas yang memadai,” katanya.
Biasanya metode data administratif dilakukan oleh negara maju yang sudah memiliki fasilitas yang memadai.
Untuk di Indonesia, ujar Suhariyanto, masih ada lima provinsi yang perlu menggunakan metode tradisional, di mana petugas sensus akan mendatangi rumah setiap penduduk (door to door) untuk mendapatkan data. Kelima provinsi tersebut ada di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Barat. Kelimanya masih menggunakan metode tradisional karena penyebaran KTP elektronik dan akses internet yang belum merata. ”Biasanya, ini terjadi di daerah remote (pelosok),” katanya.
Untuk tahun ini, BPS sedang melakukan blok sensus di mana wilayah akan dipetakan. ”Berdasarkan hasil pemetaan itulah, petugas sensus melakukan tugasnya,” katanya. Pemetaan akan dilakukan sebelum pelaksanaan sensus penduduk mulai Februari dan akan dirilis pada Desember 2020.
Sementara di daerah yang sudah memiliki akses internet dan juga penyaluran e-KTP yang lebih baik akan menggunakan proses sensus secara mandiri, di mana warga akan mengisi sendiri data diri secara digital. ”Warga dapat mengisi data angket melalui HP dan situs,” katanya.
Cara ini diharapkan mampu mempermudah proses perolehan data penduduk, terutama generasi muda. Kaum muda memang menjadi salah satu target sensus penduduk karena berdasarkan Survei Penduduk Antar-Sensus 2015, persentase penduduk dengan rentan usia 15-35 tahun mencapai 34 persen dari jumlah penduduk Indonesia,” katanya.
BPS juga akan melibatkan Forum Rektor Indonesia (FRI), media, dan sejumlah kementerian terkait untuk mengoptimalisasi pelaksanaan sensus penduduk. Untuk itu, FRI diharapkan dapat mengajak semua mahasiswanya untuk terlibat dalam pengisian angket secara digital. Untuk mendapatkan data administratif penduduk, BPS bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri yang sudah memiliki data penduduk guna mempermudah proses survei.
Dalam pelaksanaannya nanti, BPS akan merekrut 150.000 petugas yang terlibat dalam Sensus Penduduk 2020. ”Mereka adalah ketua rukun tetangga (RT) dan aparat desa,” ucap Suhariyanto. Mereka dilibatkan karena dinilai paling mengerti dengan wilayahnya masing-masing, termasuk kondisi warganya.
Ada delapan variabel yang akan ditanyakan nanti, yakni nama, alamat, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, dan kewarganegaraan. ”Dari data tersebut, tahun 2021, akan ditentukan sampel untuk diambil data yang lebih detail lagi dengan 82 variabel pertanyaan yang beberapa di antaranya berkaitan dengan fertilitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan perpindahan (migrasi) penduduk,” ujar Suhariyanto. Data inilah yang diperlukan demografer atau perencana untuk memetakan kondisi masyarakat.
Uji coba
Proses uji coba sensus penduduk sudah dilakukan beberapa kali. Pada 2018, uji coba sensus penduduk digelar di tujuh provinsi. Tahun 2019, uji coba juga telah digelar di Jawa Barat dan Kalimantan Selatan. Hasilnya, ada beberapa hal yang dievaluasi, mulai dari masih ada ketua RT yang belum mendata secara keseluruhan warganya.
Selain itu, ada beberapa warga yang tidak bisa mengisi angket karena keterbatasan fasilitas komunikasi. ”HP yang mereka gunakan belum bisa mengakses internet,” kata Suhariyanto. Dari hasil evaluasi inilah, nantinya BPS juga akan mendirikan posko di beberapa titik untuk membantu warga yang kesulitan mengisi angket.
Direktur Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan Nurma Midayanti menambahkan, masih diberlakukannya metode tradisional karena dari hasil pemetaan masih ada beberapa kabupaten yang penyebaran KTP elektronik masih di bawah 40 persen. ”Kami khawatir ada warga yang tidak terdata karena tidak memiliki elektronik,” kata Nurma.
