Menkes: Penghapusan Obat Kanker Usus Besar Masih Diproses
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penghapusan dua jenis obat kanker kolorektal atau usus besar, yaitu Bevacizumab dan Cetuximab, belum final. Tim Penilaian Teknologi kesehatan atau Health Technology Assessment masih mengkaji dan menilai apakah kedua obat tersebut diperlukan, juga memastikan ada tidaknya obat pengganti yang lebih efektif dan lebih murah harganya.
“Masih proses. Kita harus juga melihat efektivitasnya,” tutur Menteri Kesehatan Nila F Moeloek saat ditemui di sela-sela pembukaan rapat kerja nasional dan simposium Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (25/2/2019).
Kendati demikian, sesungguhnya sudah terbit Keputusan Menkes Nomor HK.01/07/Menkes/707/2018 yang mengeluarkan dua obat kanker kolorektal tersebut dari Formularium Nasional obat per 1 Maret 2019. Dengan keputusan ini, kedua obat tersebut tak lagi ditanggung dalam program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat. Pasien-pasien kanker kolorektal pun harus membayar sendiri dua obat yang harganya jutaan tersebut.
Nila mengatakan, obat tersebut digunakan untuk terapi sel target, sedangkan obat dasar untuk pengobatan kanker tetap ada. Sejauh ini, pemerintah masih akan membahas masalah harga, efektivitas, dan kemungkinan obat lain dengan berbagai pihak termasuk para ahli dari organisasi profesi.
“Kalau seandainya dapat (obat penggantinya) misalnya, kita juga tidak berarti harus langsung berhentikan, tidak,” tutur Nila. Dia mengatakan bahwa pasien kanker usus masih bisa mendapatkan kedua obat tersebut.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Digestif Indonesia Hamid Rochanan menyebut obat terapi kanker kolorektal selain bevacizumab dan cetuximab adalah regorafenip. Namun, regorafenip tidak dijamin BPJS Kesehatan. Selain tiga obat tersebut, tak ada lagi obat yang bisa digunakan oleh pasien kanker kolorektal.
Berdasarkan Data Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC), 2012, kanker kolorektal merupakan penyebab kematian ketiga akibat kanker di dunia setelah kanker paru dan payudara.
Di Indonesia, jumlah kasus kanker kolorektal menempati urutan nomor ke- 3 kasus kanker. Dari data Globocan 2012, insiden kanker kolorektal di Indonesia adalah 12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa, dengan mortalitas 9,5 persen dari seluruh kasus kanker.
Jumlah kasus kanker kolorektal menempati posisi ke-2 terbanyak pada laki-laki di bahwa kanker paru. Sedangkan pada perempuan, jumlah kasus kanker kolorektal menempati urutan ke-3 setelah kanker payudara dan kanker rahim.
Tingginya kasus kanker kolorektal ini antara lain diakibatkan oleh perubahan pada diet orang Indonesia, antara lain karena pergeseran ke arah cara makan yang lebih tinggi lemak serta rendah serat.
Para pegiat dari organisasi pendukung penyintas kanker pun umumnya menyayangkan keputusan pemerintah ini. Penghapusan dua jenis obat kanker usus tersebut jelas akan membebani pasien-pasien. Ketua Umum Cancer Information and Support Centre Aryanti Baramuli Putri mengatakan, dua obat itu membantu harapan hidup penyintas kanker kolorektal (Kompas, 21/2/2019).