SURABAYA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi Jawa Timur turut mendukung penandatanganan Deklarasi Bersama Konsorsium Brantas, Jumat (1/3/2019), di Surabaya. Deklarasi Bersama mencakup komitmen pembuatan dan pelaksanaan program pengelolaan secara berkelanjutan Daerah Aliran Sungai Brantas.
Konsorsium Brantas terdiri atas unsur pemerintah, swasta, lembaga independen, kampus, dan konsultan. Dari unsur pemerintah ialah Balai Besar Wilayah Sungai Brantas dan Dinas Lingkungan Hidup Jatim. Mewakili swasta ialah Perusahaan Umum Jasa Tirta I dan laboratorium independen PT Water Laboratory Nusantara (WLN) Indonesia. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) dari perwakilan masyarakat, dan konsultan Tauw BV serta Technology University of Delft (TUD) Civil Engineering and Geosciences Water Resources dari Belanda.
Program diwujudkan dalam Adopsi Sungai Brantas selama enam tahun ke depan yang didanai melalui hibah dari Sustainable Water Fund oleh Kementerian Perekonomian Belanda. Konsorsium Brantas menjadi pelaksana program dengan peran berbeda tetapi saling mendukung.
Konsorsium diminta mengembangkan aksi inovatif untuk pemulihan sungai dari kerusakan dan pencemaran, memperkuat kerja sama masyarakat, pemerintah, dan industri dalam pengelolaan Sungai Brantas, mengadopsi pengalaman Belanda dalam pengelolaan kualitas air, dan membuat perlindungan kesehatan masyarakat, kesejahteraan sosial, dan kesetaraan gender dalam pengelolaan kualitas air untuk kehidupan.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak dalam sambutannya mengatakan, Adopsi Sungai Brantas menjadi salah satu program prioritas dalam 99 hari pertama kerja Gubernur Jatim-Wagub Jatim sejak dilantik pada 13 Februari 2019. Reaksi pertama dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa ialah mengajak rombongan memulung sampah terutama popok bekas di Sungai Brantas pada Minggu (17/2). “Ibu Gubernur di hili sedangkan saya mengecek kondisi Daerah Aliran Sungai Brantas di hulu,” katanya.
Sungai Brantas membentang 320 kilometer dari Sumber Brantas di Batu dan bercabang di Mojokerto menjadi Kali Surabaya dan Kali Mas yang bermuara di Surabaya dan Kali Porong yang bermuara di Sidoarjo. Sungai Brantas memengaruhi 300.000 hektar sawah sehingga turut menopang status Jatim sebagai lumbung pangan nasional. Selain itu, menjadi pendukung kehidupan 19 juta jiwa atau hampir separuh dari populasi Jatim yang 40 juta jiwa. Sungai Brantas merupakan batang air terpanjang kedua di Jawa dan benar-benar berperan vital bagi kehidupan Jatim.
Namun, Sungai Brantas menghadapi persoalan besar. Di hulu ada ancaman sedimentasi dan pencemaran biologis. Di kawasan tengah ada tambang pasir ilegal. Di hilir pencemaran limbah domestik, limbah bahan beracun berbahaya (B3), limbah plastik, dan limbah popok bekas. Padahal, air Sungai Brantas masih menjadi salah satu sumber PDAM di 17 kabupaten/kota yang dilintasinya. “Penanganan secara bersama-sama melalui Konsorsium Brantas diharapkan mendorong pemulihan Sungai Brantas,” ujar Emil.
Direktur Utama Perum Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan menambahkan, program konsorsium bertujuan memperkuat prioritas pada perlindungan kualitas air. Selain itu, memperkuat sistem pengukuran dan pemantauan kualitas air untuk mendukung kehidupan sosial di DAS Brantas yang mencakup kesehatan masyarakat, sosial ekonomi, dan peningkatan peran perempuan (kesetaraan gender).
Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi menjabarkan waktu pelaksanaan program konsorsium selama enam tahun yakni Mei 2018-April 2024. Setahun pertama merupakan masa persiapan dan pematangan program. Lima tahun selanjutnya ialah pemantauan kualitas air, forum industri bersih, penguatan kelembagaan masyarakat terutama Relawan Jaga Kali atau Komunitas Peduli Sungai, dan diseminasi hasil kegiatan. “Dalam enam tahun ke depan diharapka terbangun suatu sistem dan mekanisme untuk pemantauan dan pemanfaatan sumber daya air Sungai Brantas yang ramah dan berkelanjutan,” katanya.