Kami khawatir ada warga yang tidak terdata karena tidak memiliki elektronik.
Karena itu, lanjut Nurma, proses sensus penduduk akan dilakukan secara bertahap, mulai dari sensus secara mandiri yang akan dimulai pada Februari-April. Selanjutnya, pada Mei-Juni akan dilakukan sensus untuk tradisional. Dari data yang ada akan diolah pada bulan Juli, BPS bersama Kementerian Dalam Ngeri akan merilis hasil sensus pada Desember 2020.
Dalam pelaksanaannya, ujar Nurma, pihaknya juga telah mengacu pada proyeksi jumlah penduduk tahun 2020 yang mencapai 271 juta jiwa. Bahkan, untuk tahun 2045 juga telah diproyeksikan di mana jumlah penduduk Indonesia mencapai 287 juta jiwa. ”Itulah sebabnya dilakukan sensus penduduk untuk memastikan kebenaran proyeksi tersebut,” ucap Nurma.
Pemimpin Redaksi Kompas Ninuk Mardiana Pambudy mengatakan, harian Kompas akan mengawal setiap tahapan penyelenggaraan sensus penduduk 2020. Itu dimulai dari sebelum pelaksanaan, pelaksanaan, sampai setelah pelaksanaan. Hal ini juga telah Kompas lakukan sejak Sensus Penduduk 1971, 1980, 1990, dan 2010. ”Kami akan selalu mendukung pelaksanaan sensus penduduk melalui pemberitaan,” kata Ninuk.
Dukungan ini diberikan karena Kompas menyadari, penyelenggaraan sensus penduduk adalah kepentingan nasional. ”Data yang akurat itu penting untuk pengambilan kebijakan,” kata Ninuk. Apalagi, dalam menjalankan prinsip jurnalismenya, Kompas mengedepankan data presisi dan data driven journalism (jurnalisme berlandaskan data).
Mengutip dari penyataan Kepala Bappenas periode 1971-1983, Widjojo Nitisastro, yang mengatakan bahwa tanpa data yang akurat, tidak ada pembangunan yang tepat. ”Walaupun datanya tidak menyenangkan, justru dengan data tersebut, kita jadi tahu arah pembangunannya ke mana. Apa yang harus diperbaiki dan ditingkatkan,” kata Ninuk. Itulah sebabnya, dia berharap BPS dapat memberikan data yang akurat, obyektif, dan berkualitas.
Walaupun datanya tidak menyenangkan, justru dengan data tersebut, kita jadi tahu arah pembangunannya ke mana. Apa yang harus diperbaiki dan ditingkatkan.
Sejumlah pemberitaan di harian Kompas juga pernah memberitakan sejumlah hal yang kecil, tetapi penting, seperti ada warga yang hanya didatangi satu menit tanpa tahu apa yang ditanyakan, atau ada petugas sensus yang mengeluh karena setelah beberapa bulan pelaksanaan sensus honor belum dibayar. ”Ini memang kasus kecil, tetapi kami berharap dapat diperbaiki untuk pelaksanaan sensus ke depan,” katanya. Ninuk berharap dengan kerja sama ini dapat menyukseskan Sensus Penduduk 2020.
Sementara itu, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Yuliandre Darwis mengatakan, data yang akurat dapat dijadikan acuan untuk memetakan masalah, mengurangi masalah, dan memberikan solusi untuk segala aspek kehidupan. Hal itu termasuk terkait dengan persoalan penyiaran yang menjadi mudah berkat adanya data yang valid dari BPS.
”Apalagi pada kondisi saat ini, di mana terjadi kontradiksi politik yang membuat hal yang benar menjadi salah, hal yang salah menjadi benar. Tapi, apa pun itu, kita harus bersedia untuk memberikan kebenaran sesuai fakta dan data yang ada,” katanya.
Baca juga: BPS Gelar Sensus Penduduk 2020, Percontohan di Tujuh Provinsi