Urus Sertifikat Tanah, Warga Rorotan Bayar Rp 2,5 Juta
Oleh
Hamzirwan Hamid
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah masyarakat Rukun Warga 08 Kelurahan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, DKI Jakarta, harus mengeluarkan uang jutaan rupiah mengurus sertifikat tanah. Padahal, Presiden Joko Widodo menggratiskan biaya pengurusan sertifikat hak milik (SHM) tanah lewat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Warga RW 008, Pachsya Praznasasmita (59), di Jakarta, Jumat (22/2/2019), mengatakan, dirinya diminta membayar Rp 2,5 juta. Uang itu diberikan kepada Ketua RT 07 secara bertahap pada Juni dan November 2018.
Uang itu dikeluarkan Pachsya untuk mengurus sertifikat tanah seluas 120 meter persegi miliknya. Ia telah tinggal di tempat itu sejak 2003.
"Saya jengkel sekali karena sampai sekarang sertifikatnya belum jadi. Padahal, Ketua RT menjanjikan pengurusan akan selesai pada Desember 2018," kata Pachsya.
Pachsya menyatakan, sebelumnya tidak mengetahui jika pengurusan sertifikat tanah seharusnya tidak dipungut biaya. Namun, ia mulai naik pitam ketika mendengar cerita warga dari kelurahan lain yang bisa mengurus sertifikat dengan gratis.
Minta dikembalikan
Kemarahan warga RW 008 tampak ketika sejumlah orang beramai-ramai mengadu kepada wartawan yang datang. Mereka merasa ditipu dan menginginkan uangnya segera dikembalikan.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 25/SKB/V/2017, Nomor: 590-3167A Tahun 2017, dan Nomor: 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis, biaya yang ditanggung warga dibatasi maksimal Rp 150.000. Hal itu digunakan untuk keperluan membeli patok, materai, dan sejumlah keperluan teknis lain.
Warga RW 008 lain, Muammanah (40), mengatakan, dia telah menyerahkan uang sebesar Rp 1,5 juta pada Juni 2018. Sisa biaya yang diminta, sebesar Rp 1 juta, rencananya akan diserahkan saat sertifikat jadi.
"Awalnya saya curiga, kok biayanya mahal sekali. Lalu, dapat cerita dari warga kampung lain ternyata mereka digratiskan," kata Muammanah.
Ia ingin segera mendapat jaminan resmi atas hak milik tanah seluas 21 meter persegi yang dihuninya sejak 2011. Saat ini, belum ada kepastian kapan sertifikat yang dijanjikan akan jadi.
Segera melapor
Menanggapi hal itu, Lurah Rorotan Yuyun Wahyudi mengatakan, belum ada warga yang datang melapor secara langsung. Ia berjanji, akan segera menyelidiki fakta di lapangan.
"Sebelumnya, ketua RT dan ketua RW sudah diimbau untuk tidak memungut biaya pengurusan sertifikat. Namun, praktik di lapangan kembali kepada masing-masing orang," kata Yuyun.
Ia mengimbau, agar warga jangan takut melapor jika mengalami kejadian serupa. Selain itu, warga juga diminta mengurus sendiri permohonan sertifikat tanah ke Kantor Badan Pertanahan Negara.
Menurut Yuyun, saat ini ada sekitar 2.000 warga Rorotan yang telah mengikuti program PTSL. Setidaknya, 1.000 permohonoan di antaranya sudah selesai dan warga telah menerima sertifikat tanah.
"Kalau warga mengurus langsung ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), tidak akan ada pungli. Tidak ada pungutan di luar yg ditentukan," kata Yuyun.
Terhadap hal ini, Sekretaris Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Inspektur Jenderal Widiyanto Poesoko mengatakan, pelaku pungli bisa dijerat pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pungli masuk dalam kategori tindak pemerasan dan pengancaman, dengan ancaman hukuman kurungan penjara paling lama sembilan bulan.
"Korban bisa langsung melapor ke Polres terdekat. Masyarakat tidak perlu khawatir untuk melapor," kata Widiyanto. (PANDU WIYOGA)